Jakarta, Beritakoperasi – Ketua Kelompok Fraksi Partai NasDem di Komisi VI DPR, Rachmat Gobel, berpendapat bahwa koperasi memiliki potensi besar untuk memperkuat daya saing Indonesia dalam kancah global.
Menurutnya, koperasi dapat mengisi celah yang tidak dapat dijangkau oleh korporasi maupun BUMN.
“Dengan menjadikan koperasi kuat, akan ikut mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Koperasi harus menjadi kekuatan Indonesia di pasar global,” kata Gobel, saat membuka Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terpumpun) di ruang rapat Fraksi Partai NasDem di Gedung Nusantara I DPR, Jakarta, Senin, (10/2/2025).
Diskusi ini bertujuan menggali masukan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Koperasi yang tengah digodok di parlemen.
Sejumlah pemangku kepentingan turut hadir dalam diskusi, di antaranya perwakilan Kementerian Koperasi, Otoritas Jasa Keuangan, Forum Koperasi Indonesia, akademisi, serta jajaran DPP Partai NasDem.
Diskusi ini juga diikuti anggota DPR dari Fraksi Partai NasDem dari Komisi VI, Komisi XI, dan Badan Legislasi DPR RI. Di antaranya Charles Meikiansyah, Subardi, Asep Wahyu Wijaya, Martin Manurung, dan Julie Sutrisno Laiskodat.
Gobel menyoroti kecenderungan negara yang selama ini lebih berpihak kepada pemodal besar, sementara petani, nelayan, dan pelaku UMKM seringkali terabaikan dalam skema ekonomi nasional.
Padahal, menurutnya, kelompok masyarakat tersebut juga berperan sebagai pemodal yang perlu dihimpun dalam ekosistem koperasi.
“Koperasi harus menjadi kekuatan untuk memenuhi harapan rakyat. Mereka ini ada di desa. Jadi pemodal itu bukan hanya yang besar-besar atau asing. Koperasi adalah alat pemerataan ekonomi yang efektif dan penggerak ekonomi di desa,” kata dia.
Sebagai contoh, ia menyinggung sektor pertanian. Meski pemerintah telah menyalurkan bantuan berupa bibit, pupuk, dan alat pertanian setiap tahun, kesejahteraan petani tetap stagnan.
Banyak dari mereka justru terjebak dalam jeratan tengkulak, pinjaman online ilegal, hingga investasi bodong.
“Namun petani tetap miskin dan tetap lemah berhadapan dengan pasar. Mereka terjebak dalam kemiskinan. Sehingga masuk tengkulak, kemudian petani terjebak pinjol, judol, investasi bodong, bahkan perdagangan forex. Mestinya kan koperasi yang masuk agar mereka berdaya,” ucapnya.
Ia juga menyoroti bahwa mayoritas koperasi besar saat ini bergerak di sektor simpan pinjam, sementara koperasi produksi, koperasi petani, dan koperasi nelayan masih tertinggal.
Menurutnya, ketergantungan terhadap modal asing perlu dikurangi, dan koperasi harus kembali menjadi kekuatan utama dalam ekonomi nasional.
“Kita jangan menghamba pada asing atau menomorsatukan modal asing. Yang nomor satu kita sendiri, kekuatan kita sendiri. Jadi, tidak mau koperasi harus dihidupkan kembali. Tidak boleh tidak. Jika tidak bisa maka kementerian koperasi dibubarkan saja. Untuk apa. Di era globalisasi ini kita harus memiliki kekuatan internal dengan semangat nasionalisme melalui koperasi,” katanya.
Gobel mengingatkan bahwa koperasi merupakan warisan pemikiran Wakil Presiden pertama, Mohammad Hatta.
Bung Hatta, yang dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia, telah menegaskan bahwa koperasi harus menjadi sokoguru perekonomian nasional. Hal ini sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi Indonesia dan budaya gotong royong.
“Koperasi harus tampil lebih baik,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Kelembagaan Kementerian Koperasi, Henra Saragih, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 131 ribu koperasi aktif dengan 29 juta anggota.
Namun, angka tersebut hanya mencakup 11 persen dari populasi Indonesia, jauh lebih rendah dibandingkan Amerika Serikat, di mana 40 persen penduduknya tergabung dalam koperasi. Padahal, Amerika Serikat adalah negara kapitalis dan memiliki budaya individualis.
Sementara itu, Guru Besar Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, Euis Amalia, mengatakan potensi ekonomi koperasi di Indonesia bernilai Rp281 triliun.
Millie Lukito, Ketua DPP Partai NasDem yang juga pengurus Kadin Indonesia, menyoroti keberhasilan koperasi di Amerika Serikat dan Kanada.
Dari kedua negara tersebut, koperasi mendapat dukungan berupa akses pendanaan dari bank koperasi dan modal ventura koperasi, serta insentif pajak di sektor strategis seperti pangan dan energi.
Menurutnya, Indonesia perlu menerapkan kebijakan serupa agar koperasi dapat menjadi pemain utama dalam rantai pasok global.
“Koperasi di Indonesia agar masuk dalam rantai pasok global, kemudahan perizinan, akses pendanaan, dan juga pembiayaan ekspor,” tuturnya. (IT/Beritakoperasi)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.