Jakarta, Beritakoperasi – Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop), Ferry Juliantono, mengungkap sejumlah kolaborasi yang sudah terjalin dengan kementerian lain selama dirinya menjabat.

Ferry mengungkap kolaborasi lintas kementerian itu dapat mendorong pengembangan dan pemberdayaan koperasi.

“Kemenkop banyak didatangi kementerian lain untuk berkolaborasi dalam mengembangkan dan memberdayakan koperasi,” kata Ferry.

Ungkapan tersebut disampaikan Wamenkop saat menghadiri acara Lokakarya Nasional Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan Inkopsyah BMT di Sekolah Bisnis IPB University, Bogor, Kamis (12/12/2024).

Pada acara yang juga dihadiri Ketua Pinbuk ICMI Aslichan Burhan dan Rektor IPB Prof. Arif Satria, Ferry memaparkan beberapa jalinan kolaborasi.

Salah satunya dengan Kementerian Transmigrasi, yang mendorong pembentukan badan hukum koperasi bagi lembaga ekonomi di wilayah transmigrasi. Hal ini diharapkan dapat memperkuat skala ekonomi daerah tersebut dengan dukungan dari Baitul Maal Tamwil (BMT).

“Nah, BMT-BMT yang ada di sekitar sana bisa memanfaatkan hal itu,” ujarnya.

Kolaborasi lainnya terjalin dengan Kementerian Desa. Ferry mengatakan, dari 10 ribu Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), hanya sekitar 300 yang berhasil, terutama yang mengelola destinasi wisata.

Baca juga:  Budi Hermawan : Bedah Buku Dan Diskusi “Lawan Tanding Kapitalisme” Semarakkan Harkopnas

Ia menyarankan agar BUMDes berbadan hukum koperasi untuk memperluas kepemilikan masyarakat dan meningkatkan pengelolaan.

“Saya pun berpendapat, BUMDes itu sebaiknya berbadan hukum koperasi, sehingga nantinya BUMDes bisa menjadi milik masyarakat. Ini akan menjadi kesepahaman bersama antara Kemenkop dengan Kemendes,” terangnya.

Kemenkop juga bekerja sama dengan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran untuk memberikan solusi pendanaan bagi pekerja migran.

Ferry menjelaskan, calon pekerja migran seringkali menghadapi kesulitan biaya pelatihan dan kebutuhan hidup sebelum memperoleh kontrak kerja.

Oleh karena itu, Kemenkop bersama Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) menawarkan skema pembiayaan melalui refinancing dengan Bank BRI dan BNI untuk mengatasi masalah tersebut.

“Kementerian Perlindungan Pekerja Migran mencari kesana kemari dari kalangan perbankan termasuk KUR, tidak ada yang masuk skema seperti itu,” ucapnya.

“Jadi, nantinya, LPDB yang akan bridging terlebih dahulu untuk membiayai calon pekerja migran yang tengah menunggu kontrak kerja tersebut,” lanjutnya.

Nantinya, menurut Wamenkop, LPDB bersama Bank BRI dan BNI yang akan membayarkan, semacam refinancing.

Baca juga:  Fiki Satari: Platform Digital Lokal sebagai Pilar Program Pemerintah

“Memang, bila koperasi banyak terlibat dalam segala proses ekonomi nasional, koperasi akan bisa gagah kembali dan turut banyak mensukseskan program-program pemerintah. Terutama, terkait program swasembada pangan dan energi,” tuturnya.

Wamenkop juga mengatakan pentingnya peran koperasi di sektor strategis seperti minyak, gas, dan pertambangan.

Ferry mencontohkan keberhasilan koperasi di Muara Enim, Sumatera Selatan, yang mengelola sumur minyak eks-Pertamina dan menghasilkan 15 barel minyak per hari.

“Itu sumur minyak eks Pertamina yang dikelola koperasi dan bisa kita drilling sendiri dengan menghasilkan minyak 15 barrel perhari. Kita akan masuk ke sumur yang ketiga,” ungkapnya.

Ia menyebut potensi ribuan sumur minyak di Indonesia dapat dikelola koperasi dengan dukungan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

“Koperasi akan kita dorong terus ke arah sana, karena kita mampu,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Rektor IPB Prof. Arif Satria mengapresiasi langkah Kemenkop dalam membangun ekonomi kerakyatan. Salah satunya adalah hapus buku dan tagih kredit para petani dan nelayan (KUT) periode 1998-1999.

Baca juga:  Kemenkop dan Kementrans Kolaborasi Kembangkan Koperasi di Kawasan Transmigrasi

Rektor IPB bersepakat koperasi harus masuk ke sektor-sektor usaha besar agar menjadi semacam konglomerasi.

Ia juga menyebut koperasi global, seperti industri es krim Campina di Belanda dan sektor pertanian di Amerika Serikat yang didukung koperasi besar. Di Jepang, koperasi bahkan menjadi kekuatan politik dan ekonomi yang signifikan.

“Di Jepang, koperasi itu begitu berdaulat dan sudah menjadi satu kekuatan politik yang dahsyat,” kata RektorIPB. (IT/Beritakoperasi)