Jakarta, Beritakoperasi – Koperasi dianggap dapat berperan sebagai pendorong utama ekonomi nasional, terutama melalui revitalisasi gerakan koperasi di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Gerakan koperasi ini menyasar pada ratusan ribu Aparatur Sipil Negara (ASN) di IKN. Dengan ribuan ASN tersebut, koperasi bisa melihat peluang untuk memulai bisnis pengembangan perumahan untuk anggotanya, serta berkembang ke sektor kuliner dan jasa lainnya guna memperkuat ekonomi IKN.
Ikhwan Primanda, Wakil Ketua Komite Tetap Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) KADIN Indonesia, menyebutkan bahwa dalam 30 tahun ke depan mayoritas warga IKN nusantara adalah ASN.
“Agar jiwa IKN bisa tetap merdeka dan peradabannya tumbuh dengan baik seperti kota Wina di Austria ataupun Munchen di Jerman, maka kebijakan kota harus berpihak pada kelas menengah yang berpendidikan, produktif, dan adil. Kalau kebijakan terlalu berpihak kepada penguasaan aset/akses ekonomi oleh elite yang biasanya berlindung di balik jargon pro-rakyat, maka semangat kelas menengah untuk membangun IKN, dan jiwa IKN tidak akan sempurna merdeka,” ujar Primanda dalam keterangannya ditulis Jumat (16/8/2024).
Itu menjadi peluang besar bagi koperasi untuk mengembangkan bisnis, khususnya pada sektor perumahan. Hal ini karena konsep hunian smart-vertical-living yang diusung saat ini terbilang sangat mahal untuk kemampuan ekonomi ASN dan juga pemerintah.
Sebagai contoh, 47 tower hunian yang dibangun oleh Kementerian PUPR memerlukan biaya Rp 9,3 triliun untuk 2.820 unit, atau Rp 3,3 miliar per unit.
Jika ASN yang pindah mencapai 118.513 orang, biaya total pembangunan hunian akan sangat besar, mencapai Rp 150-390 triliun, dibandingkan dengan biaya pembangunan Kota Sejong di Korea Selatan yang mencapai US$ 130 miliar.
“Dengan sumber pendanaan dari APBN Rp 16-29 triliun per tahun untuk biaya pembangunan dan operasional IKN, maka diperkirakan IKN perlu waktu 100 tahun untuk menjadi seperti Sejong versi 2023,”
Menurut Primanda, melibatkan koperasi dalam pembangunan perumahan IKN dapat mempercepat proses pemindahan pusat pemerintahan. Yang perlu dilakukan adalah, pertama, memindahkan ASN ke hunian modular yang dapat dibangun dengan cepat.
Selanjutnya, ASN bisa membeli kavling hak milik dan membangun rumah sendiri melalui koperasi pilihan mereka. “Langkah kedua, ASN ditawari kavling hak milik @500 m2 untuk membangun sendiri perumahan bekerjasama dengan koperasi pilihannya. Dengan asumsi sebanyak enam tukang bisa menyelesaikan pembangunan 2 Rumah Sederhana Sehat Instant (RISHA) dalam waktu 7-10 hari, atau sebanyak 70 rumah dalam setahun. Dengan demikian diperlukan 1.000-an pekerja konstruksi untuk membangun 10.000 RISHA dalam satu tahun,” ungkapnya.
Sedangkan pemerintah hanya perlu memfasilitasi pembangunan infrastruktur dasar dengan anggaran sekitar Rp 2,4 triliun untuk 10.000 kavling, sehingga anggaran Rp 16 triliun per tahun dapat mempercepat perpindahan ASN dalam 12 tahun.
Dalam rencananya, koperasi ASN akan diberikan lahan perumahan seluas 3-4 ha, dan dapat membayar Rp 15-30 juta per ha. Biaya pembangunan rumah bisa ditanggung melalui KPR, dengan ASN membayar cicilan dari gaji mereka.
Selain itu, kata Primanda, konsep Koperasi Hunian ASN Nusantara ini juga menguntungkan investor superblock dan fasilitas swasta lainnya di IKN, karena akan mempercepat pertumbuhan konsumen yang mencapai 118.513 KK atau 300.000-an orang.
Tetapi agar ASN memiliki disposable income yang cukup untuk berbelanja, gaji ASN tidak boleh dihabiskan untuk membayar cicilan/sewa apartemen seharga Rp 3-5 miliar per unit. Semangat 300.000-an penghuni yang sejahtera bisa mendorong pembangunan IKN Nusantara yang tangguh dan berkelanjutan sesuai dengan ekonomi Pancasila.
“Jadi solusinya, pembangunan IKN harus dilandasi semangat Pancasila. Perwujudan semangat Pancasila tersebut adalah Koperasi ASN Nusantara,” katanya.
Dengan rencana terkait proyek hunian ini diharapkan dapat mendukung ekonomi UMKM pertukangan di seluruh Indonesia dan mempercepat pertumbuhan IKN.
Konsep Koperasi Hunian ASN Nusantara ini akan menguntungkan investor dan fasilitas swasta di IKN, memperluas pasar konsumen, dan meningkatkan kesejahteraan ASN. Tetapi tidak hanya ASN, warga non-ASN juga bisa bergabung asalkan memiliki komitmen dan produktivitas yang sama untuk bekerja membangun IKN Nusantara.
Pemerintah harus memberikan fasilitas serupa kepada koperasi seperti yang diberikan kepada investor besar agar koperasi dapat berkembang bersama korporasi swasta.
“Agar koperasi terus tumbuh, setiap kali pemerintah menerbitkan izin usaha kepada investor besar, pemerintah juga harus memberikan konsesi atau izin serupa dan fasilitas permodalan kepada koperasi. Model pembangunan koperasi berdampingan dengan korporasi swasta ini akan menjadikan perekonomian IKN tumbuh merdeka,” imbuhnya.
Transformasi ASN menuju IKN merupakan sebuah peluang besar bagi koperasi untuk mengembangkan bisnisnya. Gerakan koperasi IKN ini juga diharapkan dapat merevitalisasi koperasi di Indonesia.
Primanda berharap, dari ribuan koperasi tersebut, akan muncul jaringan koperasi besar seperti Coop di Swiss, yang dapat mengoperasikan supermarket dan lapangan pekerjaan secara luas. Koperasi di Swiss ini merupakan jaringan bisnis yang mengoperasikan 2.478 supermarket mempekerjakan >90.000 orang dengan omzet >564 triliun per tahun, tetapi dimiliki jaringan koperasi dengan anggota 2,5 juta orang.
“Swiss yang jumlah penduduknya 8,7 juta jiwa juga bisa menjadi visi Kalimantan Timur dalam 50 tahun ke depan. Bagaimana dengan korporasi besarnya? Korporasi swasta Swiss didorong bersaing di pasar global seperti Nestle, UBS, Zurich dan swasta-swasta besar Swiss sudah puluhan tahun mengalirkan devisa dari pasar global ke negara Swiss. Begitu pula seharusnya Indonesia, swasta didorong fokus memenangkan pasar global, wajib membawa pulang devisa dan menyimpannya di dalam negeri, untuk memajukan Indonesia berdampingan dengan koperasi. Biarkan sektor perumahan, retail, transportasi, pariwisata dan sektor ekonomi padat karya lainnya dikuasai koperasi,” jelas dia. (IT/Beritakoperasi)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.