Jakarta, Beritakoperasi – Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mengungkapkan kesiapan dalam mendukung program pemerintah.

Kemenkop akan berperan mendukung Asta Cita 2 terkait swasembada pangan, serta Asta Cita 3 terkait pengembangan agro-maritim berbasis koperasi dan industrialisasi melalui koperasi.

Beberapa program pemerintah yang berkaitan dengan kementeriannya antara lain penguatan kelembagaan koperasi, swasembada pangan, hilirisasi hingga keberhasilan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Adapun sejumlah proyek prioritas Kemenkop, diantaranya adalah pengembangan koperasi sektor produksi, peningkatan kapasitas kelembagaan dan bisnis koperasi, penguatan sistem pengawasan, penjaminan simpanan koperasi, serta fasilitasi kerja sama antar lembaga ekonomi di desa.

Sebagai langkah konkret, Kemenkop telah menjalankan proyek percontohan terkait penguatan koperasi dalam mendukung MBG. 

Tiga koperasi dipersiapkan sebagai pelaksana program, yaitu Koperasi Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Koperasi Konsumen Serikat Bisnis Pesantren Lampung (SKD), dan Koperasi Peternakan dan Pemerahan Air Susu Sapi Rakyat Sae Pujon di Malang, Jawa Timur.

“Koperasi juga hadir sebagai penyediaan bahan pangan, meliputi Koperasi Produsen (petani, peternak, dan nelayan) dan Koperasi Pasar bersama Koperasi Unit Desa (KUD), BUMDes, UMKM dan lainnya,” kata Menkop Budi Arie dalam Rapat Tingkat Menteri bersama Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pemberdayaan Masyarakat, di Jakarta, Selasa (3/12/2024).

Baca juga:  BPDPKS Terima Award Kemitraan UKMK dan Petani Sawit Milenial dari Aspekpir

Dalam mendukung swasembada pangan, khususnya menyukseskan program MBG, Kemenkop juga terus mengembangkan produk Minyak Makan Merah untuk Rakyat (MIRA).

Terkait hambatan pembiayaan koperasi, Budi menyoroti perlunya penghapusan Kredit Usaha Tani (KUT) dari daftar hitam SLIK OJK, sehingga bisa direvitalisasi sesuai dengan Asta Cita 2 dan 3.

Diketahui saat ini, jumlah KUD sebanyak 13.400 unit koperasi dan 826 LSM dengan besaran rata-rata diterima debitur sebesar Rp800 ribu hingga Rp10 juta. 

“Penghapusan KUT ini, diharapkan agar koperasi dan petani dapat keluar dari daftar hitam perbankan, sehingga bisa mengikuti program ketahanan pangan,” kata Menkop.

Ia menilai, masalah ini menghalangi KUD dalam mengakses pembiayaan perbankan melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.

Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono menambahkan pentingnya peran Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pemberdayaan Masyarakat dalam memperlancar distribusi pupuk melalui badan usaha berbasis koperasi.

Ia juga menyoroti dampak kebijakan impor terhadap koperasi, seperti masalah pada koperasi susu akibat aturan bea masuk nol persen untuk susu impor. 

Baca juga:  Pelatihan Vokasional dari KemenKopUKM dan Baznas: Upaya Mengatasi Kemiskinan Ekstrem

Hal ini, menurutnya, bertentangan dengan semangat swasembada pangan yang seharusnya mengurangi ketergantungan impor dan meningkatkan produksi lokal.

“Melalui Kemenko diharapkan akan dikoordinasikan antara Kemenkop, Kementerian BUMN dan Kementerian Pertanian terkait penyaluran pupuk langsung yang sangat penting sekali bagi masyarakat desa yang memang pekerjaan utamanya banyak di sektor pertanian,” ucapnya.

Ia mengusulkan adanya satuan di Kemenko Pemberdayaan Masyarakat untuk mempelajari kebijakan impor yang berdampak langsung bagi koperasi.

“Seperti protes yang terjadi di koperasi susu kemarin, setelah kami telaah itu juga terjadi akibat adanya kebijakan impor. Yakni, adanya peraturan bea masuk nol persen pada susu impor seperti susu bubuk,” ujarnya.

Sementara itu, Menko Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar berkomitmen untuk memperkuat kerja sama lintas kementerian dalam meningkatkan program pemberdayaan dan akses pembiayaan.

“Seperti kesepakatan kementerian di bawah Kemenko ini untuk menyempurnakan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang masih sulit diakses koperasi maupun pekerja migran. Kalaupun ada skema pembiayaan baru tentu dengan persetujuan Presiden,” ucapnya.

Baca juga:  Seminar Internasional Bahas Peran Koperasi dalam Pembangunan Berkelanjutan di Era Anthropocene

Ia juga menekankan pentingnya revisi regulasi yang belum relevan, termasuk pembaruan Undang-Undang Koperasi yang sudah lama tidak diperbaiki. (IT/Beritakoperasi)