Jakarta, Beritakoperasi – Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenKop UKM) mengungkap bahwa penggabungan TikTok dengan Tokopedia tidak menguntungkan bagi UMKM Indonesia.

Penggabungan yang dimulai sejak Januari 2024 ini berupa akuisisi Tokopedia oleh Tiktok. 

TikTok yang dimiliki oleh ByteDance dari China, kini memegang 75,01 persen saham Tokopedia, mengakibatkan perubahan signifikan dalam struktur kepemilikan Tokopedia.

Setelah penutupan semetara dan kini penggabungan dua platform tersebut, menunjukan tidak adanya keuntungan bagi UMKM Indonesia. Hal ini lantaran produk-produk yang dijual didominasi oleh produk impor.

Direktur Utama Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan UKM atau Smesco Indonesia Wientor Rah Mada mengatakan akuisisi Tokopedia oleh TikTok hanya menguntungkan para pemegang saham.

“Apakah negara ini mendapatkan keuntungan (dengan merger tersebut)? Tidak. Apakah UMKM mendapatkan keuntungan? Cuma ada satu program yang sampai saat ini berjalan, yaitu program Beli Lokal, tetapi isinya ada yang bukan produk lokal,” ucap Wientor dalam diskusi media di Jakarta, Selasa.

Ia juga menyoroti bahwa penggabungan ini merugikan tenaga kerja lokal. Menurut informasinya, ada sekitar 450 karyawan Tokopedia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah akuisisi.

Baca juga:  Sri Untari Bisowarno, Ketua Umum Dekopin : Keterlibatan OJK Dalam Tata Kelola Koperasi Tidak Tepat

Fiki Satari, Staf Khusus Menteri bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Kemenkop UKM, menjelaskan bahwa sebelum akuisisi, Tokopedia dikenal sebagai platform e-commerce domestik yang sangat mendukung produk lokal. 

Namun, setelah merger dengan TikTok, fokus platform ini berubah, terlihat dari maraknya penjualan dengan harga yang sangat rendah dan peningkatan jumlah produk impor.

Fiki juga mencatat bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 mewajibkan platform e-commerce untuk mencantumkan nomor impor resmi pada produk impor. Namun, dalam prakteknya, banyak penjual yang tidak mematuhi peraturan tersebut dan mencoba mengakali sistem.

“Ini menjadi PR … Kami berharap ke depan harus ada komite khusus yang memang dibuat sehingga publik bisa melaporkan apabila ada satu platform yang ketahuan tidak mengikuti aturan tersebut bisa diberikan sanksi,” tuturnya.

Kemenkop UKM melaporkan bahwa hingga Desember 2023, sekitar 25 juta pelaku UMKM sudah bergabung dengan platform e-commerce. 

Namun, Data Institute for Development of Economic and Finance (Indef) mencatat bahwa sebagian besar pelaku UMKM di e-commerce adalah reseller yang menjual produk impor, terutama barang habis pakai. Sekitar 74 persen produk yang dijual di e-commerce merupakan barang impor. (IT/Beritakoperasi)

Baca juga:  Badan Gizi Nasional Arahkan Pengusaha Besar Gandeng Koperasi dan BUMDes di Program MBG