Jakarta, Beritakoperasi – Pemangkasan anggaran Kementerian Koperasi (Kemenkop) menjadi Rp 317,48 M berdampak pada sejumlah program, termasuk keberlanjutan 1.235 Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan (PPKL). 

Topik ini pertama dibahas oleh Rieke Diah Pitaloka, anggota Komisi VI DPR, dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI yang menanyakan terkait rencana efisiensi anggaran Kemenkop sesuai dengan acuan hukum yang tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja K/L. 

Dalam aturan tersebut, efisiensi anggaran belanja tidak termasuk dalam belanja pegawai dan belanja bantuan sosial (bansos). Pertanyaan ini muncul, usai banyaknya kabar PHK yang beredar usai pemangkasan anggaran tersebut.

“Kita sedang menjalankan politik anggaran mana kala masalah itu dampak sudah disampaikan. Saya sepakat efisiensi harus berkolerasi dengan anggaran negara yang efektif. Saya ingin bertanya apakah sudah identifikasi sesuai dasar hukum surat menkeu di mana identifikasi rencana efisiensi belanja operasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran dua? Sudahkah sesuai dengan identifikasi rencana efisiensi tidak termasuk belanja pegawai dan belanja bansos. Kami tidak mau mendengar terjadi di mitra-mitra komisi lain lalu terjadi PHK, seperti RRI, TVRI,” kata Rieke saat Rapat Kerja dengan Kementerian Koperasi, di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (12/2/2025).

Baca juga:  Kredit Macet KUR Tak Termasuk Skema Penghapusan Utang UMKM Era Prabowo

Menanggapi hal itu, Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi menyebut setidaknya ada 1.235 orang Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan (PPKL) yang akan terdampak dari adanya pemangkasan anggaran ini. 

Dia menjelaskan anggaran untuk petugas penyuluh koperasi masuk dalam anggaran barang dan jasa.

“Jadi ada 1.235 penyuluh lapangan koperasi lapangan nanti akan kita reformulasikan. Karena itu pasti akan terganggu, karena masuknya anggaran barang dan jasa sehingga dipotong, pasti itu dampak. Masuknya komponen barang dan jasa,” kata Budi Arie.

Rieke lalu mempertanyakan apakah perubahan skema berpengaruh terhadap status kepegawaian para penyuluh koperasi yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Akibat dari efisiensi anggaran ada 1.235 orang yang akan kurang lebih quote on quote PHK karena masuk dalam item barang dan jasa, demikian ya Pak?” tanya Rieke.

Budi Arie membenarkan bahwa pemangkasan anggaran mempengaruhi skema keberlanjutan penyuluh koperasi.

“Iya, betul. Betul,” katanya.

Namun, Budi menjelaskan bahwa pihaknya tidak akan melakukan PHK kepada PPKL tersebut. Hanya saja, dia berencana mereformulasi petugas yang pada anggaran sebelumnya masuk ke dalam kategori belanja barang dan jasa yang dikenai pemangkasan. 

Baca juga:  Wamenkop Sebut Koperasi Jadi Solusi Hindari Jeratan Rentenir dan Atasi Kemiskinan

“Bukan di-PHK itu PPKL, bukan di-PHK. Skemanya barang dan jasa sehingga kita ingin mengusahakan supaya tetap bisa membantu pergerakan koperasi di Indonesia,” kata Budi Arie saat ditemui wartawan usai mengikuti rapat di DPR pada Rabu (12/2/2025).

Lebih lanjut, Budi mengungkapkan bahwa reformulasi ini bertujuan untuk mempertahankan peran penyuluh koperasi dalam meningkatkan partisipasi masyarakat di sektor koperasi. 

Dengan luasnya cakupan koperasi di Indonesia, skema baru diharapkan dapat menjaga efektivitas pendampingan bagi 130 ribu koperasi yang tersebar di seluruh wilayah.

“Pentingnya untuk, untuk gini loh, kan gairah masyarakat untuk berkoperasi harus kita tingkatkan. Dan itu tentu saja masih kurang, karena kan cakupan koperasi gitu kan besar sekali, 130 ribu. Negara kita luas,” ujarnya.

Dalam wacana reformulasi ini, Kemenkop juga mempertimbangkan perubahan nama PPKL menjadi Sarjana Penggerak Koperasi. 

“Mungkin nanti kita sesuaikan misalnya sarjana penggerak koperasi atau apa. Ya nantilah,“ sambung Budi. (IT/Beritakoperasi)