Jakarta, Beritakoperasi – Dinamika pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan.
Tauhid Ahmad, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menguraikan sejumlah faktor yang menyebabkan UMKM sulit berkembang ke level usaha yang lebih besar.
Salah satu kendala utama terletak pada stagnasi permintaan produk. Kondisi ini diperburuk oleh kecenderungan sebagian pelaku UMKM yang belum menunjukkan dorongan kuat untuk memperluas skala usaha mereka.
“Itu yang kemudian memang perlu ada upaya keras untuk peningkatan literasi, perdagangan, dan sebagainya,” kata Tauhid dalam acara Outlook Ekonomi DPR dipersembahkan oleh Komisi XI DPR RI bersama detikcom dan didukung oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Pertamina (Persero), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Jakarta, Rabu (5/2/2024)
Ia juga menyebut pendampingan UMKM saat ini tidak terjadi secara signifikan dan integratif. Menurutnya, para pelaku UMKM saat ini hanya diberi pelatihan transformasi, tetapi tidak didampingi.
“Kalau kita lihat, mereka diberikan pelatihan untuk, katakanlah akses ke digital dan sebagainya, tapi pendampingan one to one itu tidak jadi. Mungkin (karena) keterbatasan anggaran, fasilitas, dan sebagainya,” jelasnya.
Persoalan lainnya, Tauhid menyebut akses permodalan bagi UMKM masih sangat terbatas. Persoalan ini juga dianggap menghambat pertumbuhan UMKM.
Tauhid juga menyoroti dominasi UMKM di sektor perdagangan, yang mencapai 40% dari total pelaku usaha kecil. Ketergantungan pada sektor ini membuat UMKM lebih rentan terhadap masuknya produk impor.
“Sehingga kalau ini nggak ada yang terjadi adalah UMKM memanfaatkan barang-barang impor. Ini yang terjadi di e-commerce, di media sosial, dan sebagainya, ketimbang kita memproduksi sendiri,” terangnya.
Dalam perbandingan dengan negara lain, rasio UMKM di Indonesia mencapai 90% dari total dunia usaha, jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain yang berada di kisaran 60-70%.
Namun, dominasi ini tidak lantas berdampak positif terhadap perekonomian jika mayoritas UMKM tetap bertahan dalam skala kecil.
Seharusnya, kata Tauhid, sebagian besar UMKM sudah naik kelas sebagai mana yang terjadi pada negara-negara lain. Dalam kondisi tersebut, ia justru mengatakan bahwa penerimaan negara akan terhambat.
“Yang baik adalah, (UMKM) yang sudah ada ini ditingkatkan menjadi kelas menengah, menjadi besar, sehingga penerimaan negara pesat. Kalau UMKM dibanyakin yang kecil-kecil, akhirnya, ya, memang bisa terjadi pemerataan, tetapi sumbangan ke ekonomi, ke yang lain, itu yang menjadi kurang,” tutupnya. (IT/Beritakoperasi)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.