Oleh: Iwan Rudi Saktiawan, SSi, MAg, CIRBD
Pakar Koperasi dan Keuangan Mikro Syariah
Analis Kebijakan KNEKS
Banyak pihak menilai bahwa program pembentukan 70 ribu Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) memiliki risiko kegagalan yang tinggi. Hal ini bukan tanpa dasar, namun merujuk pada pengalaman-pengalaman program sejenis sebelumnya sejak era zaman Suharto, misalnya program KUD. Di era selanjutnya, banyak juga program-program pembentukan koperasi tingkat desa yang dilakukan oleh pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kota/kabupaten, yang mayoritas mengalami kegagalan. Beberapa koperasi tingkat desa bentukan program tersebut yang ada saat ini, umumnya dalam kondisi mati segan hidup tak mau.
Bila program KDMP mengalami kegagalan, maka dampak negatifnya tidaknya hanya pada yang sifatnya material namun juga non material. Yang bersifat material adalah hilangnya asset koperasi akibat kerugian yang besar, banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan lain-lain. Sedangkan yang sifatnya non material adalah memburuknya citra koperasi. Hingga saat ini, dampak buruk dari 8 koperasi bermasalah yang menyebabkan kerugian 26 T masih terasa (Tempo.co, 30/01/2025). Jangan sampai KDMP makin memperburuk citra koperasi, yang saat ini sedang diupayakan rebranding.
Namun sebaliknya, bila KDMP berhasil, maka sudah dapat dipastikan akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Dampaknya akan significant karena pertumbuhannya akan merata di seluruh desa Indonesia. Oleh karena itu tulisan ini menelisik risiko atau tantangan-tantangan yang dihadapi,beserta saran atau solusinya.
Tantangan KDMP
Adanya risiko kegagalan program KDMP karena menghadapi beberapa tantangan, diantaranya adalah sebagai berikut. Yang pertama terkait Ketergantungan. Proses yang topdown dan penyediaa dana dari pemerintah yang minim partisipasi masyarakat dapat menyebabkan ketergantungan. Ketergantungan tersebut dapat dari sisi bisnisnya, artinya KDMP bisa beroperasi ketika ada dana dari pemerintah, namun tidak bisa beroperasi saat dana pemerintah sudah habis. Ketergantungan yang kedua adalah tergantung atas pembinaan pemerintah. Ketika pemerintah sudah mengurangi pembinaan karena fokus kepada bidang lain, kemungkinan besar KDMP akan mati perlahan.
Yang kedua terkait Kelayakan Bisnis. Bila memaksakan per desa atau per kelurahan harus ada satu badan koperasi kemungkinan besar banyak yang tidak ekonomis. Untuk memastikannya perlu ada feasibility study terlebih dahulu. Bisa jadi kantor layanannya ada di setiap desa, namun kepengurusannya ada pada level kecamatan bahkan tingkat kota/kabupaten. Selain itu, KDMP harus dibangun berdasarkan bisnis yang berkelanjutan. Artinya dapat hidup beroperasi dari pendapatan usahanya sendiri. Bila potensi bisnis yang digarap hanya mengandalkan dari pemerintah, maka dapat berakibat ketergantungan, yang secara jangka panjang bisa berdampak pada kebangkrutan usaha.
Poin ketiga adalah adanya potensi Konflik. Di desa, kemungkinan besar sudah ada lembaga sejenis atau memiliki kepentingan sejenis. Selain itu di desa sumberdaya umumnya terbatas, semisal sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Adanya lembaga sejenis, kepentingan sejenis, kebutuhan sumber daya sejenis dan yang lainnya, berpotensi menjadi konflik, yang bila tidak diantisipasi atau diselesaikan dapat tereskalasi menjadi konflik tingkat nasional.
Tantangan keempat adalah tentang SDM. Salah satu kekeliruan besar terkait koperasi, adalah bahwa koperasi cukup dikelola oleh SDM dengan kualitas ala kadarnya. Mungkin karena koperasi anggotanya adalah mayoritas pengusaha mikro, maka ada anggapan pengurus dan pengelolanya tidak perlu berkualitas. Padahal justru sebaliknya. Menjadi pengurus atau pengelola koperasi, perlu kualitas lebih karena tidak hanya menjadi yang mengoperasikan koperasi, namun juga sering harus menjadi pendamping bahkan problem solver bagi para pengusaha mikro anggotanya. Dengan demikian, selain perlu memiliki keterampilan dan pengetahuan yang sifatnya teknis, juga memerlukan keterampilan dan pengetahuan sebagai pendamping bisnis, serta sesekali menjadi trainer bagi anggotanya.
Hal yang tidak boleh dilupakan adalah adanya risiko Penyelewangan. Dana yang diperlukan untuk penumbuhan atau pengembangan koperasi memang besar. Merupakan hal yang tepat ketika pemerintah menyediakan anggaran Rp3,5 – Rp5 M per desa. Namun di sisi lain menimbulkan tantangan adanya penyelewengan dana. Bukan rahasia lagi, bahwa saat ini korupsi sudah merambah ke tingkat desa. Bila hal ini tidak diantisipasi, dikhawatirkan penjara akan penuh oleh koruptor terkati program KDMP.
