Jakarta, Beritakoperasi — Indonesia mencetak pencapaian monumental dengan menempatkan diri sebagai ekonomi terbesar ke-8 dunia. Peringkat ini berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disesuaikan dengan paritas daya beli (PPP) pada 2024.

Menurut data Dana Moneter Internasional (IMF), posisi ini mengungguli negara-negara maju seperti Prancis dan Inggris, menandakan laju pertumbuhan signifikan di tengah kompleksitas tantangan global.

Di puncak daftar, Tiongkok kokoh dengan PDB mencapai USD 37,07 triliun (Rp 600 kuadriliun), diikuti Amerika Serikat dengan USD 29,17 triliun (Rp 472,2 kuadriliun). India, Rusia, Jepang, Jerman, dan Brasil berada di posisi berikutnya.

Indonesia, dengan PDB sebesar USD 4,66 triliun (Rp 75,4 kuadriliun), berbagi posisi ke-8 dengan Brasil, meninggalkan Prancis (USD 4,36 triliun) dan Inggris (USD 4,28 triliun) di belakang.

Prestasi ini menegaskan transformasi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi yang mampu bersaing di panggung global.

Laporan World Economic Outlook IMF edisi Januari 2025 memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,3 persen pada 2025–2026, lebih rendah dari rata-rata historis 3,7 persen (2000–2019). 

Baca juga:  Kasus Viral Rp271 Triliun: Intip Jumlah Kekayaan Timah Indonesia

Inflasi utama global diperkirakan turun menjadi 4,2 persen pada 2025 dan 3,5 persen pada 2026, dengan negara-negara maju mencapai target lebih cepat dibandingkan pasar berkembang.

Namun, dinamika antarnegara menunjukkan variasi tajam. Di Tiongkok, misalnya, pertumbuhan sebesar 4,7 persen masih di bawah ekspektasi akibat melemahnya konsumsi dan stagnasi pasar properti.

India juga mengalami perlambatan aktivitas industri yang lebih tajam dari perkiraan. Sementara itu, kawasan euro menghadapi kontraksi dalam manufaktur dan ekspor barang, dengan Jerman sebagai negara yang paling terdampak.

Sebaliknya, Amerika Serikat mencatat pertumbuhan solid sebesar 2,7 persen, didorong oleh konsumsi domestik yang kuat, mencerminkan daya tahan ekonomi yang berlawanan dengan tren global.

IMF menyoroti pentingnya kebijakan yang terfokus untuk menyeimbangkan inflasi dan aktivitas riil, memperkuat penyangga fiskal, serta meningkatkan reformasi struktural.

Keberhasilan Indonesia menduduki posisi ke-8 ekonomi dunia tak lepas dari momentum reformasi ekonomi yang konsisten. 

Di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto, upaya memperkuat kemandirian ekonomi, memacu inovasi, dan memperluas pasar telah menciptakan landasan yang kokoh.

Baca juga:  KemenKopUKM dan Kadin Rancang Strategi untuk Hadapi Tantangan UMKM

Namun, di balik pencapaian ini, penting bagi Indonesia untuk terus memperkuat ekonomi kerakyatan, salah satunya melalui pengembangan koperasi.

Sebagai pilar utama dalam pemerataan kesejahteraan, koperasi memiliki peran strategis dalam menciptakan ekosistem ekonomi yang inklusif dan mandiri. 

Oleh karena itu, diperlukan langkah konkret dari pemerintah untuk mendorong perkembangan koperasi agar mampu tumbuh dan bersaing di tingkat internasional.

Presiden Prabowo Subianto telah membuka peluang besar dengan memberikan tambahan anggaran sebesar Rp 10 triliun kepada Kemenkop. Dana ini diharapkan dapat me-rebranding koperasi dan mengembalikan marwah koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional. 

Kemenkop menjelaskan bahwa dana yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB-KUKM) akan difokuskan pada kegiatan produktif di sektor riil.

Kebijakan ini pun sejalan dengan rekomendasi IMF yang menyoroti pentingnya peningkatan aktivitas ekonomi riil sebagai motor penggerak pertumbuhan yang berkelanjutan.

Disamping itu, peringkat ke-8 yang diperoleh Indonesia sebagai ekonomi terbesar di dunia merupakai pencapaian luar biasa. Namun demikian, ada tantangan untuk menjaga momentum ini di tengah ketidakpastian global. 

Baca juga:  Sedang Perlu Biaya Sekolah Anak, Kopasjadi Solusinya

Termasuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dicapai dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. (IT/Beritakoperasi)