Jakarta, Beritakoperasi – Reforma agraria dinilai dapat memberikan dampak lebih luas apabila pengelola lahan masyarakat dikonsolidasikan dalam wadah koperasi.

Kementerian Koperasi (Kemenkop) melihat koperasi sebagai instrumen yang mampu mengubah skema pemanfaatan tanah agar lebih produktif.

“Kalau rakyat kecil itu hanya diberikan sertifikat (sertifikat tanah untuk dikelola) tidak akan pernah bisa optimal karena hasilnya tidak jadi apa-apa, tetapi kalau dikonsolidasikan dengan baik melalui koperasi ini akan mendapatkan nilai tambah,” kata Deputi Bidang Pengembangan Talenta dan Daya Saing Koperasi Kemenkop Destry Anna Sari di Jakarta, Kamis (20/2/2025).

Reforma agraria bukan hanya soal redistribusi lahan, tetapi juga merupakan upaya untuk mendukung program swasembada pangan yang menjadi bagian dari Astacita Presiden Prabowo Subianto. 

Dengan adanya koperasi sebagai pengelola, hasil pertanian dari lahan garapan akan mencapai skala produksi yang lebih besar dan berorientasi pasar.

Lebih lanjut, Destry mengungkapkan bahwa koperasi dapat berperan dalam menjamin ketersediaan bibit dan pupuk berkualitas bagi petani. Pemerintah bahkan telah mengarahkan koperasi untuk menjadi saluran distribusi pupuk bersubsidi langsung dari produsen.

Baca juga:  Kritik Kambara Terhadap PermenKopUKM Nomor 8 Tahun 2023: Koperasi Bukan Perbankan

“Ini komitmen Kemenkop agar partisipasi masyarakatnya di arahkan dalam bentuk koperasi sesuai Astacita. Memang program reforma agraria ini belum berjalan smooth, nah ini saatnya kita menjahit kembali agar keberlanjutannya ada,” ujarnya.

Ia menilai bahwa reforma agraria saat ini masih menghadapi berbagai tantangan dalam implementasinya. 

Oleh sebab itu, Kemenkop berencana memperkuat sinergi dengan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) guna mendorong petani dan pengelola perhutanan sosial untuk bergabung dalam koperasi.

Disisi lain, Destry menilai masih banyak persoalan agraria yang telah berlangsung selama lebih dari dua dekade tanpa solusi konkret. 

“Jadi memang ada permasalahan yang sudah 25 tahun yang harus tuntas, nah kalau ini bisa dilakukan sebenarnya penguatan koperasi akan lebih masif karena legalitas para petani dan yang mengelola di kawasan hutan bisa dimonetisasi,” katanya.

Dewan Nasional KPA, Yudi Kurnia, berpandangan bahwa banyak permasalahan agraria terjadi akibat minimnya komunikasi antara pemerintah dan masyarakat lokal. 

Oleh karena itu, koperasi dapat berperan sebagai jembatan yang mempertemukan berbagai kepentingan di lapangan.

Baca juga:  Kemenkop Bersinergi dengan DPRD Jateng untuk Dorong Program Prioritas Nasional

Selain itu, Yudi menilai bahwa pengalaman negara-negara di Asia dalam mengelola reforma agraria dapat menjadi referensi bagi Indonesia. Adaptasi terhadap praktik yang sudah terbukti berhasil akan memberikan jalan keluar bagi berbagai tantangan yang masih dihadapi dalam pelaksanaan program ini. (IT/Beritakoperasi)