Jakarta, Beritakoperasi – Haris Turino, Anggota Komisi X1 DPR RI meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperketat pengawasan terhadap koperasi simpan pinjam, pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol).

Hal ini disampaikan Haris usai mengikuti rapat kerja Komisi XI dengan OJK di Jakarta, serta saat kunjungan kerja ke Semarang, Jawa Tengah.

Haris menjelaskan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), pengawasan koperasi simpan pinjam kini telah dialihkan dari Kementerian Koperasi ke OJK. 

Ia menyebutkan, kerugian masyarakat akibat koperasi bermasalah mencapai Rp23,7 triliun dengan ratusan ribu nasabah terdampak

Oleh karena itu, OJK perlu mengambil langkah tegas terkait pengawasan penuh, khususnya koperasi yang justru mengumpulkan dana dari masyarakat.

Haris berharap pengawasan oleh OJK ini lebih maksimal dari sebelumnya yang kurang menunjukan perubahan, terbukti dengan maraknya kasus koperasi bodong.

“Termasuk maraknya koperasi bodong yang tidak bisa diawasi dengan baik. Salah satu contoh ada koperasi yang baru berdiri mendapatkan penghargaan dari Departemen Koperasi. Namun, tahu-tahu koperasi tersebut tidak sehat karena gagal melakukan pembayaran kepada nasabah,” kata Haris.

Baca juga:  KemenKopUKM Tekankan Pentingnya PLUT-KUMKM Sebagai Penggerak Ekonomi Lokal

Selain itu, Harus meminta masyarakat untuk memahami konsep berkoperasi. 

Haris menegaskan bahwa koperasi simpan pinjam sebenarnya adalah kumpulan orang, bukan kumpulan modal yang tidak berkaitan dengan keberlangsungannya seperti perusahaan.

Anggota DPR RI dari daerah pemilihan (Dapil) IX Jawa Tengah ini, juga menekankan bahwa keberadaan koperasi yang mengumpulkan modal dari masyarakat itu tidak dibenarkan.

Untuk itu, pihaknya meminta kepada OJK untuk melakukan moratorium, menghentikan penerbitan izin koperasi simpan pinjam baru hingga permasalahan yang ada terselesaikan. 

Haris juga menyoroti pinjaman online ilegal yang kerap menjebak masyarakat menengah ke bawah. Ia meminta OJK lebih proaktif dalam pengawasan dan mengedukasi masyarakat agar tidak mudah tergiur investasi abal-abal.

“Kami juga menyampaikan ke OJK, soal masih maraknya investasi bodong, seperti pinjaman online dan judi online,” tutur Haris.

Terkait judi online, Haris menyebut aktivitas ini lebih berbahaya dibanding pinjol karena dampaknya menyasar masyarakat kecil. Transaksi kecil namun berulang menyebabkan kerugian besar, sementara keuntungan hanya dinikmati bandar. 

“Menurut saya memang judi online itu yang berbahaya, karena judi online ini transaksi nya kecil-kecil mulai dari 10 ribu, 15 ribu, dan yang paling besar itu 50 ribu tetapi berulang terus, artinya yang paling dirugikan itu adalah masyarakat yang paling kecil karena tidak akan ada untung dari judi dan yang pasti menang hanya bandar,” ucap Haris saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR RI ke Kota Semarang, Jawa Tengah, pada Kamis (21/11/2024).

Baca juga:  Jokowi Dorong Indonesia Jadi Pusat Industri Kelapa dengan Bioavtur

Ia menyampaikan bahwa kerugian akibat judi online diperkirakan mencapai Rp400 triliun per tahun.

Oleh karena iu, Haris meminta OJK bekerja sama dengan bank di bawah pengawasannya untuk melacak aktivitas pengguna terkait judi online. Akan tetapi, OJK menyampaikan bahwa pihaknya bukan ketua satgas penanganan judi online.

Meskipun demikian, Haris berharap bahwa oJK bisa memberi kontribusi jelas terkait kasus maraknya judi online itu.

“OJK sudah mengatakan bahwa OJK bukan menjadi ketua satgasnya, tapi harus memberikan kontribusi karena angka kerugiannya besar sekali mencapai 400 triliun lebih dalam satu tahun. Yang paling dirugikan adalah masyarakat yang paling bawah dan itu yang menjadi konsep saja,” tutur Haris. (IT/Beritakoperasi)