Jakarta, Beritakoperasi – Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Jenisnya ada berbagai macam, mulai dari usaha yang dikelola secara individu maupun keluarga.

Selain ragamnya jenis usaha, UMKM juga memainkan peran krusial dalam ekonomi Indonesia. Kontribusinya meliputi penyediaan lapangan kerja, pemberdayaan ekonomi lokal, serta diversifikasi ekonomi.

Namun demikian, UMKM Indonesia masih belum mampu berkompetitif. Hal ini pernah disampaikan oleh Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Indonesia, Teten Masduki.

“UMKM yang existing hari ini ya 95 persen adalah mikro yang belum kompetitif, yang belum berteknologi dan lain sebagainya. Kita itu lebih ke survival, lebih ke ekonomi subsisten,” kata Teten Masduki.

Ia juga pernah menyebut bahwa tantangan UMKM saat ini adalah keterbatasan sumber daya, kualitas produk, kurangnya koneksi dengan teknologi, dan masalah pembiayaan.

Berbagai seruan pemerintah tentang ‘UMKM Naik Kelas” terus digaungkan, namun apa yang sudah dilakukan pemerintah?

Dalam sebuah dialog antar dialog Bramudya Prabowo dengan Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setyorinny dan Sekjen Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero dalam Profit, CNBC Indonesia (Selasa, 03/09/2024) membahas UMK Indonesia tidak mendapat dukungan pemerintah dan UMKM justru takut naik kelas.

Baca juga:  Kamarudin Batubara: Pinjaman dan Judi Online Merusak Budaya, Solusinya adalah Koperasi

Menanggapi topik tersebut, Sekjen Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero, menekankan UMKM untuk survive secara mandiri.

“Ada, atau tidak adanya bantuan dari pemerintah, kita (UMKM) harus bisa survive. Soal naik kelas atau tidak, ada banyak pelaku UMKM yang cukup puas dengan kondisi yang terjadi bagi dirinya,” kata Edy.

Edy menjelaskan bahwa pelaku UMKM saat ini didominasi mindset untuk survive dan mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bila ingin merubah mindset itu menjadi pengusaha yang berkembang, perlu bimbingan, pelatihan, dan keseriusan dalam mewujudkan perubahan itu.

Edy menekankan perlunya dukungan yang lebih konkret dari pemerintah untuk UMKM.

Disisi lain, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setyorinny, menilai bahwa meskipun pemerintah memiliki berbagai program untuk UMKM, implementasinya seringkali tidak menyasar pelaku UMKM di level bawah secara langsung.

“Banyak kegiatan pemerintah yang kita lihat di media sosial itu bagus-bagus, kegiatan ada tapi kegiatan yang bermanfaat ada gak? Setiap kita datang hanya FGD, workshop, seminar, itu yang akan hadir adalah level-level yang dia tidak turun sebagai UMKM langsung. Pasti dia memiliki orang dibawahnya,” jelas Setyorinny.

Baca juga:  Rencana Jangka Panjang KemenKopUKM dan BPKP Menuju Pertumbuhan UMKM di Indonesia Emas 2045

Ia juga menyebutkan keraguan tentang akses pembiayaan (Kredit KUR) yang diupayakan pemerintah untuk UMKM. “Birokrasi prosedurnya sulit. Bila usahanya semakin besar, terus tiba-tiba ada ormas yang akan menarik upeti mereka, belum nanti retribusi daerahnya, mereka terlindungi atau tidak?”

Setyorinny juga mengatakan bahwa pemerintah paham dengan kesulitan dan dampak dari akses pembiayaan tersebut namun memilih untuk tidak ambil tindakan.

“Yang penting anggarannya terserap,” pungkas Setyorinny.

Hermawati menggarisbawahi bahwa UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia, namun dukungan untuk memajukan UMKM dinilai tidak tepat sasaran. (IT/Beritakoperasi)