Jakarta, Beritakoperasi – Penghapusan Piutang Macet dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2024 menjadi langkah afirmasi nyata negara dalam menanggalkan beban pengusaha kecil.

Menteri UMKM, Maman Abdurrahman menjelaskan bahwa kebijakan ini menyasar sekitar satu juta pelaku UMKM.

“Sebanyak kurang lebih 1 juta nasabah pengusaha UMKM yang sebelumnya telah tercatat masuk dalam daftar hapus buku Bank Himbara akan mendapatkan fasilitas penghapusan piutang,” kata Menteri Maman di Jakarta, Rabu (08/01).

Namun demikian, kebijakan ini tak berarti melepaskan tanggung jawab pengusaha atas pengelolaan keuangannya.

Kementerian UMKM menyatakan akan melakukan tindakan antisipasi dan pencegahan terhadap terjadinya moral hazard agar pengusaha UMKM tetap memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan keuangan dan tidak sekadar menunggu kebijakan serupa di masa depan.

Maman menjelaskan pengusaha UMKM yang mendapatkan penghapusan piutang hanya berlaku bagi UMKM yang memenuhi tiga kriteria utama. Berikut adalah tiga syarat penghapusan piutang macet;

Pertama, jumlah piutang maksimal Rp500 juta, sebagaimana tercantum dalam PP 47/2024.

”Kriteria pertama, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet pada UMKM disebutkan bahwa maksimal piutang adalah Rp500 juta,” kata Maman.

Baca juga:  Airlangga Minta Dekopin Lebih Aktif Libatkan Generasi Muda dan Digitalisasi dalam Gerakan Koperasi

Kedua, UMKM tersebut harus masuk daftar hapus buku Bank Himbara setidaknya lima tahun sebelum regulasi ini diundangkan.

Ketiga, pelaku usaha yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan membayar dan telah kehilangan agunan.

Di sisi lain, UMKM yang masih tercatat memiliki jaminan atau menerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak masuk dalam kategori ini.

”Bagi pengusaha UMKM yang telah mendapatkan KUR, tidak dapat masuk dalam kriteria penghapusan piutang, karena telah memiliki asuransi atau jaminan,” kata Maman.

Selain itu, untuk menerapkan prinsip keadilan, bagi pengusaha UMKM yang tidak mendapatkan penghapusan piutang, terbuka untuk mengakses fasilitas pinjaman agar dapat tumbuh melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Maman menjelaskan bahwa bagi penerima KUR di bawah Rp100 juta, tidak perlu menggunakan agunan, dan hanya dikenakan bunga flat sebesar 6 persen. Lebih lanjut, ia menegaskan apabila terjadi penyimpangan dalam implementasi kebijakan ini, masyarakat dapat melapor ke Kementerian UMKM.

Dalam jangka panjang, Kementerian UMKM akan berkoordinasi dengan OJK untuk menggagas sistem penilaian kredit berbasis data alternatif yang dinamai Innovative Credit Scoring (ICS).

Baca juga:  SUSU KAMBING CITI GOAT YANG BANYAK MANFAATNYA !!!

Lewat ICS, pelaku usaha tidak lagi dinilai dari agunan semata, melainkan dari pola konsumsi listrik, aktivitas telekomunikasi, keanggotaan BPJS, hingga riwayat transaksi e-commerce.

”Ke depan, para pengusaha UMKM diharapkan dalam mengakses pembiayaan tidak hanya dilihat dari agunan, melainkan menggunakan data alternatif seperti penggunaan listrik, aktivitas telekomunikasi, BPJS, dan transaksi e-commerce,” kata Maman. (IT/Beritakoperasi)