Beredar Draft RUU Perkoperasian, Suroto : Undang-Undang Kemunduran Koperasi Indonesia

Sejak kemarin beredar Draft RUU Perkoperasian yang baru di beberapa grup koperasi. Draft ini berbentuk PDF berjudul Draft Rancangan Undang-Undang Perkoperasian Tahun 2022. Draft dengan logo Kemenkopukm ini mendapat perhatian dari berbagai pihak, terutama tokoh-tokoh perkoperasian di Indonesia. Suroto, pengamat perkoperasian dan ekonomi kerakyatan menyebutnya justru Undang-Undang Kemunduran Koperasi Indonesia. Ia mencatat ada hal serius yang dapat melemahkan koperasi Indonesia.

Beredar Draft RUU Perkoperasian, Suroto : Undang-Undang Kemunduran Koperasi Indonesia

Beritakoperasi, Jakarta – Sejak kemarin beredar Draft RUU Perkoperasian yang baru di beberapa grup koperasi. Draft ini berbentuk PDF berjudul Draft Rancangan Undang-Undang Perkoperasian Tahun 2022. Draft dengan logo Kemenkopukm ini mendapat perhatian dari berbagai pihak, terutama tokoh-tokoh perkoperasian di Indonesia.

Suroto, pengamat perkoperasian dan ekonomi kerakyatan menyebutnya justru Undang-Undang Kemunduran Koperasi Indonesia. Ia mencatat ada hal serius yang dapat melemahkan koperasi Indonesia.

Suroto, Pengamat Koperasi dan Ekonomi Kerakyatan 

Draft RUU Perkoperasian yang sedang disusun oleh Pemerintah ini menunjukkan bahwa negara masuk intervensi terlalu banyak padahal koperasi itu self- regulated organization.  “Ini  adalah mainan dan proyekan pemerintah juga elit” katanya.

“Demokrasi dibunuh dengan wadah tunggal Dekopin/Dewan Koperasi Indonesia, lebih buruk posisinya dari UU sebelumnya karena langsung direkognisi di UU dan koperasi diwajibkan bayar  iuran ke Dekopin. Ini sudah pemberangusan demokrasi dan posisikan Dekopin jadi seperti petugas pajak. Koperasi maju karena organisasi gerakan itu sifatnya non goverment obligation” ujarnya melalui keterangan tertulis.

“Koperasi dinterprestasikan "badan hukum" dan kalau tidak badan hukum kamu dipenjara dan ini juga sama dengan legalisasi rentenir baju koperasi asal sudah berbadan hukum dan potensi rusak citra koperasi jadi lebih buruk” tegasnya lagi.

Sebetulnya ia menilai masih ada pelemahan koperasi dari RUU Perkoperasian yang baru ini. (Diah S/Beritakoperasi)

Mari kita simak bersama isi Draft Rancangan RRU Perkoperasian 2022 di bawah ini :

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

 

NOMOR … TAHUN … TENTANG PERKOPERASIAN

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang: a. bahwa koperasi merupakan bagian penting dari tata penyelenggaraan ekonomi nasional untuk mewujudkan demokrasi ekonomi Indonesia sehingga perlu disusun system perekonomian nasional yang mengutamakan usaha bersama dan asas kekeluargaan agar mampu mengelola sumber daya ekonomi dalam rangka melindungi,    mencerdaskan,    dan                                                               menyejahterakan anggota maupun masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan, berlandaskan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  1. bahwa berdasarkan tuntutan perubahan kondisi masyarakat         yang berkembang baik secara nasional maupun global diperlukan keberpihakan kebijakan demokrasi ekonomi yang memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat melalui koperasi sebagai pilar utama ekonomi nasional;
  2. bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sebagai dasar pengembangan koperasi perlu disesuaikan dengan kebutuhan hukum, perkembangan kondisi masyarakat, dan kebijakan regulasi saat ini sehingga perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perkoperasian.

 

Mengingat:       1.  Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat

(4) Undang-Undang Dasar Negara  Republik  Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi;

 

 

Dengan Persetujuan Bersama

 

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

MEMUTUSKAN:

 

Menetapkan:             UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN.

 

BAB I KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Koperasi adalah asosiat orang yang bersatu secara sukarela dan bersifat otonom untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya secara bersama melalui perusahaan yang diselenggarakan secara demokratis berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong.
  2. Perkoperasian   adalah    seluruh    aspek    yang    menyangkut    kehidupan Koperasi.
  3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang.
  4. Koperasi    Sekunder      adalah     Koperasi     yang     didirikan     oleh     dan beranggotakan Koperasi.
  5. Koperasi    Syariah     adalah     Koperasi    yang    didirikan,                     dikelola,   dan menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
  6. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perkoperasian berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
  7. Anggota Koperasi yang selanjutnya disebut Anggota adalah orang seorang atau Koperasi bagi Koperasi Sekunder.
  8. Rapat Anggota adalah perangkat organisasi Koperasi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
  9. Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi.
  10. Pengawas adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab mengawasi kebijakan organisasi dan usaha.
  11. Anggaran Dasar adalah aturan tertulis sebagai dasar pendirian dan pengelolaan Koperasi yang disusun berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  12. Iuran Pokok adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh Anggota kepada Koperasi pada saat masuk menjadi Anggota.
  13. Modal Anggota adalah sejumlah uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang dibayarkan oleh Anggota kepada Koperasi dengan jumlah dan waktu tertentu, sebagai modal Koperasi.

 

 

  1. Hibah adalah pemberian uang dan/atau barang kepada Koperasi dengan sukarela dan tidak mengikat sebagai modal Koperasi.
  2. Surplus Hasil Usaha Koperasi adalah pendapatan Koperasi  dalam  1 (satu) tahun buku setelah dikurangi beban pokok, beban  operasional, dan beban Perkoperasian.
  3. Cadangan adalah kekayaan bersih yang disisihkan dari surplus hasil usaha untuk menutup kerugian, mengembangkan usaha Koperasi, dan/atau menjamin kesinambungan modal Koperasi.
  4. Penyertaan adalah sejumlah uang dan/atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang disetorkan oleh perorangan dan/atau badan hukum untuk menambah pendanaan kegiatan usaha tertentu Koperasi.
  5. Restrukturisasi Koperasi adalah proses mengubah struktur Koperasi untuk penyehatan usaha, pengembangan, dan/atau efisiensi Koperasi yang mencakup usaha, kelembagaan, utang, dan modal sesuai dengan kepentingan Anggota.
  6. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 1 (satu) Koperasi atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Koperasi lain, yang mengakibatkan hak dan kewajiban dari Koperasi yang menggabungkan diri beralih kepada Koperasi yang menerima Penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Koperasi yang menggabungkan diri berakhir.
  7. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) Koperasi atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan 1 (satu) Koperasi baru yang memperoleh hak dan kewajiban dari Koperasi yang meleburkan diri dan selanjutnya status badan hukum  Koperasi yang meleburkan diri berakhir.
  8. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan  oleh  Koperasi untuk memisahkan kegiatan usaha yang mengakibatkan sebagian  hak dan kewajiban Koperasi beralih kepada 1 (satu) Koperasi atau lebih sebagai hasil dari Pemisahan.
  9. Pengintegrasian adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 3 (tiga) Koperasi atau lebih yang mengintegrasikan diri dengan mendirikan 1 (satu) Koperasi Sekunder yang berfungsi sebagai induk usaha bersama yang dapat memiliki 1 (satu) badan hukum lain atau lebih.
  10. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan Perkoperasian yang bersifat terpadu untuk memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi menuju tercapainya cita-cita dan tujuan Koperasi.
  11. Hari adalah hari kerja.
  12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.
  13. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  14. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

 

 

Pasal 2

Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

Pasal 3

Koperasi berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong.

 

Pasal 4

Koperasi bertujuan melindungi, mencerdaskan, dan memajukan kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut mewujudkan demokrasi ekonomi.

 

Pasal 5

Peran Koperasi adalah:

    1. membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial, dan budaya;
    2. aktif dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan masyarakat;
    3. memperkukuh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai pelaku utama ekonomi nasional;
    4. mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong; dan
    5. menjadi mitra Pemerintah Pusat, mitra Pemerintah Daerah, mitra sejajar usaha swasta, serta mitra sejajar badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah dalam rangka mempercepat penurunan tingkat kesenjangan sosial dan ekonomi  untuk  mewujudkan  keadilan  sosial dan ekonomi, meningkatkan peluang dan lapangan kerja, serta meningkatkan pembangunan berkelanjutan.

 

BAB II

NILAI DAN PRINSIP

 

Pasal 6

  1. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Koperasi melaksanakan dan mengembangkan kegiatan dan usaha berdasarkan nilai dan prinsip Koperasi.
  2. Nilai Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. menolong diri sendiri;
    2. kemandirian;
    3. kebersamaan;
    4. gotong royong;
    5. demokratis;
    6. keterbukaan;
    7. kebaruan;
    8. keadilan; dan
    9. tanggung jawab.

 

 

  1. Selain  nilai  Koperasi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2),                                                                                                                         Anggota Koperasi juga menjunjung nilai-nilai etika:
    1. kejujuran;
    2. kesetaraan;
    3. tanggung jawab bersama;
    4. pengakuan; dan
    5. kepedulian terhadap orang lain.
  2. Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. keanggotaan sukarela dan terbuka;
    2. pengendalian        oleh       Anggota        diselenggarakan         secara demokratis;
    3. partisipasi ekonomi anggota;
    4. otonomi dan kemandirian;
    5. pendidikan, pelatihan, dan informasi;
    6. kerja sama antar koperasi; dan
    7. kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.

 

BAB III

STATUS, BENTUK, PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR, PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAN PENGUMUMAN

 

Kesatu

Status dan Bentuk Koperasi

 

Pasal 7

  1. Koperasi merupakan badan hukum.
  2. Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

 

Pasal 8

Koperasi dapat berbentuk:

  1. Koperasi Primer; atau
  2. Koperasi Sekunder.

 

Pasal 9

Koperasi Sekunder menjalankan fungsi subsidiaritas untuk mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi Anggotanya.

 

Bagian Kedua Pendirian

 

Pasal 10

  1. Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 9 (sembilan) orang.
  2. Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi.

 

Pasal 11

  1. Pendirian Koperasi dilakukan melalui rapat pendirian yang dihadiri oleh pendiri.

 

 

  1. Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan dengan akta pendirian yang dibuat oleh notaris dalam bahasa Indonesia.

 

Pasal 12

  1. Akta pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain yang berkaitan dengan pendirian Koperasi.
  2. Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
    1. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan bagi pendiri Koperasi Primer atau nama, tempat kedudukan, dan alamat lengkap, serta nomor dan tanggal pengesahan badan hukum Koperasi bagi pendiri Koperasi Sekunder; dan
    2. susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan Pengawas dan Pengurus yang pertama kali diangkat.

 

Pasal 13

  1. Akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) disampaikan oleh kuasa pendiri melalui notaris kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu paling lama 14 (empat belas) Hari sejak akta pendirian ditandatangani.
  2. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum mengesahkan akta pendirian sebagai badan hukum dalam waktu paling lama 3 (tiga) Hari sejak permohonan diterima.

 

Pasal 14

  1. Dalam hal setelah akta pendirian Koperasi disahkan, Anggota Koperasi berkurang dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Koperasi yang bersangkutan wajib memenuhi jumlah minimal keanggotaan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)  bulan  sejak  dihapusnya Anggota dari buku daftar Anggota.
  2. Koperasi wajib melaksanakan usaha dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal pengesahan akta pendirian Koperasi.

 

Bagian Ketiga Anggaran Dasar

 

Pasal 15 Anggaran Dasar memuat paling sedikit:

  1. nama dan tempat kedudukan;
  2. nama dan domisili pendiri;
  3. tujuan dan usaha Koperasi;
  4. jangka waktu berdirinya Koperasi;
  5. ketentuan mengenai Anggota, Pengurus, dan Pengawas;
  6. ketentuan mengenai Rapat Anggota;
  7. ketentuan mengenai Dewan Pengawas Syariah bagi Koperasi Syariah;
  8. ketentuan mengenai model tata kelola organisasi Koperasi;
  9. ketentuan mengenai jumlah modal dasar dan jumlah modal pendirian Koperasi;

 

 

  1. ketentuan mengenai pengelolaan aset, modal, dan utang Koperasi;
  2. ketentuan mengenai pembagian surplus hasil usaha dan pembebanan defisit hasil usaha;
  1. ketentuan     mengenai     laporan    pertanggungjawaban                         Pengurus     dan Pengawas;
  1. ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
  2. ketentuan       mengenai       pembubaran,       Penggabungan,        Peleburan, Pemisahan, dan Pengintegrasian;
  3. ketentuan mengenai sanksi; dan
  4. ketentuan        mengenai       pendidikan,        pelatihan,        dan        informasi Perkoperasian.

 

Pasal 16

  1. Koperasi tidak boleh memakai nama yang:
    1. telah dipakai secara sah oleh Koperasi lain;
    2. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; dan/atau
    3. sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga Pemerintah Pusat, lembaga Pemerintah Daerah, atau lembaga internasional, kecuali apabila mendapat izin dari lembaga yang bersangkutan.
  2. Nama Koperasi harus didahului dengan kata “Koperasi”.
  3. Nama Koperasi Sekunder harus didahului dengan kata ”Koperasi” dan

diakhiri dengan singkatan dalam tanda kurung ”(Skd)”.

  1. Sebelum mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian, pendiri atau notaris terlebih dahulu  mengajukan permohonan  persetujuan nama Koperasi kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
  2. Setiap orang dilarang memakai kata “Koperasi” sebagai nama badan usaha yang berbentuk selain badan hukum Koperasi.
  3. Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai   pemakaian   nama   Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat  (1),  ayat  (2),  ayat  (3),  dan  ayat  (5) serta tata cara pengajuan permohonan pengesahan akta pendirian sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (4)  diatur  dalam   Peraturan Pemerintah.

 

Bagian  Keempat Perubahan Anggaran Dasar

 

Pasal 17

  1. Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 hanya boleh diubah oleh Rapat Anggota.
  2. Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam rangka pengembangan usaha dan Restrukturisasi Koperasi.
  3. Koperasi yang telah dicabut izin usahanya atau Koperasi dalam pengawasan khusus tanpa persetujuan pejabat yang berwenang dilarang melakukan Perubahan Anggaran Dasar.

 

 

Pasal 18

  1. Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dapat dilakukan terhadap:
    1. nama Koperasi;
    2. tujuan dan usaha Koperasi;
    3. modal dasar dan/atau modal pendirian;
    4. model tata kelola organisasi Koperasi;
    5. Penggabungan,       Peleburan,       Pemisahan,       dan                                    Pengintegrasian; dan/atau
    6. jangka waktu berdirinya Koperasi.
  2. Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat pengesahan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
  3. Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia.
  4. Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak tanggal pengesahan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh Koperasi dengan kriteria Klasifikasi Usaha diatur dalam Peraturan Menteri.

 

Pasal 19

  1. Dalam hal perubahan Anggaran Dasar terkait dengan jangka waktu berdirinya Koperasi, Pengurus berdasarkan keputusan Rapat Anggota dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu berdirinya Koperasi kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
  2. Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) Hari sebelum jangka waktu berdirinya Koperasi berakhir.
  3. Keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari setelah permohonan diterima dengan lengkap.
  4. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menteri yang menyelenggarakan urusan peme rintahan di bidang hukum tidak memberikan keputusan, keputusan Rapat Anggota mengenai perpanjangan jangka waktu berdirinya Koperasi dianggap sah.
  5. Dalam hal menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum tidak menetapkan keputusan  sebagaimana  dimaksud pada ayat (4), perubahan Anggaran Dasar mulai berlaku sejak 1 (satu) Hari setelah keputusan Rapat Anggota dianggap sah sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

 

Pasal 20

  1. Perubahan Anggaran Dasar Koperasi selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) harus diberitahukan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak akta

 

 

perubahan Anggaran Dasar dibuat dan ditandatangani.

