Jakarta, Beritakoperasi – Forum Koperasi Indonesia (Forkopi) melanjutkan agenda audiensinya dengan fraksi-fraksi di DPR RI. 

Setelah bertemu Fraksi Partai Golkar, Forkopi diterima oleh Fraksi PKS di Gedung Nusantara I, DPR RI, pada Selasa (19/11/2024). 

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin AK menyatakan pertemuan ini dilakukan untuk membahas percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian.

“Forkopi sangat berharap agar RUU Perkoperasian itu segera diproses. Karena Undang-undang Koperasi yang ada sekarang umurnya sudah 32 tahun, yaitu sejak tahun 1992. Jadi undang-undang perlu segera direvisi dan RUU yang ada segera diproses sehingga secepatnya bisa terwujud undang-undang perkoperasi yang baru,” terang Amin.

Ia mengatakan bahwa RUU Perkoperasian telah diajukan ke DPR pada periode sebelumnya namun belum ditindaklanjuti. 

Saat ini, RUU tersebut masuk dalam kategori Kumulatif Terbuka dan menjadi prioritas pembahasan di Komisi VI. Oleh karena itu pada awal masa kerja DPR periode ini pihaknya di Komisi VI akan mendorong segera disahkan menjadi undang-undang.

Amin mengatakan pihak Forkopi mengajukan sejumlah poin, diantaranya soal masa jabatan, pengurus koperasi, soal sanksi pidana dan lainnya.

“Soal pidana misalnya sepertinya tidak seperti yang ada di draf sekarang. Karena itu akan menjadikan para pelaku koperasi sangat cemas dan akan menghambat kelancaran dan proses-proses perkoperasin itu,” katanya.

Baca juga:  Munas IV KA Unsoed: Abdul Kholik Resmi Dilantik Sebagai Ketua Umum Baru

Forkopi mengajukan beberapa poin revisi terhadap undang-undang perkoperasian yang ada, yang dianggap sudah usang karena telah berlaku sejak 1992. 

Perwakilan Frokopi, Kartiko AW mengatakan pihaknya memiliki beberapa usulan utama meliputi:

  1. Perubahan Definisi Koperasi dan Badan Hukumnya

Forkopi mengusulkan definisi koperasi yang lebih komprehensif. 

Adapun pengertian Koperasi yang diusulkan yaitu koperasi merupakan sekumpulan orang seorang atau badan hukum koperasi yang bersatu secara sukarela dan bersifat otonom untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya dalam membangun ekonomi kerakyatan melalui usaha bersama yang diselenggarakan berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong-royong.

Badan hukum koperasi juga diusulkan memiliki pengakuan yang jelas sebagai subjek hukum yang menjalankan usaha bersama.

Badan Hukum Koperasi adalah status legal yang diberikan oleh negara sebagai subjek hukum yang didirikan oleh sekumpulan orang atau Badan Hukum Koperasi menjalankan usaha Bersama dalam mencapai tujuan berkoperasi.

“Jadi kita bedakan dari sisi ekonomi dan badan hukumnya,” kata Kartiko.

  1. Perluasan Pengertian Usaha Simpan Pinjam

Selanjutnya, Forkopi mengusulkan agar memperluas pengertian usaha simpan pinjam sesuai dengan amanat dari TAP MPR No. 16/1998 yang semangatnya adalah mengembangkan koperasi tidak mengkerdilkan koperasi.

Adapun jenis koperasi tersebut juga amanat UU No. 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Baca juga:  Smesco Indonesia: Pameran Kriyanusa 2024 Hadirkan Sentuhan Modern pada Warisan Budaya

“Hal tersebut dalam rangka memfasilitasi koperasi yang dijalankan oleh pelajar dan mahasiswa dalam rangka rekrutmen anggota melalui proses pendidikan sebelum dikukuhkan sebagai anggota tetap,” ucapnya.

  1. Revisi Peran Koperasi dalam Ekonomi

Forkopi menekankan koperasi sebagai wujud usaha bersama berbasis kekeluargaan dan gotong royong, bukan sekadar demokrasi ekonomi yang tanpa batas.

Forkopi menegaskan agar peran dan fungsi koperasi adalah mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong, bukan demokrasi ekonomi.

Bahwa demokrasi ekonomi yang tanpa batas atau tidak terukur kurang tepat menjadi asas usaha bersama.

  1. Pembentukan Lembaga Pengawasan Usaha Simpan Pinjam

Forkopi mengusulkan pendirian Lembaga Pengawasan Usaha Simpan Pinjam dengan komposisi pimpinan dari pemerintah, gerakan koperasi simpan pinjam, dan pemangku kepentingan. 

Selain itu, mereka mendorong pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi (LPSK) dengan pendanaan dari iuran anggota dan APBN.

“Forkopi juga mengusulkan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPSK) dan Pinjaman Anggota Koperasi yang dibiayai dengan iuran dan APBN,” ungkapnya.

  1. Penghapusan Batasan Masa Jabatan Pengurus

Forkopi menilai kepercayaan anggota terhadap pengurus lebih penting dibanding pembatasan masa jabatan.

  1. Hak Milik Atas Tanah oleh Koperasi

Mereka mengusulkan agar koperasi memiliki hak milik atas tanah, tidak terbatas hanya pada koperasi pertanian.

Baca juga:  Akibat Gagal Tarik Tabungan di Koperasi BMT, Emak-emak Pekalongan Ngadu ke Polres

“Forkopi juga mengusulkan koperasi secara umum dapat memiliki Hak Milik atas tanah tidak terbatas pada koperasi pertanian. Hal tersebut juga mengambil yurisprudensi atas ormas keagamaan yang diberi hak milik atas tanah,” katanya.

  1. Pengaturan Sanksi Pidana

Forkopi meminta agar sanksi pidana terbatas pada pelanggaran yang merugikan koperasi, untuk mencegah kesan kriminalisasi terhadap pengurus atau pengawas.

“Hal ini menghindari agar tidak terkesan regulasi memiliki kecenderungan untuk mengkriminalisasi pengurus dan pengawas koperasi,” ungkapnya.

Amin AK mengatakan bahwa pada awal masa kerja DPR periode ini, Komisi VI DPR akan mendorong agar RUU Perkoperasi segera dibahas dan disahkan.

“Kami di PKS akan memperjuangkan aspirasi Forkopi semaksimal mungkin. Namun untuk sukses perlu dukungan dari mayoritas anggota Panja (Panitia Kerja) yang akan dibentuk awal masa sidang mendatang,” katanya.

Ia menegaskan pentingnya dukungan mayoritas untuk memastikan RUU ini dapat segera disahkan menjadi undang-undang.

“Saya berharap pada teman-teman Forkopi untuk melakukan komunikasi dengan fraksi-fraksi lain. Kalau kita sendiri kan tidak bisa, nanti kalah, kan demokrasi harus ada dukungan dari mayoritas anggota Panja.. Insya Allah Panja akan dibentuk awal masa sidang mendatang akan dimulai tanggal 21 Januari 2025,” pungkasnya. (IT/Beritakoperasi)