Jakarta, Beritakoperasi – Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada Maret 2024, persentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 9,03% atau setara dengan 25,22 juta orang.
Jumlah ini menurun sebanyak 680 ribu jiwa dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kesejahteraan sosial ini menjadi isu utama di banyak negara, termasuk Indonesia. Pengentasan kemiskinan dan masalah sosial lainnya dinilai tidak mudah diselesaikan, mengingat perlunya dana yang besar dan berkesinambungan dalam pelaksanaannya.
Di Indonesia, lembaga amal berbasis keagamaan menjadi salah satu solusi yang berkontribusi signifikan dalam pengumpulan dana untuk keperluan sosial, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Salah satu bentuk pengelolaan dana sosial yang kini semakin populer adalah wakaf melalui uang. Hal ini diungkapkan oleh Dr. Irfan Syauqi Beik, pakar ekonomi syariah yang pernah meraih juara 3 dosen berprestasi nasional di bidang sosial humaniora dari Kemenristek Dikti pada 2018.
Dalam sebuah diskusi dengan Pengawas Syariah Kopsyah BMI, Gunawan Yasni, Dr. Irfan menjelaskan bahwa wakaf melalui uang memiliki dampak yang sangat luas dan bersifat multi-dimensi, mencakup aspek penguatan spiritualitas dan mentalitas juga ada implikasi dari sosial dan ekonomi.
“Jadi implikasi secara sosialnya akan besar dan termasuk juga dalam konteks pengembangan ekonomi,” jelas Irfan.
Ia menilai bahwa semua lapisan masyarakat perlu didorong untuk mengamalkan wakaf melalui uang sebagai upaya untuk mengembangkan perekonomian.
“ketika wakaf melalui uang didayagunakan secara produktif atau diinvestasikan pada sektor-sektor strategis ya ketika misalnya dimanfaatkan untuk pengembangan proyek-proyek strategis keumatan yang memiliki dampak ekonomi yang besar jadi saya kira ini peluangnya sangat besar,” terang Irfan.
“Saya melihat bahwa untuk mengejar ketertinggalan ekonomi kita dibandingkan ekonomi negara-negara lain terutama negara-negara maju maka tidak ada jalan kecuali kita bersinergi dan berkolaborasi Dan juga bagaimana kita mengembangkan ekonomi secara berjamaah nah salah satu bentuknya adalah dengan sama-sama berwakaf melalui uang,” tambah Irfan.
Dalam pengelolaannya, wakaf uang harus dikelola oleh institusi nazir yang kompeten dan amanah.
Pengelolaan ini mencakup investasi pada sektor strategis hingga mitigasi risiko. Sehingga dalam pengelolaanya memerlukan skill set yang komplit ya yang komprehensif yang mulai dari aspek fiqih sampai kepada aspek manajemen.
“Saya kira menjadi tantangan kita hari ini bahwa potensi yang besar ini harus bisa kita manfaatkan optimalkan dengan cara antara lain memperkuat dari sisi kelembagaan dan dari sisi Nazir nya itu sendiri,” papar Irfan.
Sejarah menunjukkan potensi besar wakaf uang, seperti yang terjadi pada masa Kekhalifahan Turki Utsmani.
Instrumen ini menjadi pilar utama ekonomi Turki selama berabad-abad dan membantu kekhalifahan menguasai sepertiga dunia.
“Jadi kalau kita hari ini ingin membangkitkan kembali Wakaf melalui uang saya kira ini adalah jalan yang terbaik ya untuk kemudian kita mengatasi berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan,” jelas Irfan.
Dr. Irfan Syauqi Beik menggambarkan Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF) sebagai dua sisi dari mata uang yang sama.
Zakat, sebagai kewajiban ibadah, memiliki aturan khusus yang membatasi penyalurannya hanya untuk delapan golongan penerima (ashnaf). Meski demikian, potensi ekonominya tetap sangat besar.
Di sisi lain, wakaf menawarkan fleksibilitas dan unsur keabadian yang membuat manfaatnya dapat dirasakan secara berkelanjutan.
“Karena itulah menurut saya, antara zakat dan wakaf ini harus di dorong penguatan dan sinergi dan pada faktanya pada prakteknya ya memang antara zakat dan wakaf ini di lapangan ya relatif sama gitu ya tidak bisa dipisahkan ya institusi zakat saat ingin membangun lembaga pendidikan rata-rata berdiri di atas lahan wakaf,” jelasnya.
Salah satu contoh sukses pengelolaan wakaf adalah yang dilakukan Kopsyah BMI melalui Gerakan Sedekah Seminggu Tiga Ribu (Gassiteru).
Anggota koperasi menyumbang Rp1.000 untuk infak dan Rp2.000 untuk wakaf setiap pekan. Dalam jangka panjang, setiap anggota diharapkan mampu berwakaf hingga Rp1 juta selama hidupnya.
Hasil dari gerakan ini terlihat dari keberhasilan Kopsyah BMI memiliki lahan sawah wakaf produktif seluas 14 hektare di Cisoka, Kabupaten Tangerang.
Lahan tersebut dikelola oleh anggota koperasi dengan sistem bagi hasil, di mana 50% hasilnya disalurkan kembali ke dana wakaf, sedangkan 50% lainnya dibagi untuk penggarap dan nazhir.
Kombinasi fleksibilitas dalam penggunaannya dan sifat abadi manfaatnya menjadikan wakaf sebagai instrumen yang relevan untuk menjawab tantangan ekonomi umat dan bangsa. (IT/Beritakoperasi)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.