  1. Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak tanggal diterbitkannya surat pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

 

Pasal 21

Permohonan pengesahan atas perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ditolak apabila:

  1. bertentangan dengan ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar; dan/atau
  2. isi perubahan Anggaran Dasar bertentangan dengan ketentuan peraturan   perundang-undangan,   ketertiban                                                                                                           umum, dan/atau kesusilaan.

 

Bagian Kelima Pengumuman

 

Pasal 22

  1. Keputusan pengesahan akta pendirian Koperasi dan pengesahan akta perubahan Anggaran Dasar diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
  2. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri.

 

Pasal 23

Koperasi dapat mengajukan permohonan pengumuman Anggaran Dasar Koperasi dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia kepada Menteri.

 

Pasal 24

Koperasi dalam menyelenggarakan tata organisasi, administrasi, dan transaksi dapat berbasis elektronik dan digital sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 25

  1. Menteri menyelenggarakan daftar umum Koperasi.
  2. Daftar umum Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka untuk umum.

 

Pasal 26

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pendirian, Anggaran Dasar, perubahan Anggaran Dasar, dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 25 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

 

BAB IV KEANGGOTAAN

Pasal 27

  1. Anggota terdiri atas orang seorang atau Koperasi yang bergabung secara sukarela.
  2. Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau Koperasi Indonesia.
  3. Anggota merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa Koperasi.
  4. Setiap     Anggota    berhak    mendapatkan     pendidikan,                 pelatihan, dan informasi Perkoperasian dari Koperasi.
  5. Keanggotaan Koperasi wajib dicatat dalam buku daftar Anggota.
  6. Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan.

 

Pasal 28

  1. Selain Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), Anggota Koperasi dapat berupa kelompok pihak Anggota.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai Koperasi yang memiliki Anggota dalam bentuk kelompok pihak Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

 

Pasal 29

Ketentuan mengenai persyaratan, hak, dan kewajiban Anggota diatur dalam Anggaran Dasar.

 

Pasal 30

  1. Koperasi menjatuhkan sanksi kepada Anggota yang:
    1. tidak mematuhi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan keputusan Rapat Anggota; atau
    2. tidak    berpartisipasi   aktif    dalam    kepemilikan    dan              usaha                   yang diselenggarakan oleh Koperasi.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Dasar.

 

BAB V PERANGKAT ORGANISASI

 

Bagian Kesatu Umum

 

Pasal 31

  1. Koperasi memiliki perangkat organisasi yang terdiri atas:
    1. Rapat Anggota;
    2. Pengurus; dan
    3. Pengawas.
  2. Selain memiliki perangkat organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Koperasi Syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah.

 

 

Bagian Kedua Rapat Anggota

 

Pasal 32

Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.

 

Pasal 33

Rapat Anggota wajib diselenggarakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

 

Pasal 34

Rapat Anggota berwenang:

  1. menetapkan kebijakan umum Koperasi;
  2. menetapkan dan mengubah Anggaran Dasar;
  3. memilih, mengangkat, memberhentikan, dan mengganti Pengurus dan Pengawas;
  4. mengangkat,     menetapkan,     dan    memberhentikan    dewan    pengawas syariah untuk Koperasi Syariah;
  5. menetapkan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
  6. menetapkan        rencana       pendidikan,        pelatihan,        dan       informasi Perkoperasian;
  7. menerima atau menolak pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas;
  8. menetapkan perubahan modal dasar;
  9. menetapkan pembagian surplus hasil usaha dan laba usaha serta pembebanan defisit dan/atau rugi usaha;
  10. menetapkan    batas    maksimum    utang    yang   dapat                            dilakukan                     oleh Pengurus untuk dan atas nama Koperasi;
  11. menetapkan Penyertaan pada kegiatan usaha Koperasi;
  12. menetapkan investasi Koperasi;
  13. menetapkan    Penggabungan,    Peleburan,    Pemisahan,                            Pengintegrasian, dan pembubaran Koperasi; dan
  14. menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh Undang- Undang ini.

 

Pasal 35

  1. Rapat Anggota diselenggarakan oleh Pengurus.
  2. Rapat Anggota dihadiri oleh Anggota, Pengurus, dan Pengawas.
  3. Selain dihadiri oleh Anggota, Pengurus, dan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Rapat Anggota Koperasi Syariah dihadiri oleh dewan pengawas syariah.

 

Pasal 36

  1. Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
  2. Dalam hal tidak diperoleh keputusan berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
  3. Setiap Anggota memiliki 1 (satu) hak suara dalam Rapat Anggota.

 

 

  1. Hak suara Anggota Koperasi Sekunder diatur secara proporsional dalam Anggaran Dasar berdasarkan jumlah Anggota masing-masing.
  2. Pada setiap penyelenggaraan Rapat Anggota harus dibuat berita acara yang dilampiri risalah Rapat Anggota dan ditandatangani oleh pimpinan rapat.

 

Pasal 37

  1. Koperasi menyelenggarakan Rapat Anggota dengan cara daring dan/atau luring.
  2. Rapat Anggota dapat menetapkan pimpinan Rapat Anggota berikutnya, dan berhak meminta Pengurus untuk menyelenggarakan Rapat Anggota berikutnya.

 

Pasal 38

  1. Koperasi Primer yang jumlah Anggotanya paling sedikit 100 (seratus) orang dan/atau yang mengalami kendala geografis dapat menyelenggarakan Rapat Anggota melalui delegasi Anggota.
  2. Ketentuan mengenai Rapat Anggota melalui delegasi Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Dasar.

 

Pasal 39

  1. Rapat Anggota sah apabila:
    1. dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) dari jumlah Anggota yang tercatat dalam daftar Anggota; dan
    2. dilaksanakan sesuai dengan persyaratan dan tata cara Rapat Anggota yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
  2. Keputusan Rapat Anggota yang diselenggarakan untuk memutuskan perubahan nama, tujuan, usaha, jangka waktu berdirinya Koperasi, Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, Pengintegrasian, atau pembubaran dinyatakan sah apabila disetujui oleh paling sedikit  2/3 (dua per tiga) dari jumlah Anggota yang hadir.
  3. Keputusan Rapat Anggota di luar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan sah apabila disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) dari jumlah Anggota yang hadir.

 

Pasal 40

  1. Rapat          Anggota         yang         diselenggarakan         untuk          meminta pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas yang dilaksanakan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun disebut dengan Rapat Anggota Tahunan.
  2. Rapat Anggota Tahunan Koperasi Primer diselenggarakan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tahun buku Koperasi berakhir.
  3. Rapat Anggota Tahunan Koperasi Sekunder diselenggarakan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tahun buku Koperasi berakhir.
  4. Koperasi yang tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)  dikenai sanksi administratif berupa:
    1. peringatan tertulis paling banyak 2 (dua) kali; dan/atau
    2. larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus atau Pengawas Koperasi.

 

 

  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan dan pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

Pasal 41

  1. Selain Rapat Anggota atau Rapat Anggota Tahunan, Koperasi dapat menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa.
  2. Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan bila:
    1. Pengurus tidak menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39; atau
    2. Keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenang pengambilannya ada pada Rapat Anggota.
  3. Penyelenggaraan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas:
    1. prakarsa Pengurus atau
    2. permintaan paling sedikit 1/5 (satu per lima) jumlah Anggota.
  4. Permintaan Anggota kepada Pengurus untuk menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat  (2)  diajukan secara tertulis dengan disertai alasan dan daftar tanda tangan Anggota.
  5. Rapat Anggota Luar Biasa yang diselenggarakan atas permintaan Anggota hanya dapat membahas masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
  6. Dalam hal pengurus menolak dan/atau tidak menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka atas permintaan Anggota, Menteri dapat melakukan pemeriksaan atas penolakan pengurus.
  7. Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri dapat memerintahkan Pengawas untuk membentuk panitia Rapat Anggota Luar Biasa.
  8. Dalam hal pengawas menolak membentuk panitia Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) maka Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, atas rekomendasi Menteri mengajukan permintaan kepada Ketua Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Koperasi.

 

Pasal 42

  1. Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 ayat (8) dapat memberikan izin untuk membentuk panitia Rapat Anggota Luar  Biasa dan melaksanakan Rapat Anggota Luar Biasa.
  2. Dalam hal Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa diselenggarakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengadilan dapat memerintahkan Pengurus dan/atau Pengawas untuk hadir.
  3. Apabila perintah Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilaksanakan, Ketua Pengadilan dapat memaksa Pengurus dan/atau Pengawas untuk hadir.
  4. Penetapan Ketua Pengadilan mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir.

 

 

 

Pasal 43

  1. Keputusan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat
    1. dianggap sah apabila disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) jumlah suara yang sah.
    2. Dalam hal kuorum Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, atas permohonan Pengurus kuorum ditetapkan oleh Ketua Pengadilan.

 

Pasal 44

Rapat Anggota Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan wewenang Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.

 

Pasal 45

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penyelenggaraan Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 44 diatur dalam Anggaran Dasar.

 

Bagian Ketiga Pengurus

 

Pasal 46

  1. Pengurus dipilih dari dan oleh Anggota dalam Rapat Anggota.
  2. Pengurus  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)   harus    memenuhi persyaratan:
    1. telah menjadi Anggota Koperasi paling sedikit 2 (dua) tahun dan aktif sebagai Anggota;
    2. memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman tentang pengelolaan organisasi dan usaha;
    3. tidak pernah dinyatakan pailit;
    4. tidak pernah menjadi Pengawas atau Pengurus suatu Koperasi, komisaris, atau direksi suatu perusahaan yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan Koperasi  atau perusahaan  itu  dinyatakan pailit; dan
    5. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan Koperasi, perusahaan, keuangan negara, dan/atau sektor keuangan lain, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
    6. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan/atau semenda sampai derajat kedua dengan Pengawas.
  3. Dalam hal pendirian Koperasi baru, persyaratan Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dikecualikan.
  4. Masa jabatan Pengurus untuk 1 (satu) kali periode paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali periode berikutnya.
  5. Pengurus dilarang merangkap jabatan sebagai Pengawas atau dewan pengawas syariah pada Koperasi yang sama.

 

 

  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan termasuk pengangkatan kembali, jangka waktu kepengurusan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar.

 

Pasal 47

  1. Ketentuan     mengenai    susunan,      pembagian    tugas,     dan     wewenang Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar.
  2. Remunerasi setiap Pengurus ditetapkan oleh Rapat Anggota.

 

Pasal 48

  1. Pengurus Koperasi Sekunder dipilih dari perwakilan Koperasi.
  2. Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pengurus yang diberi mandat untuk mewakili Koperasinya.

 

Pasal 49

  1. Pengurus bertugas:
    1. mengelola Koperasi berdasarkan Anggaran Dasar;
    2. mendorong dan memajukan usaha Anggota;
    3. menyusun rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
    4. menyusun laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
    5. menyusun rencana dan menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan informasi Perkoperasian;
    6. menyelenggarakan  pembukuan  keuangan  dan  inventaris                                                                                                          secara tertib;
    7. menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien;
    8. memelihara:
      1. buku daftar Anggota;
      2. buku daftar Pengawas;
      3. buku daftar Pengurus;
      4. buku daftar Iuran Pokok dan Modal Anggota;
      5. risalah Rapat Anggota; dan
      6. dokumen atau catatan penting yang berkaitan dengan kegiatan Koperasi.
    9. menyusun laporan pertanggungjawaban;
    10. menyampaikan laporan perkembangan kelembagaan, usaha, dan keuangan secara berkala kepada Menteri/gubernur/bupati/wali kota/lembaga pengawas simpan pinjam;
    11. melakukan upaya lain untuk kepentingan, kemanfaatan, dan kemajuan Koperasi sesuai dengan wewenang dan/atau keputusan Rapat Anggota;
    12. memberikan keterangan kepada pihak yang melakukan pengawasan eksternal jika diperlukan; dan
    13. memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dapat berbentuk fisik atau elektronik

 

 

  1. Pengurus berwenang:
    1. memutuskan penerimaan dan penolakan Anggota baru serta pemberhentian Anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;
    2. mengangkat dan memberhentikan karyawan;
    3. mewakili Koperasi di dalam maupun di  luar  pengadilan sesuai dengan batasan yang ditetapkan Undang-Undang dan Anggaran Dasar;
    4. melakukan perjanjian kerja sama dengan Koperasi, badan usaha, dan/atau lembaga lainnya;
    5. menjatuhkan sanksi kepada Anggota sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar; dan
    6. memanfaatkan jasa audit dari akuntan publik.
  2. Wewenang Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan wewenang lainnya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
  3. Laporan pertanggungjawaban Pengurus disusun berdasarkan pelaksanaan tugas Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan wewenang Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan disampaikan kepada Rapat Anggota.

 

Pasal 50

  1. Pengurus yang tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 pada ayat (1) dikenai sanksi administratif oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah berupa:
    1. teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali;
    2. larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus Koperasi.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan dan pelaksanaan sanksi administratif kepada Pengurus yang tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

Pasal 51

  1. Pengurus tidak berwenang mewakili Koperasi apabila:
    1. terjadi perkara di depan pengadilan antara Koperasi dengan Pengurus yang bersangkutan; atau
    2. Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Koperasi.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pihak yang berwenang mewakili Koperasi dalam hal Pengurus tidak berwenang mewakili Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Dasar.

 

Pasal 52

  1. Pengurus melaksanakan tugas dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Koperasi.
  2. Pengurus bertanggung jawab atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan pencapaian tujuan Koperasi kepada Rapat Anggota.
  3. Pengurus secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menanggung kerugian yang diderita oleh Koperasi, akibat tindakan yang dilakukan secara sengaja atau lalai, dengan harta pribadinya.

 

 

  1. Pengurus yang dengan sengaja atau lalai mengakibatkan kerugian pada Koperasi dapat digugat ke pengadilan oleh Pengawas dan/atau sejumlah Anggota yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) Anggota atas nama Koperasi.

 

Pasal 53

  1. Pengurus    harus    terlebih   dahulu     mendapatkan                       persetujuan           Rapat Anggota dalam hal Koperasi:
    1. mengalihkan aset atau kekayaan tetap Koperasi untuk nilai tertentu yang diatur dalam Anggaran Dasar;
    2. menjadikan jaminan utang atas aset atau kekayaan Koperasi;
    3. mengajukan pinjaman;
    4. menerbitkan obligasi atau surat utang lainnya;
    5. melakukan investasi pada pihak lain yang berisiko dan nilainya berpotensi mengganggu likuiditas Koperasi;
    6. mendirikan Koperasi Sekunder;
    7. mendirikan dan/atau memiliki perusahaan;
    8. melakukan      Penggabungan,      Peleburan,     Pemisahan,      Pembagian,

Pemecahan, dan Pengintegrasian; dan/atau

    1. melakukan hal lain yang diatur dalam Anggaran Dasar.
  1. Ketentuan mengenai batasan pengalihan aset, jaminan utang atas aset atau kekayaan, pengajuan pinjaman, penerbitan surat utang, dan investasi paling banyak yang dapat menjadi wewenang Pengurus diatur lebih lanjut dalam Anggaran Dasar.

 

Pasal 54

Pengurus dilarang mengatasnamakan segala bentuk aset Koperasi atas nama pribadinya atau pihak lain.

