Jakarta, Beritakoperasi – Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, mengungkap total kerugian dari delapan koperasi bermasalah mencapai Rp 26 triliun.
Budi Arie menyatakan pemerintah tidak akan memberikan dana talangan (bailout) kepada delapan koperasi bermasalah. Ia menyebut negara tidak memiliki kewajiban hukum untuk memberikan bailout terhadap koperasi-koperasi tersebut.
“Karena secara hukum dan undang-undang, kami enggak ada kewajiban melakukan bailout. Itu kan hubungan dagang biasa,” ujar Budi Arie mengungkap alasan tidak adanya bailout saat konferensi pers di Kementerian Koperasi pada Kamis, 30 Januari 2025.
Budi mengibaratkan koperasi bermasalah ini seperti transaksi dagang. Ketika seseorang mengalami kerugian akibat penipuan dalam jual beli, tanggung jawab utama tetap berada pada pelaku transaksi, bukan negara.
Alih-alih memberikan suntikan dana, pemerintah memilih mekanisme mediasi untuk mendorong tingkat recovery rate setinggi mungkin, guna memastikan ada skema pemulihan bagi anggota yang terdampak.
Hal tersebut dikarenakan aset yang dimiliki delapan koperasi itu tak sebanding dengan kerugian yang dialami para anggota.
“Kalau bisa 100 persen bagus, tapi kalau di bawah itu paling enggak kami sudah memberitahu bahwa ini ada risiko enggak 100 persen balik, karena asetnya enggak sebanding,” ujar Budi Arie.
Adapun menurut dia, dalam menangani kasus delapan koperasi bermasalah ini, Kementerian Koperasi melakukan empat identifikasi yakni identifikasi nilai aset, identifikasi tata kelola, keanggotaan, serta identifikasi homologasi.
Nantinya skema pembayaran kerugian ditentukan sesuai hasil homologasi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Untuk menanggulangi permasalahan ini, Kemenkop membentuk Satuan Tugas (Satgas) Revitalisasi Koperasi Bermasalah, sebuah tim ad hoc lintas kementerian yang bertugas merumuskan strategi penyelesaian koperasi gagal bayar.
Fokus utama Satgas ini adalah memprioritaskan pengembalian simpanan anggota koperasi, bukan sekadar restrukturisasi koperasi itu sendiri.
“Dengan tujuan mengutamakan pembayaran simpanan para anggota koperasi,” ucap Budi Arie dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 25 Januari 2025.
Sebelumya, pernyataan pemerintah yang tidak wajib melakukan bailout terhadap 8 koperasi bermasalah pernah disampaikan oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) 2019-2024 Teten Masduki.
Alih-alih bailout, Teten mengatakan, mekanisme penyelesaian koperasi gagal bayar bisa melalui putusan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
“Jadi karena koperasi berbeda dengan bank, tidak ada mekanisme bailout, tidak ada perlindungan penyimpanan terhadap penyimpan di koperasi. Jadi memang satu-satunya adalah bagaimana mengefektifkan putusan di PKPU,” ujar Teten dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa, 14 Februari 2023.
Untuk menghindari kejadian serupa di masa depan, pemerintah tengah menggodok regulasi yang akan mewajibkan koperasi simpan pinjam memiliki standar laporan akuntansi keuangan yang lebih transparan.
Selain itu, dalam pembahasan RUU Perkoperasian, lembaga penjamin simpanan anggota koperasi menjadi salah satu poin penting yang diusulkan.
Pembentukan lembaga penjamin simpanan anggota koperasi ini bertujuan agar anggota koperasi tidak lagi menghadapi risiko kehilangan dana akibat pengelolaan yang buruk atau praktik investasi yang merugikan.
Adappun untuk memperkuat pengawasan terhadap koperasi bermasalah, Kemenkop meresmikan Pos Pengaduan Koperasi sebagai jalur komunikasi terhadap kebutuhan masyarakat khususnya koperasi.
Keberadaan pos ini untuk merespons keluhan masyarakat sekaligus memperkuat pengawasan terhadap koperasi bermasalah.
Delapan koperasi yang gagal bayar sampai triliunan rupiah, yakni:
- KSP Indosurya Cipta – Rp13,8 triliun
- KSP Sejahtera Bersama – Rp8,6 triliun (aset hanya Rp1,3 triliun)
- KSP Intidana – Rp930 miliar
- Koperasi Lima Garuda – Rp570 miliar
- Koperasi Timur Pratama Indonesia – Rp400 miliar
- KSP Pracico Inti Utama – Rp623 miliar
- Koperasi Pracico Inti Sejahtera – Rp763 miliar
- Koperasi Jasa Berkah Wahana Sentosa – Rp226 miliar
Diketahui krisis yang menjerat koperasi ini bermula sejak awal pandemi Covid-19, ketika sejumlah koperasi gagal memenuhi kewajibannya kepada anggota. (IT/Beritakoperasi)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.