Hal yang terakhir, adalah adanya tantangan Politisasi. Karena KDMP berjumlah banyak dan tersebar merata di seluruh Indonesia, maka akan sangat menarik bagi kekuatan-kekuatan politik yang ada di Indonesia. Bila kekuatan politik tersebut kontributif, legal dan etis, maka itu tidak masalah. Namun sisi negatif yang perlu dihindari adalah KDMP menjadi alat politif praktis untuk kepentingan politik jangka pendek yang dilakukan secara tidak etis.
Strategi Sukses KDMP
Pertama perlu adanya proses yang Partisipatif. KDMP perlu ditumbuhkan (untuk yang baru) dan dikembangkan (dari yang sudah ada) dengan melibatkan masyarakat secara partisipatif. Dengan demikian maka asset sosial masyarakat bisa berhimpun, tumbuh dan berkembang dalam KDMP. Dengan partisipatif, selain sesuai dengan jati diri koperasi, menjadikan KDMP mandiri, tidak tergantung dari dukungan pemerintah dan dapat bertahan secara berkelanjutan.
Kedua perlunya adanya penguatan bisnis. KDMP harus benar-benar bisa menghasilkan pendapatan yang bisa membiayai operasionalnya secara berkelanjutan. KDMP tidak boleh bergantung pada dukungan dana dan dukungan pasar pemerintah. Hal ini dilakukan dengan adanya feasibilty study yang berkualitas. Hasil kajian tersebut diharapkan merumuskan model bisnis, model kelembagaan, dan lain-lain. KDMP harus dapat menjangkau seluruh desa, namun untuk pertimbangan bisnis, sekali lagi, bisa jadi badan hukumnya, ada pada level kabupaten atau kota. Untuk meningkatkan daya saing bisnis, bila perlu, diadopsi teknologi-teknologi terkini.
Ketiga, namun utama, adalah penguatan SDM. Pengurus, pengawas, dewan pengawas syariah (untuk yang syariah) dan pengelola KDMP harus diisi oleh orang yang amanah dan professional. Untuk itu diperlukan suatu sistem seleksi yang baik, pelatihan dan pendampingan yang baik dan berkelanjutan. Dana yang disediakan pemerintah, perlu disisihkan untuk penguatan SDM. Penguatan SDM tidak hanya dari aspek pengetahuan dan keterampilan, yang lebih penting lagi adalah dari sisi karakter. Yang terlibat dalam program KDMP harus memiliki integritas yang baik.
Keempat, SDMP perlu Sinergis. KDMP harus sinergi dengan stakeholder yang ada di desa sehingga dapat meminimalisir dan menyelesaikan potensi konflik yang ada. Dengan demikian, kehadiran KDMP, alih-alih menjadi pesaing pasar atau sumber daya, malah berkontribusi kepada para pihak di Desa. Meskipun untuk pemberdayaan warga desa setempat khususnya pengusaha mikro, KDMP perlu bersinergi dengan pihak-pihak di luar desa. Pihak lain tersebut, bisa berupa koperasi, PT, perguruan tinggi dan lain-lain.
Kelima, perlu adanya sistem audit yang terinstall dengan baik. Untuk menghindari adanya penyelewengan maka perlu dibangun dan “diinstall” sistem pengawasan, audit dan pengaduan yang baik. Satuan pengawas internal (SPI) perlu ada, yang entitasnya bisa saja ada untuk beberapa KDMP, untuk efisiensi, dengan tetap tidak mengurangi efektivitasnya. Sistem pengaduan dan pengawasan masyarakat juga perlu dibangun, baik yang secara manual maupun secara online.
Terakhir, adanya KDMP yang independen. KDMP perlu dideklarasikan sebagai organisasi bisnis yang tidak berafiliasi dengan kekuatan politik manapun. Hal ini wajib tercantum dalam AD dan ART serta aturan-aturan di KDMP. Selain itu, perihal tersebut, harus tersosialisasi pada seluruh anggota dan stakeholder KDMP. Tahapan-tahapan yang krusial adanya intervensi negatif harus menjadi perhatian lebih, misalnya dalam hal rekrutmen staf, pengadaan, kerjasama bisnis dan lain-lain.
Optimasi Stakeholder
Koperasi adalah badan usaha milik orang perorang. Koperasi merupakan badan usaha yang dijalankan secara demokratis, tidak perlu dan tidak boleh dicampurtangani oleh di luar anggota terkait bisnisnya. Namun meskipun demikian, dukungan dari berbagai pihak serta kolaborasi tetap diperlukan. Bahkan kerjasama, merupakan karakter dasar koperasi.
Pemerintah daerah dan pusat, perlu memberikan aturan dan kebijakan yang mendukung pengembangan bisnis KDMP. Sebagai contoh misalnya untuk pengadaan, perlu memprioritaskan yang berasal dari KDMP. Demikian juga pembangunan infrastruktur, perlu memprioritaskan yang dapat mendukung kelancaran bisnis KDMP.
Koperasi Sebagai Soko Guru
Agar KDMP sukses, maka potensi dan hal-hal negatif perlu dicegah dan kiat-kiat positifnya, perlu dilaksanakan dengan optimal. Insya Allah dengan demikian maka KDMP akan berhasil dengan baik. Keberhasilan KDMP akan memperbaiki citra positif koperasi dan mewujudkan koperasi sebagai soko guru ekonomi Indonesia.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.