 

Pasal 55

  1. Pengurus dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan disebutkan alasannya.
  2. Keputusan untuk memberhentikan Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam Rapat Anggota.
  3. Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan berakhirnya kedudukan sebagai Pengurus.

 

Bagian Keempat Pengawas

 

Pasal 56

  1. Pengawas dipilih dari dan oleh Anggota dalam Rapat Anggota.
  2. Persyaratan untuk dipilih menjadi Pengawas meliputi:
    1. telah menjadi Anggota Koperasi paling sedikit 2 (dua) tahun dan aktif sebagai Anggota;
    2. memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman tentang pengawasan;
    3. tidak pernah menjadi Pengawas atau Pengurus suatu  Koperasi atau

 

 

komisaris atau direksi suatu perusahaan yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan Koperasi atau  perusahaan  itu  dinyatakan pailit;

    1. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan Koperasi, perusahaan, keuangan negara, dan/atau sektor keuangan lain, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan; dan
    2. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan/atau semenda sampai derajat kedua dengan Pengurus.
  1. Dalam hal pendirian Koperasi baru, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dikecualikan.
  2. Masa jabatan Pengawas untuk 1 (satu) kali periode paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali periode berikutnya.
  3. Pengawas dilarang merangkap sebagai Pengurus pada Koperasi yang sama.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan termasuk pengangkatan kembali, jangka waktu kepengawasan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar.

 

Pasal 57

  1. Pengawas Koperasi Sekunder dipilih dari perwakilan Koperasi.
  2. Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pengawas yang diberi mandat untuk mewakili Koperasinya.

 

Pasal 58

  1. Pengawas bertugas:
    1. melaksanakan      pengawasan     terhadap     organisasi,                                  usaha,                 dan keuangan Koperasi;
    2. melaksanakan   pengawasan   terhadap   pelaksanaan                                                                                                             kebijakan dan pengelolaan Koperasi yang dilakukan oleh Pengurus;
    3. melaporkan hasil pengawasan;
    4. memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Pengurus;
    5. menyusun laporan pertanggungjawaban; dan
    6. memberikan keterangan kepada pihak yang melakukan pengawasan eksternal jika diperlukan.
  2. Pengawas berwenang:
    1. meminta keterangan yang diperlukan dari Pengurus serta pihak lain yang terkait;
    2. meminta     laporan    berkala    tentang     perkembangan                      dan            kinerja pengurus dalam aspek organisasi, usaha, dan keuangan;
    3. memberikan    persetujuan    atas    tindakan     hukum                             tertentu            yang dilakukan oleh Pengurus yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
    4. menunjuk akuntan publik untuk melakukan audit terhadap Koperasi atas temuan yang bersifat khusus;
    5. mengusulkan    diselenggarakannya   Rapat    Anggota   jika    ditemukan adanya penyimpangan yang merugikan Koperasi;

 

 

    1. memberikan teguran tertulis kepada Pengurus bila tidak melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49; dan
    2. mengusulkan pemberhentian Pengurus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan Pasal 54 kepada Rapat Anggota.
  1. Laporan pertanggungjawaban Pengawas disusun berdasarkan pelaksanaan tugas Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan wewenang Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan disampaikan kepada Rapat Anggota.

 

Pasal 59

  1. Pengawas yang tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 pada ayat (1) dikenai sanksi administratif oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah berupa:

c. teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali;

d. larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengawas Koperasi.

  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan dan pelaksanaan sanksi administratif kepada Pengawas uang tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

Pasal 60

  1. Pengawas wajib melaksanakan tugas dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Koperasi.
  2. Pengawas bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada Rapat Anggota.
  3. Pengawas bersama Pengurus secara tanggung renteng menanggung kerugian yang diderita oleh Koperasi, akibat Pengawas tidak melaksanakan tugas pengawasan.
  4. Pengawas secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menanggung kerugian yang diderita oleh Koperasi, akibat tindakan yang melampaui kewenangan secara sengaja atau lalai, dengan harta pribadinya.
  5. Pengawas yang dengan sengaja atau lalai mengakibatkan kerugian pada Koperasi dapat digugat ke pengadilan oleh Pengawas dan/atau sejumlah Anggota yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) Anggota atas nama Koperasi.

 

Pasal 61

  1. Pengawas dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan disebutkan alasannya.
  2. Keputusan pemberhentian Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat
    1. diambil   setelah    yang   bersangkutan    diberi        kesempatan            untuk membela diri dalam Rapat Anggota.
  3. Keputusan     pemberhentian    sebagaimana     dimaksud     pada    ayat     (2) mengakibatkan berakhirnya kedudukan sebagai Pengawas.

 

 

Pasal 62

Ketentuan lebih lanjut mengenai Rapat Anggota, Pengurus, dan Pengawas diatur dalam Peraturan Menteri.

 

Bagian Kelima

Tata Kelola Jenjang Tunggal

 

Pasal 63

  1. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi usaha, maka Koperasi dapat menggunakan jenjang tunggal dengan ketentuan:
    1. Pengawas adalah pemegang mandat Rapat Anggota.
    2. Pengurus dari kalangan profesional untuk mengelola organisasi dan usaha Koperasi.
    3. Pengurus diusulkan oleh Pengawas dan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
  2. Pengangkatan Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersifat kontrak kerja untuk jangka waktu tertentu.
  3. Pengurus dapat diangkat kembali karena prestasi kerja dan disetujui Rapat Anggota.
  4. Pengurus dapat diberhentikan oleh Pengawas.
  5. Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a selain menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) dan memiliki wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2), memiliki wewenang Pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf a dan huruf e.
  6. Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) dan memiliki wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf b, huruf c dan huruf d.
  7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola jenjang tunggal diatur dalam Peraturan Menteri.

 

Bagian Keenam Dewan Pengawas Syariah

 

Pasal 64

  1. Koperasi Syariah wajib memiliki dewan pengawas syariah yang mendapatkan rekomendasi dari lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
  2. Dewan pengawas syariah diangkat, ditetapkan, dan diberhentikan dalam Rapat Anggota.
  3. Koperasi dalam satu wilayah kabupaten/kota dapat membentuk Dewan Pengawas Syariah bersama dalam rangka melaksanakan prinsip kerjasama antar koperasi, standardisasi operasional, dan efisiensi.
  4. Dewan pengawas syariah bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Pengurus serta mengawasi kegiatan Koperasi Syariah agar sesuai dengan Prinsip Syariah.

 

 

Pasal 65

  1. Koperasi Syariah yang tidak memiliki dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:
    1. peringatan tertulis paling banyak 2 (dua) kali oleh Menteri; atau
    2. pencabutan izin usaha Koperasi Syariah oleh lembaga yang mengeluarkan izin usaha dan diumumkan di media massa;
  2. Pencabutan izin usaha dan pengumuman di media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, untuk Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah dilakukan oleh Menteri.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan dan pelaksanaan sanksi administratif kepada Koperasi Syariah yang tidak  ememiliki dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

Pasal 66

Ketentuan lebih lanjut mengenai dewan pengawas syariah diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

BAB VI MODAL DAN UTANG

 

Bagian Kesatu Modal

 

Pasal 67

  1. Modal Koperasi terdiri atas:
    1. Iuran Pokok;
    2. Modal Anggota;
    3. Penyetaraan Modal Anggota;
    4. Selisih Hasil Usaha Yang Belum Dibagi;
    5. Cadangan;
    6. Hibah; dan
    7. sumber lain yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
  2. Modal Koperasi sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) huruf a dan huruf b, merupakan modal kontribusi Anggota yang dibayarkan kepada Koperasi dan disertai dengan bukti pembayaran yang sah.

 

Pasal 68

  1. Iuran Pokok dibayar oleh Anggota pada saat yang bersangkutan diterima sebagai Anggota, tidak dapat ditarik kembali dan menjadi milik Koperasi.
  2. Karakteristik Iuran Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
    1. tanda bukti sah menjadi Anggota;
    2. mempunyai hak suara;
    3. tidak dapat ditarik; dan
    4. tidak dapat dialihkan.
  3. Nilai Iuran Pokok dapat diubah sesuai dengan perkembangan kebutuhan modal dan usaha Koperasi.

 

 

  1. Perubahan nilai Iuran Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Rapat Anggota.

 

Pasal 69

  1. Modal Anggota wajib dibayar oleh Anggota selama masa keanggotaan dengan jumlah dan waktu tertentu.
  2. Ketentuan mengenai jumlah paling sedikit Modal Anggota yang disetor oleh Anggota ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
  3. Karakteristik Modal Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
    1. tidak mempunyai hak suara;
    2. tidak dapat ditarik;
    3. hanya dapat dialihkan sebagian atau seluruhnya oleh Koperasi;
    4. memperoleh manfaat;
    5. menanggung risiko; dan
    6. dapat dinyatakan dalam suatu unit tertentu.
  4. Nilai    Modal    Anggota    dapat    diubah    sesuai    dengan             perkembangan kebutuhan modal dan usaha Koperasi.
  5. Perubahan nilai Modal Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Rapat Anggota.

 

Pasal 70

Penyetaraan Modal Anggota merupakan selisih hasil penyetaraan Modal Anggota lama dengan Modal Anggota baru.

 

Pasal 71

  1. Selisih hasil usaha Koperasi dapat berasal dari surplus atau defisit hasil transaksi anggota dan hasil transaksi dengan bukan anggota dalam bentuk laba atau rugi usaha.
  2. Selisih hasil usaha Koperasi yang belum dibagikan kepada Anggota dan/atau memiliki tujuan penggunaan merupakan komponen dari modal internal Koperasi, yang dapat berfungsi untuk menanggung risiko dan mengembangkan usaha koperasi.

 

Pasal 72

  1. Cadangan disisihkan dari selisih hasil usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dengan tujuan untuk menutup kerugian, pengembangan usaha dan menjamin kesinambungan modal koperasi, yang komposisi persentasenya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
  2. Penyisihan Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara akumulatif sampai dengan mencapai paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah aset Koperasi.
  3. Dalam hal penyisihan Cadangan belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka  Cadangan  hanya  dapat  digunakan untuk menutup kerugian.
  4. Dalam hal penyisihan Cadangan telah melebihi jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Cadangan dapat digunakan untuk mengembangkan usaha Koperasi, dan/atau menjamin kesinambungan modal Koperasi.

 

 

Pasal 73

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penetapan Iuran Pokok, Modal Anggota, Cadangan, penyetaraan Modal Anggota, dan sumber lain yang memiliki karakteristik Modal Koperasi diatur dalam Anggaran Dasar.

 

Pasal 74

  1. Koperasi dapat menerima Hibah sebagai modal usaha dari pihak ketiga dari dalam dan/atau luar negeri.
  2. Hibah yang diterima dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
    1. wajib dilaporkan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
  3. Hibah  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  tidak  dapat    dibagikan kepada Anggota, Pengurus, dan Pengawas Koperasi.
  4. Ketentuan    mengenai   Hibah   dilaksanakan    sesuai   dengan   ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Bagian Kedua Utang

 

Pasal 75

 

  1. Utang Koperasi merupakan kewajiban kepada pihak lain dengan ketentuan jumlah, bunga atau imbal jasa, dan tenggat waktu tertentu yang disepakati.
  2. Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari:
    1. Anggota;
    2. non-Anggota;
    3. Koperasi lainnya;
    4. Mitra usaha dan dunia usaha;
    5. bank dan industri keuangan nonbank; dan/atau
    6. pihak lainnya yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.
  3. Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
    1. Utang Dagang;
    2. Simpanan Anggota;
    3. Pinjaman;
    4. Pembiayaan;
    5. Surat utang jangka pendek atau menengah;
    6. Obligasi; dan/atau
    7. Instrumen    utang     lainnya     sesuai     dengan    ketentuan     peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 76

  1. Selain pendanaan dari modal dan utang Koperasi dapat menerima pendanaan berupa Penyertaan.
  2. Penyertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:
    1. Anggota; dan
    2. Non Anggota.

 

 

  1. Penyertaan dari Non Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berasal dari:
    1. badan usaha;
    2. badan lainnya;
    3. masyarakat;
    4. Pemerintah Pusat; dan
    5. Pemerintah Daerah.
  2. Penyertaan mempunyai karakteristik:
    1. membiayai usaha pada unit usaha atau lini usaha atau proyek usaha Koperasi;
    2. ada kelayakan usaha yang disetujui oleh Rapat Anggota;
    3. mendapat pembagian laba usaha; dan
    4. menanggung risiko kerugian usaha; dan
    5. ada perjanjian antara Koperasi dengan pihak yang melakukan Peenyertaan.
  3. Koperasi yang menyelenggarakan unit usaha atau lini usaha atau proyek usaha yang dibiayai dari Penyertaan mendapatkan imbalan berdasarkan kesepakatan.
  4. Ketentuan mengenai Penyertaan dari Anggota diatur dalam Anggaran Dasar.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyertaan dari Non Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

Pasal 77

  1. Utang Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) memperhatikan kemampuan membayar, risiko, dan keseimbangan struktur modal yang sehat.
  2. Dalam upaya pengendalian risiko utang sebagaimana dimaksud  pada ayat (1), Koperasi dapat mengikuti program penjaminan kredit atau pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 78

Dalam menghimpun modal dan utang, Koperasi Syariah wajib menggunakan Prinsip Syariah.

 

Pasal 79

Ketentuan lebih lanjut mengenai modal dan utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 sampai dengan Pasal 78 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

 

BAB VII USAHA

 

Bagian Kesatu Umum

 

Pasal 80

  1. Koperasi melaksanakan usaha berdasarkan kesamaan tujuan dalam pemenuhan kebutuhan anggota dan masyarakat sesuai dengan lapangan usaha yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
  2. Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dalam 1 (satu) atau lebih lapangan usaha yang saling terkait dan menunjang.
  3. Ketentuan mengenai pelaksanaan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

 

Pasal 81

  1. Koperasi dapat menyelenggarakan kegiatan usaha melalui unit usaha otonom, yang memiliki kekayaan, modal, dan utang dibukukan secara terpisah.
  2. Unit usaha otonom dapat menerima pendanaan dari Anggota, Koperasi lain, mitra usaha, dan pihak lain dalam bentuk Penyertaan.
  3. Laporan keuangan unit usaha otonom dikonsolidasikan dalam laporan keuangan Koperasi.

