Beritakoperasi, Jakarta – Tahun 2022 ditutup dengan gempita dinamika gerakan koperasi di Indonesia. Salah satunya, dengan adanya gerakan penolakan pengawasan koperasi simpan pinjam (KSP) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).  Dari kegaduhan RUU yang kini telah menjadi UU tersebut ternyata telah menyatukan berbagai elemen gerakan koperasi. Beberapa elemen gerakan koperasi, menyatukan geraknya dalam Forum Koperasi Indonesia (FORKOPI).

 

Ikuti Training Privat Pendirian Dan Pengembangan Minimarket Koperasi

Selain mulai bersatunya gerakan koperasi dari berbagai elemen tersebut, kegaduhan tersebut telah menjadikan koperasi menjadi trending topic di media-media sosial. Koperasi, khususnya KSP kembali menjadi perbincangan. Urgensi KSP minimal karena dua hal; Pertama sebagai pelaksanaan amanat konstitusi dan yang kedua adalah karena KSP memiliki peran yang strategis untuk pemberdayaan usaha mikro atau masyarakat yang kurang mampu.

 

Peran koperasi sebagai salah satu amanat konstitusi merujuk kepada UUD 45 pasal 33 ayat 1 yang menyebutkan: ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” Bentuk nyata dari ayat (1) pasal 33 UUD tersebut diantaranya berwujdu koperasi. Oleh karena itu mewujudkan dan menjaga koperasi yang sehat, besar dan menjaganya agar tidak collapse, adalah bagian dari menjalankan amanat konstitusi yang baik.

Baca juga:  KH. Abdul Majid Umar Mengkampanyekan Citra Baik Koperasi : Saling Gandeng dan Gendong

 

KSP adalah salah satu jenis koperasi yang ada di Indonesia selain jenis koperasi lainnya yakni koperasi konsumsi, koperasi pemasaran dan koperasi produksi. Secara umum KSP ada dua jenis, yakni dengan sistem konvensional dan dengan sistem syariah yakni koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah (KSPPS). Pada tulisan ini, untuk penyederhanaan ditulis KSP meskipun maksud penulis adalah mencakup konvensional dan syariah.

 

Gabung Klub Menulis, Bisa Terbitkan Buku Dan Tulis Opini Media

Selain sebagai amanat konstitusi, peran strategis lain dari KSP adalah karena mendedikasikan layanannya untuk segmen yang saat ini masih belum banyak tersentuh oleh perbankan yakni usaha mikro. Usaha mikro bernilai strategis karena merupakan 98,7 persen dari usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia. Selain itu usaha mikro disebut sebagai tulang punggung perekonomian nasional karena berkontribusi terhadap penyerapan 109,84 juta tenaga kerja atau 89,04 persen dari total tenaga kerja dan menyumbang 37,35 persen dari PDB 2019 (data Kemenkop & UKM tahun 2019).

 

Karena memiliki peran strategis yakni sebagai amanat konstitusi dan memberdayakan usaha mikro, maka menjaga agar KSP tetap sehat dan terhindari dari collapse, bernilai strategis juga.  Salah satu bentuk agar KSP terjaga Kesehatan dan terhindari dari collapse adalah dengan adanya pengawasan eksternal yang ketat dan baik.

Baca juga:  Sistem Kapitalisme Ekonomi Kita

 

Pengawasan eksternal terhadap KSP memiliki peranan yang sangat penting sebagaimana laporan International Cooperative Alliance (ICA) Asia Pasific pada kajian dengan judul Legal Framework Analysis, within the ICA-EU Partnership National Report – Republic of Indonesia.  Pada kajian tersebut dinyatakan bahwa pengawasan eksternal yang lemah berpotensi menimbulkan moral hazard serta penyimpangan nilai dan prinsip koperasi.  Dengan kata lain, pengawasan eksternal yang baik dapat menjaga nilai dan prinsip koperasi tetap ada pada suatu koperasi.

 

Pengawasan yang ketat dan baik oleh internal KSP penting dan harus dilakukan. Namun mempercayakan pengawasan sepenuhnya kepada internal KSP, merupakan suatu kekeliruan.  Bukan rahasia lagi, di beberapa KSP, salah satu penyebab permasalahan justru ada pada pengurus dan pengawas KSP.  Umumnya pengurus, pengawas dan pucuk pimpinan pengelola KSP adalah tokoh atau senior di koperasi tersebut, sehingga ketika melakukan kesalahan, tidak jarang anggota yang lain sungkan untuk melakukan koreksi.

 

Selain menjaga marwah koperasi sebagai salah satu amanah konstitusi, menjaga KSP tetap sehat karena KSP dibutuhkan untuk memberikan dukungan permodalan bagi pengusaha mikro. Bila ada KSP yang berhenti operasi karena collapse, maka makin banyak usaha mikro yang tidak bisa terpenuhi kebutuhan permodalannya. Tidak hanya agar tetap sehat, pengawasan eksternal diharapkan mampu mengembangkan KSP sehingga makin banyak lagi pengusaha mikro (anggota koperasi) yang mendapatkan dukungan permodalan. Oleh karena itu, pengawasan eksternal yang baik dan ketat merupakan salah satu upaya mendukung pemberdayaan usaha mikro.

Baca juga:  Pakar : Kemenkop Mestinya Atasi Solusi Gagal Bayar KSP Bukannya Moratorium

Cegah Fraud Di Koperasi Gunakan Q Pay

 

Tidak sedikit KSP yang bermasalah ternyata bukan koperasi yang sesungguhnya atau koperasi palsu.  Pengawasan eksternal yang baik dan ketat merupakan ikhtiar yang efektif untuk mencegah keberadaan koperasi palsu serta melakukan tindakan kuratif atas koperasi-koperasi palsu.

 

Beberapa gerakan koperasi seperti Forkopi misalnya, menolak pengawasan KSP di bawah OJK namun bukan menolak adanya pengawasan eksternal yang baik dan ketat, malah mendukung akan hal tersebut. Pada UU P2SK mengamanatkan bahwa pengawasan KSP berada di Kementerian Koperasi dan UKM. Berdasarkan informasi yang ada sebagaimana yang disosialisasikan di Instagram Kemenkop dan UKM, pada RUU Perkoperasian, untuk pengawasan KSP akan dibentuk Otoritas Pengawasan KSP (OPK). Mengapa perlu OPK, mengapa tidak menggunakan mekanisme kementrian koperasi yang sudaha ada? Pembahasan tentang itu, insya Allah akan dibahas tulisan selanjutnya. (Diah S/Beritakoperasi)

 

Oleh: Iwan Rudi Saktiawan, SSi, MAg, CIRBD

Penulis adalah Pengamat Perkoperasian dan Keuangan Mikro Syariah