Jakarta, Beritakoperasi – Pengangkatan Budi Arie Setiadi sebagai Menteri Koperasi dan Ferry Juliantono sebagai Wakil Menteri disambut baik oleh berbagai pelaku koperasi di Indonesia.

Pengangkatan Menteri baru sekaligus menandakan pemisahan secara resmi Kementerian Koperasi dengan Kementerian UMKM yang diharapkan memberikan perubahan positif bagi perkembangan koperasi di Indonesia.

Abdul Majid Umar, Ketua Umum KSPPS BMT UGT Nusantara, Ketua Induk Koperasi Syariah Jakarta, Ketua Asosiasi BMT se-Indonesia (ABSINDO) turut menyatakan apresiasi atas penunjukan menteri baru tersebut.

Dalam pernyataannya, Abdul Majid Umar mengatakan, “Pertama, saya mengucapkan selamat dan sukses atas dipilihnya Menteri Koperasi, Bapak Budi Arie Setiadi, dan juga Wakil Menteri, Bapak Ferry Juliantono. Saya bangga, turut berbangga hati dan bersukacita atas dipilihnya menteri dan wakil menteri secara tersendiri, terutama dengan kabinet merah putih.”

Abdul Majid juga memberikan dukungan atas pemisahan antara koperasi dan UKM. Dengan pemisahan tersebut, Abdul Majid berharap ada perkembangan lebih baik dari koperasi dibawah kepemimpinan baru.

“Harapan kami kedepan bagaimana koperasi akan lebih baik dari sebelumnya dengan pemisahan antara koperasi dan umkm,” ungkapnya.

Baca juga:  Koperasi Kopasjadi Purwokerto, Kantor Baru Siap Fasilitasi Modal Usaha Dan Layani Biaya Pendidikan Anak

Dalam wawancara yang dilakukan secara daring, Abdul Majid mengungkapkan harapannya untuk menteri koperasi baru di Kabinet Merah Putih ini.

“Ini besar harapan kami, kebijakan-kebijakan yang kami harapkan, bagaimana koperasi sesegera mungkin mempunyai payung hukum yang tersendiri, sehingga koperasi mempunyai kekuatan dan tidak dikaitkan dengan kebijakan-kebijakan lembaga lain seperti halnya lembaga keuangan yang lain,” tuturnya.

Sebelumnya, ada kontroversi dengan aturan PermenKopUKM yang dianggap memaksa koperasi untuk berlaku sama dengan lembaga keuangan seperti perbankan.

Aturan tersebut merupakan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (PermenKopUKM) Nomor 8 Tahun 2023, tentang Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi.

Aturan itu ditentang oleh pelaku koperasi karena dianggap tidak sesuai dengan entitas koperasi yang mengedepankan elemen sosial-ekonomi anggotanya.

Perbankan yang memiliki aturan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berorientasi pada keuntungan (profit-oriented). 

Selain itu, hubungan antara bank dan nasabah bersifat komersial, dan nasabah hanya mendapatkan layanan finansial dari bank.

Keuntungan bank didistribusikan sebagai dividen kepada pemegang saham, sesuai dengan proporsi saham yang dimiliki.

Baca juga:  Sejarah Koperasi Indonesia Sejak 1886, Ternyata Ini Pendirinya

Sementera koperasi memiliki Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dibagikan kembali kepada anggota berdasarkan partisipasi mereka, bukan berdasarkan jumlah modal yang mereka miliki.

SHU ini biasanya digunakan untuk kepentingan sosial anggota atau pengembangan koperasi. Ini menjadi identitas koperasi yang berfokus mensejahterakan anggota.

Itulah alasan koperasi tidak hanya mengutamakan keuntungan finansial tetapi juga aspek sosial, seperti saling membantu di antara anggota.

Dalam lingkungan koperasi juga memiliki hubungan yang erat dengan anggota serta sistem yang mengedepankan prinsip kekeluargaan.

Abdul Majid mengatakan bahwa koperasi memiliki keunikan tersendiri, sehingga tidak bisa disamakan dengan lembaga keuangan lain.

“Karena menurut kami, koperasi ada keunikan sendiri, dimana yang dikelola koperasi bukan hanya finansial juga sosial. Jadi istilah yang kami pakai itu sosial kapital, kemudian juga ada finansial kapital. Jadi ini memang beda dengan lembaga keuangan yang lain, oleh karena itu istilah-istilah yang dipakai oleh undang-undang koperasi ataupun istilah-istilah yang dipakai dalam perkoperasian adalah dua hal tersebut. Ada unsur sosial, juga ada unsur finansial,” jelas Abdul Majid.

Baca juga:  Kontribusi Koperasi terhadap PDB Lampaui Target Meski Ribuan Koperasi Dibubarkan

Meskipun sama-sama bergerak di sektor keuangan, koperasi dan lembaga keuangan lain memiliki perbedaan mendasar dalam tujuan, regulasi, pengelolaan, dan hubungan dengan anggotanya.

Oleh karena itu, harapan Abdul Majid Umar ini agar menjadi perhatian kepemimpinan menteri dan wakil baru dalam menetapkan kebijakan yang lebih efektif kepada koperasi. (IT/Beritakoperasi)