 

Pasal 82

  1. Koperasi dikelompokkan berdasarkan skala usaha sesuai dengan kebutuhan pengembangan pada lapangan usaha untuk maksud pemberdayaan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai skala usaha sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

 

Bagian Kedua Koperasi Syariah

 

Pasal 83

  1. Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 dapat dilaksanakan berdasarkan Prinsip Syariah.
  2. Koperasi    yang    melaksanakan     usaha     berdasarkan                     Prinsip                                Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib berbentuk Koperasi Syariah.
  3. Koperasi Syariah melaksanakan usaha:
    1. Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah; atau
    2. lapangan usaha lainnya.
  4. Koperasi Syariah menjalankan fungsi sosial dalam bentuk baitulmal melalui penghimpunan, pengelolaan, dan penyaluran dana zakat, infak, sedekah, wakaf, serta dana kebajikan dan sosial lainnya untuk pemberdayaan sosial ekonomi Anggota dan masyarakat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

Pasal 84

Ketentuan lebih lanjut mengenai usaha Koperasi Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

Bagian Ketiga Koperasi Multi Pihak

 

Pasal 85

  1. Dalam hal untuk memenuhi kebutuhan Anggota, inovasi bisnis, dan tanggap terhadap perkembangan perekonomian global:
    1. Koperasi dapat melakukan pengelompokan Anggota berdasarkan jenis atau kontribusi sumberdaya dan kepentingan usaha Anggota.
    2. kelompok Anggota sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan Kelompok Pihak Anggota.
    3. Kelompok Pihak Anggota dapat merupakan orang dan/atau badan hukum.
    4. ketentuan, hak, kewajiban Kelompok Pihak Anggota diatur dalam Anggaran Dasar.
  2. Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Koperasi Multi Pihak.
  3. Koperasi Multi Pihak dapat berusaha di seluruh lapangan usaha kecuali usaha simpan pinjam dan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
  4. Ketentuan lebih lanjut tentang Koperasi Multi Pihak diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Bagian Keempat Koperasi Simpan Pinjam

 

Pasal 86

  1. Kegiatan usaha simpan pinjam dilaksanakan oleh Koperasi Simpan Pinjam.
  2. Koperasi    Simpan     Pinjam     sebagaimana     dimaksud     pada     ayat     (1) melaksanakan usaha:
    1. menghimpun dana dalam bentuk simpanan dari Anggota;
    2. memberikan    pinjaman    kepada    Anggota,    Koperasi                             Sekundernya, dan/atau Koperasi lain;
    3. memberikan layanan pembayaran bagi Anggota;
    4. memberikan jasa konsultasi keuangan dan pengembangan bisnis kepada Anggota dan Koperasi lain; dan
    5. menyelenggarakan    layanan    simpanan     bagi    anak                                         untuk        tujuan pendidikan dan pembudayaan berkoperasi.
  3. Koperasi Simpan Pinjam dapat melaksanakan layanan kegiatan usaha simpan pinjam kepada Anggota yang berbasis elektronik dan digital sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Koperasi Simpan Pinjam dapat menempatkan kelebihan dana dalam bentuk:

 

 

    1. penempatan dana di Koperasi Simpan Pinjam lain;
    2. penempatan dana di lembaga keuangan bank;
    3. pinjaman dana talangan kepada Anggota;
    4. pinjaman sindikasi kepada Anggota Koperasi lain; dan/atau
    5. instrumen portofolio keuangan di pasar modal.
  1. Koperasi Simpan Pinjam wajib melaksanakan ketentuan tata kelola yang baik untuk Koperasi Simpan Pinjam;
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola yang baik untuk Koperasi Simpan Pinjam diatur dalam Peraturan Menteri.

 

Pasal 87

  1. Usaha     simpan    pinjam    dilaksanakan     sebagai    satu-satunya usaha Koperasi.
  2. Koperasi Simpan Pinjam wajib memiliki izin dari Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Koperasi Simpan PInjam wajib melindungi keamanan simpanan Anggota.

 

Pasal 88

Untuk mengembangkan kegiatan usaha simpan pinjam yang sehat, maka Menteri menetapkan:

  1. ketentuan modal minimal Koperasi Simpan Pinjam;
  2. ketentuan batas maksimal pemberian pinjaman;
  3. ketentuan batas minimal proporsi simpanan yang wajib disalurkan sebagai pinjaman kepada Anggota;
  4. ketentuan batas maksimal penempatan dana pada perbankan dan lembaga keuangan, unit usaha Koperasi lain, atau pihak ketiga, dan/atau proyek investasi Koperasi; dan
  5. ketentuan tentang prinsip kesehatan dan prinsip kehati-hatian usaha Koperasi Simpan Pinjam berdasarkan skala usaha.

 

Pasal 89

Koperasi Simpan Pinjam dilarang menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang tidak berasal dari Anggotanya dan/atau memberikan pinjaman tidak kepada Anggotanya, Koperasi Sekundernya, dan/atau Koperasi lain.

 

Pasal 90

Ketentuan lebih lanjut mengenai Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 sampai dengan Pasal 89 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

Bagian Kelima

Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah

 

Pasal 91

  1. Kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah dilaksanakan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah.
  2. Koperasi    Simpan     Pinjam     dan     Pembiayaan     Syariah                      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan usaha:

 

 

    1. menghimpun dana dalam bentuk simpanan dari Anggota;
    2. memberikan pinjaman dan pembiayaan kepada Anggota, Koperasi Sekundernya, dan/atau Koperasi lain;
    3. memberikan layanan keuangan bagi Anggota;
    4. memberikan jasa konsultasi keuangan dan pengembangan bisnis kepada Anggota dan Koperasi lain;
    5. layanan     syariah     lainnya     sesuai     dengan     ketentuan     peraturan perundang-undangan; dan
    6. menyelenggarakan    layanan    simpanan     bagi    anak                                         untuk        tujuan pendidikan dan pembudayaan berkoperasi.
  1. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah dapat melaksanakan layanan kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah kepada Anggota yang berbasis elektronik dan digital sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah dapat menempatkan kelebihan dana dalam bentuk:
    1. penempatan dana di Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah lain;
    2. penempatan dana di lembaga keuangan bank syariah;
    3. pembiayaan sindikasi kepada Anggota Koperasi Syariah lain; dan/atau
    4. instrumen portofolio keuangan syariah di pasar modal.
  3. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah wajib melaksanakan ketentuan tata kelola yang baik untuk Koperasi Simpan Pinjam;
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola yang baik untuk Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah diatur dalam Peraturan Menteri.

 

Pasal 92

  1. Usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah dilaksanakan sebagai satu-satunya usaha Koperasi.
  2. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah wajib memiliki  izin dari Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah wajib melindungi keamanan simpanan Anggota.

 

Pasal 93

Untuk mengembangkan kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah yang sehat, maka Menteri menetapkan:

  1. ketentuan modal Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah;
  2. ketentuan batas maksimal pemberian pembiayaan;
  3. ketentuan batas minimal proporsi simpanan yang wajib disalurkan sebagai pembiayaan kepada Anggota;
  4. ketentuan batas maksimal penempatan dana pada perbankan dan lembaga keuangan, unit usaha Koperasi lain, atau pihak ketiga, dan/atau proyek investasi Koperasi; dan
  5. ketentuan tentang prinsip kesehatan dan prinsip kehati-hatian usaha Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah berdasarkan skala usaha.

 

 

 

Pasal 94

Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah dilarang menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang tidak berasal dari Anggotanya dan/atau memberikan pinjaman dan pembiayaan tidak kepada Anggotanya, Koperasi Sekundernya, dan/atau Koperasi lain.

 

Pasal 95

Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 sampai dengan Pasal 94 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

Bagian Keenam

Koperasi Sekunder dan Koperasi Sekunder Syariah

 

Pasal 96

Koperasi Sekunder atau Koperasi Sekunder Syariah menyelenggarakan koordinasi, integrasi, simplifikasi, dan sinkronisasi kegiatan Anggota, antara lain:

  1. intermediasi pendanaan;
  2. pengadaan sarana usaha;
  3. manajemen risiko;
  4. pendidikan, pelatihan, dan informasi Perkoperasian;
  5. bimbingan dan konsultasi manajemen;
  6. standardisasi manajemen dan sumber daya manusia;
  7. standardisasi sistem akuntansi;
  8. kepatuhan, pemeriksaan, dan pengawasan;
  9. advokasi, supervisi, dan bantuan teknis; dan/atau
  10. kegiatan sosial.

 

Bagian Ketujuh Penjaminan Simpanan Anggota

 

Pasal 97

  1. Simpanan Anggota pada Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah wajib mendapatkan penjaminan.
  2. Dalam rangka melaksanakan penjaminan simpanan Anggota, Pemerintah Pusat membentuk Lembaga Penjamin Simpanan Anggota Koperasi.
  3. Lembaga Penjamin Simpanan Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan

  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Penjamin Simpanan Anggota Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

 

Bagian Kedelapan Penjaminan Pinjaman dan Pembiayaan

 

Pasal 98

Penjaminan Pinjaman dan pembiayaan yang disalurkan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah kepada Anggotanya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang penjaminan.

 

BAB VIII

RENCANA KERJA DAN RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA KOPERASI

 

Bagian Kesatu Rencana Kerja

 

Pasal 99

  1. Pengurus dan Pengawas menyusun rencana strategis untuk jangka waktu tertentu.
  2. Rencana strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Rapat Anggota untuk mendapatkan persetujuan.

 

Pasal 100

  1. Pengurus menyusun rencana kerja sebelum tahun buku berikutnya dimulai.
  2. Rencana    kerja   sebagaimana    dimaksud    pada    ayat    (1)                     disampaikan kepada Rapat Anggota untuk mendapatkan persetujuan.

 

Pasal 101

  1. Rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 paling sedikit memuat:
    1. rencana kerja Pengurus; dan
    2. rencana kerja Pengawas.
  2. Rencana kerja Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:
    1. program, kegiatan, risiko dan mitigasi;
    2. organisasi;
    3. keanggotaan;
    4. produk barang dan/atau jasa;
    5. pendidikan, pelatihan, dan informasi Perkoperasian;
    6. kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.

 

Bagian Kedua

Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja

 

Pasal 102

  1. Pengurus menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja sebelum tahun buku berikutnya dimulai.

 

 

  1. Rencana anggaran pendapatan  dan  belanja  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Rapat Anggota untuk mendapatkan persetujuan.

 

Pasal 103

Rencana anggaran pendapatan dan belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 paling sedikit memuat proyeksi:

  1. pendapatan;
  2. beban pokok, beban operasional, dan beban perkoperasian;
  3. surplus hasil usaha dan/atau laba usaha; dan
  4. investasi.

 

Pasal 104

Rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1) dan rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 menjadi tolok ukur untuk mengevaluasi kinerja organisasi, kegiatan usaha, keuangan Koperasi, dan kinerja Pengurus dan Pengawas.

 

BAB  IX SELISIH HASIL USAHA

 

Pasal 105

  1. Pendapatan Koperasi berasal dari:
    1. pelayanan kepada Anggota;
    2. transaksi bisnis dengan non-Anggota; dan/atau
    3. pendapatan lain.
  2. Pendapatan Koperasi dikurangi beban pokok, beban operasional, dan beban Perkoperasian merupakan Selisih Hasil Usaha Koperasi.
  3. Selisih Hasil Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berasal dari pelayanan kepada Anggota berupa surplus hasil usaha atau defisit hasil usaha.
  4. Selisih Hasil Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berasal dari transaksi bisnis dengan non-Anggota berupa laba usaha atau rugi usaha.
  5. Pembagian surplus hasil usaha dan  laba  usaha  serta pembebanan defisit dan rugi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam Anggaran Dasar.
  6. Pelaporan dan pembukuan selisih hasil usaha mengacu pada standar akuntansi yang berlaku dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 106

Surplus hasil usaha dan laba usaha setelah dikurangi pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan disisihkan terlebih dahulu untuk Cadangan dan sisanya digunakan untuk keperluan lain yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

 

 

Pasal 107

  1. Surplus hasil usaha dan laba usaha Koperasi setelah dikurangi pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat digunakan untuk:
    1. Cadangan untuk menutup kerugian;
    2. Cadangan untuk pengembangan usaha;
    3. Cadangan untuk pengalihan Modal Anggota;
    4. Anggota, sesuai kontribusinya secara proporsional;
    5. Penggunaan lain yang diatur dalam Anggaran Dasar atau ditetapkan Rapat Anggota.
  2. Pengurus mengusulkan kepada  Rapat  Anggota  penggunaan surplus hasil usaha dan laba usaha Koperasi pada tahun buku berjalan, dengan mempertimbangkan kesinambungan dan pengembangan usaha Koperasi, serta peningkatan loyalitas anggota.
  3. Komposisi persentase penggunaan surplus hasil usaha dan laba usajha Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Dasar dan perubahannya dapat ditetapkan dalam Rapat Anggota.

 

Pasal 108

  1. Dalam hal terdapat defisit hasil usaha dan/atau rugi usaha, Koperasi menggunakan Cadangan sebelum menggunakan sumber yang lain.
  2. Penggunaan Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Rapat Anggota.
  3. Dalam hal Cadangan yang ada tidak cukup untuk menutup defisit hasil usaha dan/atau rugi usaha, defisit hasil usaha dan/atau rugi usaha tersebut diakumulasikan dan dibebankan sebagai komponen biaya pada anggaran pendapatan dan belanja Koperasi tahun berikutnya.

 

Pasal 109

Ketentuan lebih lanjut mengenai Selisih Hasil Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 sampai dengan Pasal 108 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

BAB X PENGAWASAN

 

Bagian Kesatu Umum

 

Pasal 110

  1. Pengawasan terhadap Koperasi terdiri dari:
    1. pengawasan internal; dan
    2. pengawasan eksternal.
  2. Pengawasan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Pengawas.
  3. Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah/Instansi yang berwenang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

Pasal 111

  1. Pengawasan internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (2) dilaksanakan melalui pemantauan, pengendalian, dan pemeriksaan.
  2. Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (3) dilaksanakan melalui pemantauan dan pemeriksaan.

 

Pasal 112

Dalam kegiatan pengawasan eksternal, Koperasi wajib memberikan:

  1. laporan hasil pengawasan oleh Pengawas mengenai aspek organisasi, usaha, dan keuangan;
  2. laporan pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, keputusan Rapat Anggota, dan dokumen terkait lainnya; dan/atau
  3. keterangan langsung dari Pengurus, Pengawas, Anggota, dan/atau karyawan,
  4. kepada pejabat yang melakukan pengawasan eksternal.

 

Pasal 113

Kegiatan pengawasan eksternal melalui pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) dapat dilakukan melalui peninjauan secara langsung.

 

Pasal 114

  1. Kegiatan pengawasan eksternal melalui pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) dilakukan dengan memeriksa laporan dan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112.
  2. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
  3. Kegiatan pengawasan eksternal melalui pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan  terhadap  Koperasi dalam hal terdapat dugaan:
    1. tidak melaksanakan Rapat Anggota dalam waktu 2 (dua) tahun berturut-turut;
    2. tidak memiliki izin usaha dan/atau izin operasional;
    3. menerbitkan produk yang menjanjikan keuntungan yang tidak wajar;
    4. tidak mengelola administrasi keuangan secara benar; dan/atau
    5. melakukan tindak pencucian uang.
  4. Dalam melakukan pemeriksaan  sebagaimana  dimaksud dalam  Pasal 111 ayat (2), pengawas eksternal dapat menunjuk akuntan publik.
  5. Pengawas eksternal menyampaikan salinan laporan pemeriksaan kepada Koperasi yang bersangkutan dan kepada pihak yang berkepentingan.

 

Pasal 115

  1. Pengurus Koperasi wajib menindaklanjuti hasil pemantauan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas internal  dan  eksternal, serta menindaklanjuti hasil pengendalian dari pengawas internal sebagai dasar perbaikan kinerja Koperasi secara berkelanjutan.

 

 

  1. Pengurus dan Pengawas Koperasi wajib menggunakan hasil pengawasan sebagai salah satu tolok ukur evaluasi kinerja Koperasi dan penilaian kinerja Pengurus, pengelola dan karyawan Koperasi.
  2. Pengurus Koperasi wajib mengembangkan tata kelola Koperasi dan sistem pengendalian manajemen Koperasi yang efektif untuk melaksanakan saran dan rekomendasi dari Pengawas internal dan eksternal.

 

Pasal 116

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan, pemantauan, dan pemeriksaan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 sampai dengan Pasal 115 diatur dalam Peraturan Menteri.

