Beritakoperasi, Jawa tengah – Pernyataan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki beberapa waktu lalu mengenai maraknya praktek shadow banking dari koperasi simpan pinjam di Indonesia memang benar terjadi.

Banyak diantara oknum-oknum koperasi tersebut yang menggunakan badan hukum koperasi untuk kepentingan pribadi mereka tanpa menerapkan nilai-nilai dan prinsip koperasi yang sesungguhnya.

Banyak pihak yang menyayangkan hal ini, salah satunya Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis, Suroto, seharusnya Menteri Koperasi  bisa mentertibkan kasus ini sejak lama dan bukan hanya memberikan gertakan saja tanpa adanya tindakan serius.

 

“Koperasi-koperasi semaam ini harusnya sudah dapat ditertibkan dari dulu. Tidak hanya main gertak sambal. Langsung lakukan tindakan.” Tegas Suroto.

Hal-hal seperti ini dapat merugikan berbagai pihak, dan yang paling utama dapat merusak citra koperasi yang berjati diri baik.

Suroto menyebutkan dalam tulisannya bahwa koperasi diibaratkan seperti pohon jati yang tumbuh diantara semak belukar dan harus segera dibersihkan agar dapat tumbuh lebih kuat dan tinggi lagi.

 

Baca juga:  PEMEKARAN (SPIN OFF) KOPERASI SEKTOR RIIL DAN KOPERASI MULTI PIHAK. Suroto : Strategi Baru Membangun Konglomerasi Sosial Koperasi

 

“Koperasi yang baik itu ibarat pohon jati dia dikerumuni dan ditenggelamkan oleh semak belukar yang seharusnya dibersihkan agar pohon jatinya tumbuh subur. Tugas menteri koperasi yang penting justru ini.” Tegas Suroto.

Selama ini argumentasi Menteri Koperasi dianggap lemah karena regulasinya, pada kenyataannya berdasarkan prinsip UU, argumentasi tersebut sudah merekognisi prinsip dan nilai koperasi, selanjutnya bisa dibentuk peraturan menteri.

Dalam Undang Undang (UU) No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, sebagai UU yang masih existing sejak dibatalkanya UU No. 17 Tahun 2012 oleh Mahkamah Konstitusi itu sudah jelas merekognisi nilai dan prinsip koperasi, atau Jati diri Koperasi. Jadi secara fundamental sudah dapat dibuat peraturan turunananya semacam Peraturan Menteri untuk mempertegasnya.

“Koperasi-koperasi bermasalah yang marak selama ini memang salah satu faktornya karena dibiarkanya praktek koperasi abal abal tersebut. Namun alasan lainnya juga karena pengetahuan masyarakat tentang koperasi yang benar itu juga sangat minim,” Pungkas Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis ini.

 

Banyaknya masyarakat yang jadi korban koperasi abal-abal saat ini juga menunjukan kegagalan Kementrian Koperasi dan UKM dalam melakukan tugas penyebaran pengetahuan tentang jati diri koperasi dan hukum koperasi. Padahal ini adalah salah satu tugas pokok yang tertulis dalam UU. (Beritakoperasi/Sefi)
 

Baca juga:  RUU Omnibus Law PPSK Cacat Secara Epistemologi dan Kerdilkan Koperasi