 

Bagian Kedua

Otoritas Pengawas Koperasi Simpan Pinjam

 

Pasal 117

  1. Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah dilakukan oleh Otoritas Pengawas Koperasi Simpan Pinjam.
  2. Otoritas Pengawas Koperasi Simpan  Pinjam  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang- Undang ini diundangkan.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Otoritas Pengawas Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

BAB XI RESTRUKTURISASI KOPERASI

 

Bagian Kesatu Umum

 

Pasal 118

  1. Restrukturisasi Koperasi dilakukan melalui instrumen Penyehatan Usaha, Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, atau Pengintegrasian.
  2. Restrukturisasi Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas pertimbangan penyehatan, pengembangan, dan/atau efisiensi usaha Koperasi sesuai dengan kepentingan Anggota.
  3. Restrukturisasi koperasi dapat dilakukan dengan cara:
    1. Penyehatan usaha koperasi, tanpa melakukan perubahan badan hukum koperasi.
    2. Restrukturisasi koperasi yang diiringi dengan perubahan badan hukum koperasi atau badan hukum koperasi lainnya.
  4. Sebelum melakukan restrukturisasi wajib memperhatikan laporan pengawasan oleh Pengawas dan laporan kinerja Pengurus dalam mengelola Koperasi, serta diputuskan dalam rapat gabungan Pengurus dan Pengawas, dan rencana restrukturisasi disampaikan kepada Rapat Anggota.

 

 

 

Pasal 119

  1. Penyehatan usaha koperasi dilakukan dengan cara melakukan:
    1. Penggantian personil Pengelola dan atau Pengurus;
    2. Perubahan struktur organisasi dan unit usaha koperasi;
    3. Perubahan tata kelola usaha dan organisasi koperasi;
    4. Penataan dan perbaikan kinerja dan efisiensi usaha dengan melakukan penutupan atau pengembangan lini produk  atau  lini usaha,
    5. Penataan dan restrukturisasi modal dan kewajiban koperasi,
    6. Mengundang mitra usaha untuk mengembangkan  lini  usaha  baru atau meningkatkan skala unit usaha yang ada, atau mengalih- kelolaan lini usaha Koperasi kepada pihak lain.
  2. Penyehatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki dampak besar terhadap pertanggungjawaban koperasi kepada pihak lain wajib memperoleh persetujuan Rapat Anggota.
  3. Jenis tindakan Pengurus untuk penyehatan usaha koperasi yang memerlukan persetujuan Rapat Anggota diatur dan ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

 

Pasal 120

  1. Restrukturisasi pada Pasal 118 ayat (3) butir b dapat dilakukan melalui instrumen penggabungan, peleburan, pemisahan dan pengintegrasian.
  2. Sebelum melakukan Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, atau Pengintegrasian, Pengurus dan Pengawas setiap Koperasi wajib memperhatikan kepentingan:
    1. Anggota;
    2. karyawan;
    3. kreditur; dan
    4. pihak lainnya.
  3. Penggabungan,     Peleburan,    Pemisahan,     atau                                  Pengintegrasian                    hanya dapat dilakukan atas persetujuan Rapat Anggota.
  4. Penggabungan dan Peleburan Koperasi Syariah hanya dapat dilakukan dengan Koperasi Syariah lainnya.

 

Bagian Kedua Penggabungan

 

Pasal 121

  1. Penggabungan dilakukan oleh satu Koperasi atau lebih dengan Koperasi lain sebagai Koperasi yang menerima penggabungan.
  2. Dalam hal Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
    1. badan hukum Koperasi yang menggabungkan diri berakhir tanpa proses Pembubaran;
    2. badan hukum Koperasi yang menggabungkan diri sebagaimana dimaksud dalam huruf a berakhir terhitung sejak disahkannya perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang menerima Penggabungan;
    3. Anggota Koperasi yang menggabungkan diri beralih menjadi Anggota Koperasi yang menerima Penggabungan; dan

 

 

    1. hak dan kewajiban Koperasi yang menggabungkan diri beralih kepada Koperasi yang menerima Penggabungan.

 

Pasal 122

  1. Pengurus pada Koperasi yang akan menggabungkan diri menyusun rancangan Penggabungan bersama dengan Pengurus pada Koperasi yang menerima Penggabungan.
  2. Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Rapat Anggota masing-masing Koperasi untuk mendapatkan persetujuan.

 

Bagian Ketiga Peleburan

 

Pasal 123

  1. Peleburan dilakukan oleh 2 (dua) Koperasi atau lebih dengan mendirikan 1 (satu) Koperasi baru.
  2. Dalam hal Peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
    1. badan hukum Koperasi yang melebur berakhir tanpa Pembubaran;
    2. badan hukum Koperasi yang melebur sebagaimana dimaksud dalam huruf a berakhir terhitung sejak disahkannya Anggaran Dasar Koperasi baru hasil peleburan;
    3. hak dan kewajiban Koperasi yang melebur beralih kepada Koperasi baru hasil peleburan;
    4. Anggota Koperasi yang melebur menjadi Anggota Koperasi baru hasil Peleburan; dan
    5. Peleburan hanya dapat dilakukan oleh sesama Koperasi Primer atau sesama Koperasi Sekunder.
    6. Koperasi Sekunder yang melebur dengan Koperasi Primer, status keanggotaan badan hukum Koperasi Sekunder hilang dan berubah menjadi status keanggotaan Koperasi Primer.

 

Pasal 124

  1. Pengurus pada Koperasi yang akan melebur menyusun rancangan Peleburan secara bersama-sama.
  2. Rancangan Peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Rapat Anggota masing-masing Koperasi untuk mendapatkan persetujuan.

 

Bagian Keempat Pemisahan

 

Pasal 125

  1. Pemisahan dilakukan oleh Koperasi terhadap 1 (satu) unit usaha atau lebih menjadi 1 (satu) Koperasi baru atau lebih.
  2. Dalam hal Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
    1. Koperasi yang unit usahanya dipisahkan tetap ada;

 

 

    1. unit usaha Koperasi yang dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a berakhir terhitung sejak disahkannya Anggaran Dasar Koperasi baru hasil Pemisahan;
    2. hak dan kewajiban unit usaha Koperasi yang dipisahkan beralih kepada Koperasi hasil Pemisahan;
    3. selisih asset dan kewajiban unit usaha Koperasi  yang  dialihkan kepada Koperasi hasil pemisahan dapat diperlakukan sebagai penyertaan atau hibah Koperasi pada Koperasi hasil pemisahan; dan
    4. Anggota pada Koperasi yang unit usahanya dipisahkan dapat menjadi Anggota pada Koperasi hasil Pemisahan.

 

Pasal 126

  1. Pengurus     pada     Koperasi    yang     unit     usahanya     akan                       dipisahkan menyusun rancangan Pemisahan.
  2. Rancangan      Pemisahan      sebagaimana      dimaksud      pada      ayat      (1) disampaikan kepada Rapat Anggota untuk mendapatkan persetujuan.

 

Bagian Kelima Pengintegrasian

 

Pasal 127

  1. Pengintegrasian dilakukan oleh 3 (tiga) Koperasi atau lebih.
  2. Pengintegrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Koperasi Sekunder yang berfungsi sebagai grup usaha yang mengendalikan 1 (satu) atau lebih mandat anggota.
  3. Mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
    1. pemenuhan kebutuhan modal;
    2. riset dan pengembangan;
    3. inovasi model bisnis;
    4. tata kelola dan kepatuhan;
    5. standardisasi produk dan layanan;
    6. standardisasi pemasaran dan merek;
    7. standardisasi teknologi;
    8. pelaporan; dan
    9. pemeringkatan.
  4. Koperasi yang melakukan Pengintegrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempunyai keterkaitan hubungan keanggotaan, hubungan usaha, dan/atau hubungan penyertaan dan kepemilikan satu sama lain.
  5. Koperasi sebagai grup usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki 1 (satu) badan hukum lain atau lebih yang mempunyai keterkaitan hubungan usaha dan/atau hubungan penyertaan dan kepemilikan satu sama lain.

 

Pasal 128

  1. Pengurus pada Koperasi yang melakukan Pengintegrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (1) menyusun rancangan Pengintegrasian.

 

 

  1. Rancangan Pengintegrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Rapat Anggota tiap Koperasi yang melakukan Pengintegrasian untuk mendapat persetujuan.

 

Pasal 129

Selain Pengintegrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127, Pengintegrasian dapat dilakukan oleh Koperasi Primer yang berfungsi sebagai induk usaha bersama yang memiliki 1 (satu)  badan  hukum  lain atau lebih.

 

Pasal 130

Ketentuan lebih lanjut mengenai  Penggabungan,  Peleburan,  Pemisahan, dan Pengintegrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 sampai dengan Pasal 129 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

BAB XII

KEPAILITAN, PEMBUBARAN DAN PENYELESAIAN

 

Bagian Kesatu Kepailitan

 

Pasal 131

    1. Permohonan pernyataan pailit bagi Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah hanya dapat diajukan oleh Menteri.
    2. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

 

Bagian Kedua Pembubaran

 

Pasal 132 Pembubaran Koperasi dilakukan oleh:

  1. Rapat Anggota; atau
  2. Menteri;

 

Pasal 133

  1. Pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 huruf a diajukan oleh Pengawas atau Anggota yang mewakili paling sedikit 1/3 (satu pertiga) jumlah Anggota.
  2. Keputusan pembubaran Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Rapat Anggota.
  3. Keputusan pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah jika diambil berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 41, Pasal 42, dan Pasal 43.
  4. Rapat Anggota menunjuk Pengurus, Pengawas, dan/atau Anggota sebagai kuasa Rapat Anggota dalam penyelesaian pembubaran Koperasi.

 

 

  1. Koperasi dinyatakan bubar pada saat ditetapkan dalam keputusan Rapat Anggota.
  2. Keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota diberitahukan secara tertulis oleh kuasa Rapat Anggota kepada Menteri, semua kreditur, dan instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 134

Pembubaran Koperasi oleh Menteri sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal 132 huruf b dilakukan dalam hal Koperasi:

  1. tidak memenuhi jumlah minimal Anggota dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak berkurangnya jumlah Anggota yang dibuktikan dalam buku daftar Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1);
  2. tidak melaksanakan usaha dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal pengesahan akta pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2);
  3. tidak menyelenggarakan Rapat Anggota selama 2 (dua) tahun berturut- turut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, setelah disampaikan peringatan tiga kali untuk menyelenggarakan Rapat Anggota;
  4. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan harta Koperasi tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
  5. melaksanakan kegiatan yang bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; dan/atau
  6. berakhir jangka waktu berdirinya.

 

Pasal 135

  1. Pencabutan izin usaha Koperasi oleh lembaga yang membidangi perizinan dan pengawasan usaha dilakukan dengan cara:
    1. memberi peringatan tertulis;
    2. mencabut izin usahanya;
    3. meminta Rapat Anggota atau meminta Menteri untuk memproses pembubaran;
    4. menugaskan tim penyelesai untuk mengurus pembubaran Koperasi kepada Menteri yang membidangi hukum;
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pencabutan usaha oleh lembaga yang membidangi perizinan dan pengawasan usaha diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

Pasal 136

Pembubaran Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 tidak mengakibatkan Koperasi kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya pertanggungjawaban kuasa Rapat Anggota.

 

 

Bagian Ketiga Penyelesaian

 

Pasal 137

  1. Untuk menyelesaikan pembubaran Koperasi harus dibentuk Tim Penyelesai.
  2. Dalam menyelesaikan pembubaran Koperasi yang dilakukan oleh Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 huruf a, maka Tim Penyelesai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh kuasa Rapat Anggota.
  3. Dalam menyelesaikan pembubaran Koperasi yang dilakukan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 huruf b, Tim Penyelesai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh Menteri.
  4. Dalam menyelesaikan pembubaran Koperasi yang dilakukan oleh lembaga yang membidangi perizinan dan pengawasan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135, maka Tim Penyelesai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditunjuk lembaga yang membidangi perizinan dan pengawasan usaha.

 

Pasal 138

  1. Selama proses penyelesaian pembubaran, Koperasi tetap ada dengan status ”Koperasi dalam penyelesaian”.
  2. Selama proses penyelesaian pembubaran, Koperasi tidak diperbolehkan melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk memperlancar proses penyelesaian.

 

Pasal 139

Dalam hal terjadi pembubaran pada Koperasi yang tidak mampu melaksanakan kewajiban pembayaran, Anggota menanggung sebatas Iuran Pokok dan Modal Anggota yang dimiliki.

 

Pasal 140

  1. Tim penyelesai bertugas:
    1. melakukan pencatatan dan penyusunan informasi tentang kekayaan, kewajiban, dan Ekuitas Koperasi;
    2. melakukan penghitungan hak dan kewajiban keuangan Koperasi terhadap pihak ketiga;
    3. melakukan      tindakan      lain     yang     diperlukan     dalam     eksekusi penyelesaian kekayaan; dan
    4. membuat berita acara penyelesaian dan laporan kepada kuasa Rapat Anggota atau Menteri atau Otoritas yang menugaskan.
  2. Tim penyelesai berwenang:
    1. memanggil Pengawas, Pengurus, karyawan, Anggota, dan pihak lain yang diperlukan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
    2. mengalihkan kekayaan  “Koperasi  dalam  penyelesaian”  untuk  biaya

penyelesaian;

    1. membayarkan kewajiban Koperasi kepada kreditur “Koperasi dalam penyelesaian”; dan

 

 

    1. membagikan sisa hasil penyelesaian kepada Anggota, dan/ atau menyerahkan sisa hasil penyelesaian yang bersifat mutual fund kepada koperasi lain yang diatur dalam Anggaran Dasar dan/atau Rapat Anggota Pembubaran Koperasi.

 

Pasal 141

Tim penyelesai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dapat diganti apabila tidak melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140.

 

Bagian Keempat Penghapusan Status Badan Hukum

 

Pasal 142

  1. Pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, dengan mengunggah:
    1. penetapan pembubaran Koperasi oleh Menteri atau keputusan Rapat Anggota; dan
    2. berita acara penyelesaian.
  2. Berdasarkan penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum menghapus badan hukum Koperasi dari sistem administrasi badan hukum.

 

Pasal 143

  1. Pembubaran Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 dicatat dalam daftar umum Koperasi.
  2. Status    badan    hukum    Koperasi   hapus    sejak    tanggal                pengumuman pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

Pasal 144

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pembubaran, penyelesaian, dan penghapusan status badan hukum Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 sampai dengan Pasal 143 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

BAB XIII EKOSISTEM KOPERASI

 

Bagian Kesatu Umum

 

Pasal 145

  1. Pelaku utama ekosistem Koperasi adalah:
    1. Koperasi
    2. Otoritas Pengawas Koperasi Simpan Pinjam;
    3. Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah;

 

 

    1. organisasi gerakan koperasi;
    2. organisasi asosiasi koperasi; dan
    3. lainnya

 

  1. Lembaga atau instansi pendukung ekosistem Koperasi adalah:
    1. Pemerintah Pusat;
    2. Pemerintah Daerah; dan
    3. lainnya

 

  1. Lembaga penunjang ekosistem Koperasi adalah:
    1. lembaga pengembangan bisnis;
    2. lembaga inkubator bisnis;
    3. lembaga pemeringkat independent;
    4. lembaga pendidikan dan pelatihan profesi;
    5. lembaga sertifikasi profesi;
    6. lembaga penyelenggara teknologi;
    7. lmbaga pemasaran;
    8. lembaga keuangan bank;
    9. lembaga keuangan non bank;
    10. Pasar Modal; dan
    11. lainnya

 

  1. Profesi penunjang ekosistem Koperasi adalah:
    1. notaris;
    2. akuntan publik;
    3. advokat dan penasihat hukum;
    4. konsultan pajak; dan
    5. profesi lainnya

 

Pasal 146

Pelaku utama, lembaga atau instansi pendukung, lembaga penunjang, profesi penunjang sebagaimana dimaksud pada  Pasal  145,  dunia  usaha, dan masyarakat bersama-sama menciptakan ekosistem Koperasi yang baik.

 

Pasal 147

Menteri mengoordinasikan dan mengendalikan  pengaturan,  pembinaan, dan pengembangan Perkoperasian yang bersifat teknis untuk bidang usaha yang dilaksanakan oleh menteri terkait.

 

Pasal 148

Ketentuan lebih lanjut mengenai peran dan kegiatan masing-masing lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 diatur dalam Peraturan Menteri.

 

 

Bagian Kedua

Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

 

Pasal 149

  1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan yang mendorong Koperasi tumbuh menjadi kuat, sehat, mandiri, dan tangguh.
  2. Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mendukung penumbuhan, pengembangan, dan pemberdayaan Koperasi bagi kepentingan Anggota dan masyarakat melalui pengembangan iklim usaha yang kondusif, pemberian bimbingan, kemudahan, dan pelindungan kepada Koperasi.
  3. Pengembangan iklim usaha yang kondusif bagi koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui kebijakan fiskal, perdagangan, investasi, perijinan dan kebijakan sektoral dan lintas sektoral untuk menciptakan dan mengembangkan  lingkungan  usaha yang mendorong pertumbuhan usaha koperasi, dalam bentuk:
    1. memberikan     kesempatan     usaha      yang     seluas-luasnya               kepada koperasi;
    2. meningkatkan dan memantapkan kemampuan koperasi agar menjadi koperasi yang sehat, tangguh dan mandiri;
    3. mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkan antara koperasi dengan badan usaha lainnya, dan
    4. membudayakan koperasi dalam masyarakat.
  4. Bimbingan    dan    kemudahan    sebagaimana    dimaksud                         pada  ayat                   (2) dilakukan dalam bentuk:
    1. pengembangan kelembagaan, pendidikan, pelatihan dan penyuluhan, serta penelitian dan pengembangan keinovasian Koperasi;
    2. konsultasi     dan    bantuan     usaha     Koperasi    yang                         sesuai                    dengan kepentingan ekonomi Anggota;
    3. penguatan permodalan dan pembiayaan Koperasi;
    4. pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerja sama yang saling menguntungkan antar-Koperasi dan/atau badan usaha lain;
    5. konsultasi dan fasilitasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Koperasi;
    6. fasilitasi insentif fiskal bagi Koperasi dalam bidang usaha, lokasi, dan waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan/atau
    7. fasilitasi kerja sama kemitraan dengan berbagai pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan:
    1. menetapkan bidang atau sektor usaha yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi;
    2. menetapkan bidang atau sektor usaha di suatu wilayah yang telah berhasil diusahakan oleh Koperasi untuk tidak  diusahakan  oleh badan usaha lainnya;

 

 

    1. mengecualikan Koperasi dari ketentuan larangan praktik monopoli dan praktik persaingan usaha yang secara khusus bertujuan untuk melayani Anggotanya; dan
    2. mengembangkan sistem penjaminan simpanan Koperasi bagi Koperasi Simpan Pinjam.

 

Paragraf 1 Kelembagaan dan Usaha

 

Pasal 150

  1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan kelembagaan dalam aspek:
    1. pengesahan badan hukum;
    2. perizinan;
    3. partisipasi Anggota;
    4. organisasi; dan
    5. manajemen.
  2. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan usaha Koperasi dalam aspek:
    1. operasional, produksi, atau pelayanan usaha;
    2. pemasaran dan jaringan usaha;
    3. sumber daya manusia;
    4. keuangan; dan
    5. teknologi informasi dan komunikasi.

 

Paragraf 2 Pembiayaan

 

Pasal 151

  1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan  pembiayaan bagi Koperasi.
  2. Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah dapat menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Koperasi dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.
  3. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan dunia usaha dapat memberikan hibah, penyertaan,  mengusahakan  bantuan  luar  negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta tidak mengikat untuk Koperasi.
  4. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana prasarana, dan bentuk insentif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Koperasi.

 

Pasal 152

  1. Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Koperasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan upaya:

 

 

    1. pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan industri keuangan bukan bank serta sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    2. pengembangan lembaga keuangan Koperasi;
    3. pemberian kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
    4. membantu Koperasi untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa atau produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank.
    5. pengembangan sistem penjaminan kredit atau pembiayaan bagi Koperasi.
  1. Untuk meningkatkan akses Koperasi terhadap sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah:
    1. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan lembaga keuangan bukan bank;
    2. menumbuhkan,      mengembangkan,      dan     memperluas     jangkauan lembaga penjamin kredit; dan
    3. memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan.

 

Paragraf 3

Pendidikan, Pelatihan, Penyuluhan, dan Penelitian Perkoperasian

 

Pasal 153

  1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mendorong dan memfasilitasi pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian Perkoperasian.
  2. Untuk menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian Perkoperasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan anggaran dari alokasi anggaran pendidikan nasional.
  3. Untuk menjamin mutu pendidikan Perkoperasian, Pemerintah Pusat membentuk majelis penjaminan mutu pendidikan Perkoperasian yang beranggotakan unsur pemerintah, akademisi, Gerakan Koperasi, dan masyarakat.

 

Pasal 154

Dalam mendorong dan memfasilitasi pendidikan dan pelatihan Perkoperasian yang bertujuan untuk memberikan pemahaman ilmu pengetahuan tentang Koperasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan upaya:

  1. penetapan ilmu pengetahuan tentang Perkoperasian sebagai mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. penumbuhan dan pengembangan lembaga pendidikan dan pelatihan Perkoperasian;

 

 

  1. peningkatan kapasitas sumber daya manusia penyelenggara pendidikan dan pelatihan Perkoperasian; dan
  2. penyelenggaraan akreditasi lembaga pendidikan dan pelatihan Perkoperasian dan sertifikasi bagi sumber daya manusia pendidikan Perkoperasian.

 

Pasal 155

  1. Dalam mendorong dan memfasilitasi pelatihan dan penyuluhan Perkoperasian untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia Koperasi baik Anggota, Pengurus, Pengawas, maupun karyawan Koperasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan upaya:
    1. penyediaan kurikulum, silabus, dan bahan ajar yang komprehensif sesuai dengan sasaran pelatihan dan penyuluhan Perkoperasian;
    2. penyediaan infrastruktur dan sarana kelembagaan untuk pelatihan dan penyuluhan Perkoperasian;
    3. peningkatan      kapasitas      sumber     daya     manusia                              penyelenggara pelatihan dan penyuluhan Perkoperasian;
    4. penyelenggaraan akreditasi lembaga penyelenggara pelatihan dan penyuluhan Perkoperasian;
    5. penyelenggaraan sertifikasi bagi sumber daya manusia pelatihan dan penyuluhan Perkoperasian; dan
    6. penyelenggaraan evaluasi promosi dan penempatan alumni peserta pelatihan dan penyuluhan.
  2. Dalam mendorong dan memfasilitasi penelitian Perkoperasian untuk menumbuhkan dan mengembangkan peluang usaha, inovasi, teknologi, daya saing, dan kinerja Koperasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan upaya:
    1. penyediaan infrastruktur penelitian;
    2. kerja sama Koperasi dengan pusat penelitian perguruan tinggi, Badan Riset Nasional, dunia usaha, media, dan Gerakan Koperasi;
    3. peningkatan kapasitas sumber daya manusia penyelenggara penelitian Perkoperasian; dan
    4. diseminasi hasil penelitian.

 

Pasal 156

  1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan Prakoperasi melalui:
    1. pencatatan Prakoperasi; dan
    2. peningkatan kapasitas pengurus Prakoperasi.
  2. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan fasilitasi Prakoperasi yang memenuhi persyaratan untuk ditingkatkan menjadi Koperasi.
  3. Dalam pembinaan Prakoperasi menjadi Koperasi, Prakoperasi difasilitasi untuk mendapatkan badan hukum Koperasi.

 

 

Paragraf 4 Pengembangan Jaringan Usaha Koperasi

 

Pasal 157

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memfasilitasi kerja sama antar- Koperasi dan/atau antara Koperasi dengan badan usaha lain dan kemitraan dengan berbagai pihak terkait untuk:

  1. mewujudkan kerja sama antar-Koperasi dan/atau antara Koperasi dengan badan usaha lain;
  2. mendorong hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar-Koperasi dan/atau antara Koperasi dengan badan usaha lain;
  3. mengembangkan kerja sama untuk meningkatkan posisi tawar Koperasi;
  4. mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi kepentingan Koperasi;
  5. mencegah terjadinya penguasaan pasar dan  pemusatan  usaha  oleh orang perseorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Koperasi; dan
  6. mengembangkan sentra dan kluster produk dan promosi Koperasi, termasuk memfasilitasi tempat pemasaran dan produksi bersama.

 

Paragraf 5

Rencana Induk Pembangunan Perkoperasian Nasional

 

Pasal 158

  1. Dalam upaya mengoordinasikan pemberdayaan Koperasi agar Koperasi menjadi pilar utama ekonomi nasional, Pemerintah Pusat menyusun kebijakan tentang rencana induk pembangunan Perkoperasian nasional.
  2. Rencana Induk Pembangunan Perkoperasian Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pedoman bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan pelaku Koperasi dalam perencanaan pembangunan Perkoperasian untuk jangka waktu setiap 20 (dua puluh) tahun.
  3. Rencana           Induk           Pembangunan           Perkoperasian          Nasional mempertimbangkan kelestarian lingkungan, ketahanan pangan dan energi nasional, kemajuan teknologi, penghormatan terhadap kekayaan intelektual, dan kearifan lokal.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana induk  pembangunan Perkoperasian nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

Pasal 159

Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 sampai dengan Pasal 156 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

 

Bagian Ketiga Gerakan Koperasi

 

Pasal 160

  1. Gerakan Koperasi mendirikan suatu organisasi gerakan Koperasi Indonesia yang berfungsi sebagai wadah mandiri untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi, dalam rangka pemberdayaan Koperasi dan kerjasama internasional.
  2. Nama, tujuan, keanggotaan, susunan organisasi, dan tata kerja organisasi gerakan Koperasi Indonesia diatur dalam anggaran dasar.
  3. Organisasi gerakan Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang ini.

 

Pasal 161

  1. Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia menjunjung tinggi nilai dan prinsip Koperasi.
  2. Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia bertugas:
    1. memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;
    2. melakukan supervisi dan advokasi dalam penerapan nilai dan prinsip Koperasi;
    3. meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat;
    4. menyelenggarakan pendidikan Perkoperasian kepada Anggota dan masyarakat secara swadaya;
    5. menyelenggarakan sosialisasi dan konsultasi kepada Koperasi;
    6. mengembangkan dan mendorong kerja sama antar-Koperasi dan antara Koperasi dengan badan usaha lain, baik pada tingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional;
    7. mewakili dan bertindak sebagai juru bicara Gerakan Koperasi;
    8. menyelenggarakan komunikasi, forum, dan jaringan kerja sama di bidang Perkoperasian; dan
    9. memajukan organisasi anggotanya.

 

Pasal 162

Pendanaan    untuk    melaksanakan     tugas    Organisasi    Gerakan                          Koperasi Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 berasal dari:

  1. iuran wajib anggota;
  2. sumbangan dan bantuan yang tidak mengikat;
  3. Hibah; dan/atau
  4. perolehan    lain    yang    tidak    bertentangan    dengan                        anggaran       dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 163

  1. Dalam rangka mendukung kegiatan Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengalokasikan pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

  1. Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia bertanggung jawab penuh atas penggunaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  2. Pengelolaan anggaran Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia dilaksanakan berdasar prinsip kehati-hatian, transparansi, efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.

 

Pasal 164

  1. Untuk mendorong pengembangan Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia, dibentuk dana pembangunan Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia.
  2. Dana pembangunan Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia bersumber dari anggota Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia dan pihak lain yang sah dan tidak mengikat.
  3. Dana pembangunan Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia harus diaudit oleh akuntan publik.
  4. Ketentuan mengenai dana pembangunan Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia diatur dalam Anggaran Dasar Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia.

 

Bagian Keempat

Dunia Usaha dan Masyarakat

 

Pasal 165

  1. Dunia usaha dan masyarakat yang memiliki kompetensi dapat memberikan dukungan terhadap penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian Perkoperasian.
  2. Dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif melakukan pengembangan Koperasi.
  3. Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif meningkatkan akses Koperasi terhadap pinjaman atau kredit dengan cara:
    1. meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan usaha;
    2. meningkatkan pengetahuan tentang prosedur pengajuan kredit atau pinjaman;
    3. meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis serta manajerial usaha; dan
    4. menyediakan pembiayaan yang dialokasikan kepada Koperasi dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya oleh usaha besar nasional dan asing.

 

BAB  XIV KETENTUAN PIDANA

 

Pasal 166

Setiap orang yang melanggar ketentuan larangan memakai kata “Koperasi” sebagai nama badan usaha yang berbentuk selain badan hukum Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

 

 

Pasal 167

Koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2)  dipidana  dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 

Pasal 168

Koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah tanpa memiliki izin sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 91 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 

Pasal 169

Koperasi Simpan Pinjam yang menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang tidak berasal dari Anggotanya dan/atau memberikan pinjaman tidak kepada Anggotanya, Koperasi Sekundernya, dan/atau Koperasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 

Pasal 170

Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah yang  menghimpun  dana dalam bentuk simpanan yang tidak berasal dari Anggotanya dan/atau memberikan pinjaman tidak kepada Anggotanya, Koperasi Sekundernya, dan/atau Koperasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 

Pasal 171

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal  167,  Pasal 168, Pasal 169 dan Pasal 170 dilakukan oleh Koperasi, pidana dijatuhkan kepada Koperasi dan/atau Pengurus yang bertindak untuk dan atas nama Koperasi.

 

BAB XV KETENTUAN PERALIHAN

 

Pasal 172 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

  1. Koperasi yang telah memiliki status badan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diakui sebagai Koperasi berdasarkan Undang-Undang ini;
  2. Koperasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib menyesuaikan Anggaran Dasar sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun;

 

 

  1. Koperasi yang memiliki unit simpan pinjam yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, dengan jumlah pinjaman diatas ketentuan modal Koperasi Simpan Pinjam, wajib melakukan pemisahan unit simpan pinjam menjadi Koperasi Simpan Pinjam paling lama 4 (empat) tahun;
  2. Koperasi yang memiliki unit simpan pinjam dan pembiayaan  syariah yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, dengan jumlah pinjaman dan pembiayaan syariah diatas ketentuan modal Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah, wajib melakukan pemisahan unit simpan pinjam dan pembiayaan syariah menjadi Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah paling lama 4 (empat) tahun;
  3. Koperasi Simpan Pinjam wajib:
    1. melaporkan rencana penyesuaian dengan ketentuan dalam pasal 86 Undang-Undang ini yang telah disetujui oleh Rapat Anggota kepada Menteri paling lama 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang- Undang ini; dan
    2. menyesuaikan dengan ketentuan dalam pasal 87 Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak  mulai  berlakunya  Undang-Undang ini.
  4. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah wajib:
    1. melaporkan rencana penyesuaian dengan ketentuan dalam pasal 91 Undang-Undang ini yang telah disetujui oleh Rapat Anggota kepada Menteri paling lama 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang- Undang ini; dan
    2. menyesuaikan dengan ketentuan dalam pasal 92 Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak  mulai  berlakunya  Undang-Undang ini.
  5. Akta pendirian Koperasi yang masih dalam proses pengajuan pengesahan pendirian Koperasi, proses pengesahannya dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang ini; dan
  6. Perubahan Anggaran Dasar yang masih dalam proses pengajuan persetujuan, proses persetujuannya dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang ini.

 

BAB XVI KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 173 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

  1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
  2. Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

 

 

 

Pasal 174

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

 

Pasal 175

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

Disahkan di Jakarta

pada tanggal ……………

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO

 

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal …………....

 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

YASONNA H. LAOLY

 

 

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...

 

 

PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...

 

TENTANG PERKOPERASIAN

 

    1. UMUM

Pengembangan koperasi di Indonesia merupakan bagian dari cita cita pembentukan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang salah satu tujuannya adalah untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 33 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama  berdasar  atas asas kekeluargaan.

Selanjutnya dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi dinyatakan bahwa “…koperasi sebagai pilar utama ekonomi nasional harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat …”. Ketentuan ini menegaskan bahwa perekonomian Indonesia dibangun sebagai usaha bersama, secara gotong royong untuk mewujudkan kemakmuran yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sejalan dengan jatidiri Koperasi sebagaimana rumusan International Cooperative Alliance (ICA) dalam peringatan 100 tahun di Manchester tahun 1995. Jatidiri koperasi tersebut mencakup definisi, nilai, dan prinsip koperasi.

Koperasi dimaknai sebagai sekumpulan orang yang bersatu secara sukarela dan bersifat otonom, tidak ada paksaan ataupun diskriminasi. Koperasi Indonesia diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya melalui usaha bersama yang diselenggarakan secara demokratis dan profesional. Setiap orang yang menjadi Anggota, mempunyai kewajiban dan hak yang setara. Setiap Anggota, memperoleh nilai tambah dan manfaat berkoperasi sesuai dengan kontribusinya.

Disamping    itu    Koperasi   sebagai    bagian    dari               pelaku   ekonomi nasional      diarahkan      untuk       menjadi      bagian                    terpenting                       dalam mewujudkan demokrasi ekonomi dan  efisiensi nasional yang berdaya saing     tinggi     sebagaimana     ditegaskan     dalam               Ketetapan             Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi. Undang-Undang  Nomor 25 Tahun 1992  tentang   Perkoperasian dinilai sudah tidak memadai untuk digunakan sebagai payung hukum pembangunan      Koperasi,       terlebih      tatkala                    dihadapkan          kepada perkembangan tata ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis

 

 

dan penuh tantangan. Oleh karena itu, perlu pembaharuan hukum yang sesuai kebutuhan, perkembangan kondisi masyarakat, dan kebijakan regulasi saat ini melalui penetapan landasan hukum baru berupa Undang-Undang.

Sebagai pembaharuan hukum di bidang koperasi terhadap Undang Undang sebelumnya, maka Undang-Undang ini memuat hal-hal baru, antara lain mengenai:

      1. asas Koperasi;
      2. tujuan Koperasi
      3. prinsip dan nilai Koperasi;
      4. nilai Anggota
      5. pendirian dan kewenangan pengesahan badan hukum;
      6. keanggotaan;
      7. perangkat organisasi;
      8. usaha koperasi dan pengaturan mengenai koperasi syariah;
      9. izin    usaha     simpan     pinjam     dan     usaha     simpan           pinjam   dan pembiayaan syariah;
      10. modal dan utang;
      11. rencana kerja dan rencana anggaran pendapatan dan belanja;
      12. restrukturisasi Koperasi;
      13. kepailian, pembubaran, dan penyerlesaian;
      14. ekosistem Koperasi; dan
      15. sanksi administratif dan sanksi pidana.

Undang-Undang ini secara keseluruhan memuat materi pokok yang disusun secara sistematis sebagai berikut: ketentuan umum; nilai dan prinsip; status, bentuk, pendirian, anggaran dasar, perubahan anggaran dasar dan pengumuman; keanggotaan; perangkat organisasi; modal dan utang; usaha; rencana kerja dan rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi; selisih hasil usaha dan cadangan; pengawasan, pemantauan dan pemeriksaan; restrukturisasi koperasi; pembubaran, penyelesaian, dan penghapusan status badan hukum; ekosistem Koperasi; ketentuan pidana; ketentuan peralihan; dan ketentuan penutup.

Undang-Undang ini menjadi landasan hukum yang baru dan arah bagi pembangunan Koperasi Indonesia untuk dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten guna menciptakan Koperasi yang terpercaya, sehat, kuat, mandiri, dan tangguh yang bermanfaat bagi Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta berkontribusi yang signifikan dalam perekonomian nasional.

    1. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas.

 

Pasal 2

Cukup jelas.

 

Pasal 3

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 4

Cukup jelas.

 

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “menolong diri sendiri” adalah Yang dimaksud dengan “menolong diri sendiri” adalah semua Anggota bergabung ke Koperasi memiliki motivasi untuk memajukan dirinya dengan cara bersama-sama menggunakan jasa Koperasi untuk memenuhi kebutuhannya dan mempromosikan Koperasi sehingga menjadi kuat, sehat, mandiri, tangguh, dan besar.

 

Huruf b

Yang dimaksud dengan “kemandirian” adalah berdiri sendiri tanpa bergantung pada pihak lain dalam pengambilan keputusan menjalankan usahanya yang dilandasi pada pertimbangan, kemampuan, dan usaha sendiri. Dalam kemandirian terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swakerta, swadaya, swasembada, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri

 

Huruf c

Yang dimaksud dengan “kebersamaan” adalah setiap Anggota Koperasi memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam melakukan transaksi dan mendapatkan manfaat ekonomi dengan berkoperasi.

 

Huruf d

Yang dimaksud dengan “gotong royong” adalah bekerja bersama untuk mencapai hasil yang diharapkan, serta untuk menumbuhkan jiwa dan semangat tolong menolong sesuai dengan nilai dan budaya Indonesia.

 

Huruf e

Yang dimaksud dengan “demokratis” adalah penilikan dan pengendalian Koperasi dilakukan oleh semua anggota melalui forum Rapat Anggota yang masing-masing memiliki hak suara tanpa memperhatikan jumlah modalnya.

 

 

 

Huruf f

Yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah sifat koperasi yang menerima anggota tanpa memperhatikan latar belakang ekonomi, sosial, dan budaya; dikelola secara akuntabel dan transparan dengan akses seluas-luasnya kepada anggota; bersedia bekerja sama dengan pihak lain dengan prinsip saling menghormati dan memberikan manfaat.

 

Huruf g

Yang dimaksud dengan “kebaruan” adalah sifat Koperasi yang memiliki semangat dan menghormati kebaruan dan pembaruan, serta kewirausahaan dan kewirakoperasian.

 

Huruf h

Yang dimaksud dengan “keadilan” adalah  sifat  Koperasi yang memberikan manfaat kepada Anggota berdasarkan perimbangan partisipasi masing-masing Anggota.

 

Huruf i

Yang dimaksud dengan “tanggung jawab” adalah segala kegiatan usaha Koperasi harus dilaksanakan dengan prinsip profesionalitas dalam kemampuan dan tanggung jawab, efisiensi dan efektifitas yang dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi Koperasi

 

Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “kejujuran” adalah sikap anggota Koperasi yang amanah dan menjaga kepercayaan.

 

Huruf b

Yang dimaksud dengan “kesetaraan” adalah sikap anggota Koperasi yang mampu menerima keragaman anggota, perbedaan pendapat, menghormati keputusan bersama, dan memiliki kedudukan yang sama.

 

Huruf c

Yang dimaksud dengan “tanggung jawab bersama” adalah sikap anggota Koperasi yang mau dan mampu untuk bertanggung jawab dan ikut menanggung risiko.

 

Huruf d

Yang dimaksud dengan “pengakuan” adalah sikap anggota Koperasi yang menghormati dan menjunjung tinggi kepeloporan, talenta, dan pembaruan dalam Koperasi.

 

 

Huruf e

Yang dimaksud dengan “kepedulian terhadap orang lain” adalah sikap anggota Koperasi yang peduli terhadap anggota lain dan masyarakat.

 

Ayat (4)

Huruf a

Koperasi merupakan organisasi swadaya dengan keanggotaan secara sukarela, terbuka bagi semua  orang yang mampu dan membutuhkan memanfaatkan layanannya dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa diskriminasi atas dasar gender, sosial, ras, politik, atau agama.

 

Huruf b

Koperasi merupakan organisasi demokratis yang  diawasi dan dikendalikan oleh Anggotanya. Anggota berpartisipasi aktif dalam menentukan kebijakan dan membuat keputusan. Anggota yang ditunjuk sebagai wakil Koperasi dipilih dan bertanggung jawab kepada Anggota dalam rapat Anggota. Setiap Anggota memiliki hak  suara  yang  sama, satu Anggota satu suara.

 

Huruf c

Selain sebagai pemilik Koperasi, Anggota Koperasi sekaligus pengguna jasa atau pasar bagi koperasinya. Partisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi merupakan sumber kekuatan utama bagi kemajuan Koperasi.

 

Huruf d

Koperasi merupakan organisasi otonom dan swadaya yang diawasi dan dikendalikan oleh Anggota. Jika Koperasi mengadakan perjanjian dengan organisasi lain, termasuk Pemerintah atau menambah modal dari sumber lain, mereka melakukan hal itu atas dasar syarat yang menjamin tetap terselenggaranya pengawasan dan pengendalian demokratis oleh Anggotanya dan tetap tegaknya otonomi Koperasi.

 

Huruf e

Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawan dengan maksud agar mereka dapat memberikan kontribusi secara efektif bagi perkembangan Koperasi. Pemberian informasi pada masyarakat, khususnya generasi muda dan pemuka masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi adalah sangat prinsipil.

 

Huruf f

 

 

Koperasi melayani anggotanya secara efektif dan memperkuat gerakan Koperasi dengan bekerja sama antar Koperasi melalui struktur lokal, nasional, regional, dan internasional.

 

Huruf g

Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan melalui kebijakan yang disetujui oleh anggotanya.

 

Pasal 7

Cukup jelas.

 

Pasal 8

Cukup jelas.

 

Pasal 9

Yang dimaksud “fungsi subsidiaritas” adalah kegiatan untuk saling memperkuat hubungan usaha antar Anggota Koperasi  Sekunder, yang tujuannya untuk memperkuat jaringan integrasi vertikal dan horisontal.

 

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Koperasi dapat berupa Koperasi Primer dan/atau Koperasi Sekunder. Berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi, Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh Koperasi:

      1. tunggal atau serba usaha;
      2. satu atau lebih bidang usaha; dan/atau
      3. berbeda tingkatan.

Dalam hal Koperasi mendirikan Koperasi Sekunder dalam berbagai tingkatan seperti yang selama  ini  dikenal  sebagai pusat, gabungan, dan induk maka jumlah tingkatan dan penamaannya diatur sendiri oleh Koperasi.

 

Pasal 11

Cukup jelas.

 

Pasal 12

Cukup jelas.

 

Pasal 13

Cukup jelas.

 

Pasal 14 Cukup jelas.

 

 

Pasal 15

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

 

Huruf b

Cukup jelas.

 

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Bagi  Koperasi  yang  tidak   menetapkan   jangka   waktu berdirinya maka dalam Anggaran Dasar  disebutkan  bahwa Koperasi berdiri untuk jangka waktu tidak terbatas.

 

Huruf e

Ketentuan mengenai Anggota, Pengurus, dan Pengawas, antara lain meliputi:

        1. tata cara pemilihan, pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus dan Pengawas;
        2. hak dan kewajiban Anggota, Pengurus, dan Pengawas; dan
        3. c. ketentuan mengenai syarat keanggotaan.

 

Huruf f

Cukup jelas.

 

Huruf g

Cukup jelas.

 

Huruf h

Cukup jelas.

 

Huruf i

Cukup jelas.

 

Huruf j

Cukup jelas.

 

Huruf k

Cukup jelas.

 

Huruf l

Cukup jelas.

 

Huruf m

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “setiap orang” adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

 

Ayat (6) Cukup jelas.

 

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

 

Pasal 19

Cukup jelas.

 

Pasal 20

Cukup jelas.

 

Pasal 21

Cukup jelas.

 

Pasal 22

Cukup jelas.

 

Pasal 23

Cukup jelas.

 

Pasal 24

Ayat (1)

“Daftar umum Koperasi” merupakan daftar yang memuat nama

Koperasi, nomor badan hukum Koperasi, dan alamat Koperasi.

 

 

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Pasal 25

Cukup jelas.

 

Pasal 26

Cukup jelas.

 

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “Anggota yang merupakan warga negara Indonesia” adalah Anggota pada Koperasi Primer sedangkan “Anggota yang merupakan Koperasi Indonesia” adalah Anggota pada Koperasi Sekunder.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat (5)

Cukup jelas.

 

Ayat (6)

Cukup jelas.

 

Pasal 28

Cukup Jelas

 

Pasal 29

Yang dimaksud dengan “persyaratan” adalah sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi orang perseorangan atau Koperasi pada saat akan mendaftar menjadi Anggota Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder. Yang dimaksud dengan “hak” adalah setiap hal  yang wajib diperoleh atau diterima oleh Anggota dari Koperasi sebagai bentuk partisipasi Anggota sebagai pengguna pelayanan Koperasi.

Yang dimaksud dengan “kewajiban” adalah setiap hal yang wajib dipenuhi oleh Anggota kepada Koperasi sebagai bentuk partisipasi Anggota sebagai pemilik Koperasi.

Pasal 30

Ayat (1)

Huruf a

 

 

Cukup jelas.

 

Huruf b

Yang dimaksud dengan “tidak berpartisipasi aktif dalam kepemilikan”   adalah         Anggota                   tidak    atau           kurang berpartisipasi dalam pemodalan dan pengawasan Koperasi. Yang dimaksud dengan “tidak berpartisipasi aktif dalam usaha” adalah Anggota tidak atau kurang berpartisipasi dalam                   memanfaatkan       pelayanan                   Koperasi,               berupa penyediaan barang dan/atau jasa untuk atau dari Anggota.

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Pasal 31

Ayat (1)

Pengurus dan Pengawas merupakan suatu institusi yang mempunyai fungsi di bidang kepengurusan dan kepengawasan kelembagaan dan usaha Koperasi.

Penamaan terhadap pelaksana fungsi kepengurusan dan kepengawasan dapat menggunakan terminologi yang lazim digunakan dalam dunia usaha, contohnya : untuk Pengurus bisa dinamakan direksi sedangkan Pengawas bisa dinamakan komisaris.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Pasal 32

Cukup jelas.

 

Pasal 33

Cukup jelas.

 

Pasal 34

Cukup jelas.

 

Pasal 35

Cukup jelas.

 

Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “secara proporsional” adalah pengaturan

hak suara berdasarkan perkalian jumlah Anggota.

 

Ayat (5)

Cukup jelas.

 

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “kendala geografis” adalah lokasi domisili Anggota dengan kantor Koperasi atau tempat penyelenggaraan Rapat Anggota yang dipisahkan oleh pulau, gunung, atau sungai yang membutuhkan waktu relatif lama untuk dijangkau.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Pasal 39

Cukup jelas.

 

Pasal 40

Cukup jelas.

 

Pasal 41

Cukup jelas.

 

Pasal 42

Cukup jelas.

 

Pasal 43

Cukup jelas.

 

Pasal 44

Cukup jelas.

 

Pasal 45

Cukup jelas.

 

Pasal 46

Cukup jelas.

 

Pasal 47

Cukup jelas.

 

Pasal 48

Cukup jelas.

 

 

 

Pasal 49

Cukup jelas.

 

Pasal 50

Cukup jelas.

 

Pasal 51

Cukup jelas.

 

Pasal 52

Cukup jelas.

 

Pasal 53

Ayat (1)

Huruf a

Aset dapat berupa antara lain tanah, bangunan, kendaraan, dan surat-surat berharga.

 

Huruf b

Cukup jelas.

 

Huruf c

Cukup jelas.

 

Huruf d

Cukup jelas.

 

Huruf e

Cukup jelas.

 

Huruf f

Cukup jelas.

 

Huruf g

Cukup jelas.

 

Huruf h

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Pasal 54

Cukup jelas.

Pasal 55

Cukup jelas.

 

 

Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Yang dimaksud “pendirian Koperasi baru” adalah Koperasi yang baru pertama kali didirikan, bukan hasil dari Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, dan Pengintegrasian.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat (5)

Cukup jelas.

 

Ayat (6)

Cukup jelas.

 

Pasal 57

Cukup jelas.

 

Pasal 58

Cukup jelas.

 

Pasal 59

Cukup jelas.

 

Pasal 60

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Pengawas dapat terlepas dari tanggung jawab menanggung kerugian bila:

  1. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
  2. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati- hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Koperasi;
  3. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan Pengurus yang mengakibatkan kerugian; dan
  4. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

 

 

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat (5)

Cukup jelas.

 

Pasal 61

Cukup jelas.

 

Pasal 62

Cukup jelas.

 

Pasal 63

Cukup jelas.

 

Pasal 64

Cukup jelas.

 

Pasal 65

Cukup jelas.

 

Pasal 66

Materi muatan yang diatur dalam peraturan pemerintah antara lain memuat mengenai persyaratan, pengangkatan, penetapan, pemberhentian, tugas, wewenang, dan tanggung jawab dewan pengawas syariah.

Pasal 67

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

 

Huruf b

Cukup jelas.

 

Huruf c

Cukup jelas.

 

Huruf d

Cukup jelas.

 

Huruf e

Sumber lain yang sah, antara lain hasil revaluasi, konversi utang menjadi modal, dan pemanfaatan aset sebagai sumber pendanaan seperti resi gudang, gadai piutang, anjak piutang, dan sekuritisasi aset. Sumber lain ini diatur dalam Anggaran Dasar.

 

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Pasal 68

Cukup jelas.

 

Pasal 69

Cukup jelas.

Pasal 70

Cukup jelas.

 

Pasal 71

Cukup jelas.

 

Pasal 72

Cukup jelas.

 

Pasal 73

Cukup jelas.

 

Pasal 74

Cukup jelas.

 

Pasal 75

Cukup jelas.

 

Pasal 76

Cukup jelas.

 

Pasal 77

Cukup jelas.

 

Pasal 78

Cukup jelas.

 

Pasal 79

Cukup jelas.

 

Pasal 80

Cukup jelas.

 

Pasal 81

Cukup jelas.

 

Pasal 82

Cukup jelas.

 

Pasal 83

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 84

Cukup jelas.

 

Pasal 85

Cukup jelas.

 

Pasal 86

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

 

Huruf b

Cukup jelas

 

Huruf c

Layanan pembayaran antara lain pembayaran tagihan PLN, Telkom, BPJS, cicilan, dan lainnya secara daring (payment online system).

 

Huruf d

Cukup Jelas

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat (5)

Cukup jelas.

 

Ayat (6)

Cukup jelas.

 

Pasal 87

Cukup jelas.

 

Pasal 88

Cukup jelas.

 

Pasal 89

Cukup jelas.

 

Pasal 90

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 91

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

 

Huruf b

Cukup jelas

 

Huruf c

Layanan pembayaran antara lain pembayaran tagihan PLN, Telkom, BPJS, cicilan, dan lainnya secara daring (payment online system).

 

Huruf d

Cukup jelas

 

Huruf e

Cukup jelas

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat (5)

Cukup jelas.

 

Ayat (6)

Cukup jelas.

 

Pasal 92

Cukup jelas.

 

Pasal 93

Cukup jelas.

 

Pasal 94

Cukup jelas.

 

Pasal 95

Cukup jelas.

 

 

Pasal 96

Cukup jelas.

 

Pasal 97

Cukup jelas.

 

Pasal 98

Cukup jelas.

 

Pasal 99

Cukup jelas.

 

Pasal 100

Cukup jelas.

 

Pasal 101

Cukup jelas.

 

Pasal 102

Cukup jelas.

 

Pasal 103

Cukup jelas.

 

Pasal 104

Cukup jelas.

 

Pasal 105

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Yang  dimaksud   dengan   “beban   pokok”   adalah   nilai   pokok

produksi atau nilai beli barang atau jasa.

Yang dimaksud dengan “beban operasional” adalah biaya pelaksanaan operasional Koperasi baik secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan usaha Koperasi.

Komponen beban operasional berupa antara lain:

  1. beban usaha, yaitu biaya yang  dikeluarkan  oleh  Koperasi yang berkaitan langsung dengan usaha Koperasi, meliputi:
    1. beban penjualan;
    2. beban promosi;
    3. beban distribusi; dan
    4. beban penjualan lainnya.
  2. beban administrasi dan umum, berupa antara lain:
    1. beban gaji karyawan;
    2. beban alat tulis kantor;
    3. beban sewa;
    4. beban premi asuransi;

 

 

    1. beban transportasi;
    2. beban perawatan dan perbaikan aset tetap;
    3. biaya penyusutan dan amortisasi; dan
    4. biaya listrik, telepon, dan air.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat (5)

Cukup jelas.

 

Ayat (6)

Cukup jelas.

 

Pasal 106

Surplus hasil usaha dan laba usaha setelah dikurangi pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat digunakan sesuai urutan perioritas sebagai berikut:

  1. Cadangan Kerugian;
  2. Cadangan Pengembangan Usaha;
  3. Cadangan Kesinambungan Modal;
  4. Anggota, sesuai kontribusinya secara proporsional;
  5. Pengembangan Daerah Kerja;
  6. Penggunaan    lain    yang    diatur    dalam    Anggaran                            Dasar            atau ditetapkan Rapat Anggota.

Pengurus mengusulkan kepada Rapat  Anggota  penggunaan sisa hasil usaha pada tahun buku berjalan, dengan mempertimbangkan faktor kesinambungan dan pengembangan usaha Koperasi, meningkatkan loyalitas anggota, dan meningkatkan kegairahan masyarakat berkoperasi.

Komposisi persentase penggunaan sisa hasil usaha Koperasi, pembagian surplus hasil usaha dan laba usaha serta pembebanan defisit dan rugi usaha diatur dalam Anggaran Dasar.

 

Pasal 107

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Untuk menutup defisit hasil usaha dan/atau rugi usaha dapat dibebankan lebih dari satu tahun anggaran pendapatan dan belanja Koperasi.

 

 

Pasal 108

Cukup jelas.

 

Pasal 109

Cukup jelas.

 

Pasal 110

Cukup jelas.

 

Pasal 111

Cukup jelas.

 

Pasal 112

Cukup jelas.

 

Pasal 113

Cukup jelas.

 

Pasal 114

 

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

 

Huruf b

Cukup jelas.

 

Huruf c

Yang dimaksud dengan “keuntungan yang tidak wajar” adalah keuntungan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata rata keuntungan Koperasi yang lain.

 

Huruf d

Cukup jelas.

 

Huruf e

Cukup jelas.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat (5)

Cukup jelas.

 

 

 

Pasal 115

Cukup jelas.

 

Pasal 116

Cukup jelas.

 

Pasal 117

Cukup jelas.

 

Pasal 118

Cukup jelas.

 

Pasal 119

Cukup jelas.

 

Pasal 120

Cukup jelas.

 

Pasal 121

Ayat (1)

Rancangan Penggabungan memuat antara lain:

    1. nama dan tempat kedudukan dari tiap Koperasi yang akan melakukan Penggabungan;
    2. alasan serta penjelasan Pengurus Koperasi yang akan melakukan Penggabungan dan persyaratan Penggabungan;
    3. tata cara penilaian aset, utang, dan konversi ekuitas Koperasi yang menggabungkan diri terhadap aset, utang, dan konversi ekuitas Koperasi yang menerima Penggabungan;
    4. laporan keuangan paling sedikit 1 (satu) tahun buku terakhir dari setiap Koperasi yang melakukan Penggabungan;
    5. rancangan perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang menerima Penggabungan;
    6. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Koperasi yang melakukan Penggabungan;
    7. neraca proforma Koperasi yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk Koperasi;
    8. cara penyelesaian status, hak, dan kewajiban Anggota, Pengurus, Pengawas, dan karyawan Koperasi yang melakukan Penggabungan diri;
    9. cara penyelesaian hak dan kewajiban Koperasi yang menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
    10. nama Pengurus dan Pengawas serta gaji, honorarium, dan tunjangan bagi Pengurus dan Pengawas Koperasi yang menerima Penggabungan;
    11. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
    12. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Koperasi yang melakukan Penggabungan;

 

 

    1. kegiatan utama setiap Koperasi yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi  selama  tahun buku yang sedang berjalan; dan
    2. perincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Koperasi yang melakukan Penggabungan.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Pasal 122

Cukup jelas.

 

Pasal 123

Ayat (1)

Rancangan Peleburan memuat antara lain:

  1. nama dan tempat kedudukan dari tiap Koperasi yang akan melakukan Peleburan;
  2. nama    dan    tempat    kedudukan     dari   Koperasi               baru  hasil Peleburan;
  3. alasan     serta    penjelasan    Pengurus    Koperasi                 yang     akan melakukan Peleburan dan persyaratan Peleburan;
  4. tata cara penilaian aset, utang, dan konversi modal Koperasi yang akan meleburkan diri;
  5. laporan keuangan paling sedikit 1 (satu) tahun buku terakhir dari setiap Koperasi yang akan melakukan Peleburan;
  6. rancangan Anggaran Dasar Koperasi baru hasil Peleburan;
  7. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Koperasi yang akan melakukan Peleburan;
  8. neraca proforma Koperasi baru hasil Peleburan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk Koperasi;
  9. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban Anggota, Pengurus, Pengawas, dan karyawan Koperasi yang meleburkan diri;
  10. cara penyelesaian hak dan kewajiban Koperasi yang meleburkan diri terhadap pihak ketiga;
  11. nama Pengurus dan Pengawas serta gaji, honorarium, dan tunjangan bagi Pengurus dan Pengawas Koperasi baru hasil Peleburan;
  12. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Peleburan;
  13. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Koperasi yang akan melakukan Peleburan;
  14. kegiatan utama setiap Koperasi yang akan melakukan Peleburan dan perubahan yang terjadi selama tahun  buku yang sedang berjalan; dan
  15. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Koperasi yang akan melakukan Peleburan.

 

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Pasal 124

Cukup jelas.

 

Pasal 125

Ayat (1)

Rancangan Pemisahan memuat antara lain:

  1. nama    dan    tempat    kedudukan     dari   Koperasi               yang  akan melakukan Pemisahan;
  2. nama dari unit Koperasi yang akan dipisah;
  3. nama dan tempat kedudukan dari Koperasi baru hasil Pemisahan;
  4. alasan serta penjelasan Pengurus Koperasi yang akan melakukan Pemisahan dan persyaratan Pemisahan;
  5. tata cara pengalihan aset, kewajiban, dan ekuitas Koperasi yang akan melakukan Pemisahan kepada Koperasi baru hasil Pemisahan;
  6. laporan keuangan paling sedikit 1 (satu) tahun buku terakhir dari Koperasi yang akan melakukan Pemisahan dan unit bila ada;
  7. rancangan Anggaran Dasar Koperasi baru hasil Pemisahan;
  8. neraca proforma Koperasi baru hasil Pemisahan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk Koperasi;
  9. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban Anggota, Pengurus, Pengawas, dan karyawan Koperasi yang memisahkan diri;
  10. cara penyelesaian hak dan kewajiban Koperasi yang memisahkan diri terhadap pihak ketiga;
  11. nama Pengurus dan Pengawas serta gaji, honorarium, dan tunjangan bagi Pengurus dan Pengawas Koperasi baru hasil Pemisahan;
  12. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pemisahan;
  13. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Koperasi yang akan melakukan Pemisahan;
  14. kegiatan utama setiap Koperasi yang akan melakukan Pemisahan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan; dan
  15. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Koperasi yang akan melakukan Pemisahan.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Pasal 126

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 127

Ayat (1)

Rancangan Pengintegrasian memuat antara lain:

  1. nama dan tempat kedudukan dari para pihak yang akan melakukan Pengintegrasian;
  2. alasan serta penjelasan Pengurus Koperasi yang akan melakukan Pengintegrasian dan persyaratan Pengintegrasian;
  3. tata cara penyelenggaraan hubungan induk usaha bersama dengan para pihak yang akan  melakukan  Pengintegrasian; dan
  4. kegiatan utama para pihak yang melakukan Pengintegrasian dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat (5)

Cukup jelas.

 

Pasal 128

Cukup jelas.

 

Pasal 129

Cukup jelas.

 

Pasal 130

Cukup jelas.

 

Pasal 131

Cukup jelas.

 

Pasal 132

Cukup jelas.

 

Pasal 133

Cukup jelas.

 

Pasal 134

Cukup jelas.

 

 

Pasal 135

Cukup jelas.

 

Pasal 136

Cukup jelas.

 

Pasal 137

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa hak dan kewajiban Koperasi yang berstatus ”Koperasi dalam penyelesaian”, masih tetap ada untuk menyelesaikan seluruh urusannya. Agar masyarakat mengetahuinya, di depan kantor Koperasi dipasang pengumuman yang memuat frasa ”Koperasi dalam penyelesaian”.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Pasal 138

Cukup jelas.

 

Pasal 139

Cukup jelas.

 

Pasal 140

Cukup jelas.

 

Pasal 141

Cukup jelas.

 

Pasal 142

Cukup jelas.

 

Pasal 143

Cukup jelas.

 

Pasal 144

Cukup jelas.

 

Pasal 145

Cukup jelas.

 

Pasal 146

Cukup jelas.

 

 

 

Pasal 147

Cukup jelas.

 

Pasal 148

Cukup jelas.

 

Pasal 149

Cukup jelas.

 

Pasal 150

Cukup jelas.

 

Pasal 151

Cukup jelas.

 

Pasal 152

Cukup jelas.

 

Pasal 153

Cukup jelas.

 

Pasal 154

Cukup jelas.

 

Pasal 155

Cukup jelas.

 

Pasal 156

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “prakoperasi” adalah unit usaha bersama yang dibentuk oleh masyarakat yang dimaksudkan untuk dibentuk menjadi Koperasi, telah dikelola sebagaimana pengelolaan Koperasi, dan dalam proses memperoleh pengesahan sebagai badan hukum Koperasi.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Pasal 157

Cukup jelas.

 

Pasal 158

Cukup jelas.

 

Pasal 159

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 160

Ayat (1)

Pada saat diundangkan Undang-Undang ini, organisasi gerakan koperasi yang telah ada dan berkembang adalah dewan Koperasi Indonesia yang selanjutnya disingkat Dekopin dan merupakan kelanjutan dari Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia disingkat SOKRI, yang didirikan pada tanggal 12 Juli 1947 oleh Kongres Koperasi Seluruh Indonesia yang pertama, yang diselenggarakan di Tasikmalaya.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Pasal 161

Cukup jelas.

 

Pasal 162

Cukup jelas.

 

Pasal 163

Ayat (1)

Pengalokasian pendanaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) diberikan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara dan daerah.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Pasal 164

Cukup jelas.

 

Pasal 165

Cukup jelas.

 

Pasal 166

Cukup jelas.

 

Pasal 167

Cukup jelas.

 

 

Pasal 168

Cukup jelas.

 

Pasal 169

Cukup jelas.

 

Pasal 170

Cukup jelas.

 

Pasal 171

Cukup jelas.

 

Pasal 172

Cukup jelas.

 

Pasal 173

Cukup jelas.

 

Pasal 174

Cukup jelas.

 

Pasal 175

Cukup jelas.