Perhimpunan BMT Seluruh Indonesia (PBMTI) mengadakan acara Workshop di Solo yang dihadiri sekira 140 anggota BMT seluruh Indonesia, hari ini tanggal 13 Juni 2024. Ada dua nara sumber utama yaitu Prof. Dr. Soedarsono (Dosen FISIP UI) dan Prof. Dr. Ahmad Subagyo (IKOPIN University).

Koperasi simpan pinjam (KSP/KSPPS) memainkan peran penting dalam mendukung perekonomian Indonesia, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, perkembangan sektor ini tidak terlepas dari pengaruh regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Berikut adalah pandangan Prof. Dr. Ahmad Subagyo, seorang pakar keuangan mikro dan Wakil Rektor Bidang Riset, Advokasi, dan Promosi di IKOPIN University, mengenai dampak regulasi terhadap keberlangsungan KSP/KSPPS.

Prof. Subagyo menyambut baik upaya pemerintah untuk memperkuat regulasi terkait KSP/KSPPS. Menurutnya, regulasi yang jelas dan komprehensif dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi koperasi serta anggotanya. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan mendorong pertumbuhan sektor keuangan mikro.

“Regulasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi KSP/KSPPS untuk beroperasi secara aman dan berkelanjutan,” ujar Prof. Subagyo. “Ini akan melindungi kepentingan anggota koperasi dan masyarakat luas.”

Baca juga:  Teten Masduki Usul Pintu Masuk Barang Impor Dipindah: Apakah Ini Solusi Cerdas atau Risiko Besar?

Salah satu aspek penting dalam regulasi baru adalah persyaratan modal minimum yang lebih tinggi bagi KSP/KSPPS. Prof. Subagyo menyatakan bahwa ini akan mendorong konsolidasi dan penguatan kapasitas koperasi, sehingga mereka dapat beroperasi dengan lebih aman dan efisien. Namun di sisi lain, regulasi baru ini juga akan mempersempit kesempatan bagi warga Masyarakat local marginal untuk berpartisipasi dalam kepemilikan dan pendirian Koperasi Simpan Pinjam.

“Peningkatan modal minimum akan memaksa KSP/KSPPS untuk meningkatkan skala usaha mereka atau bergabung dengan koperasi lain,” jelasnya. “Ini akan meningkatkan daya saing dan keberlanjutan sektor ini dalam jangka panjang.” Selain itu, regulasi baru juga menekankan pentingnya tata kelola yang baik (good governance) dalam pengelolaan KSP/KSPPS. Ini mencakup standar kelayakan dan kompetensi bagi pengurus dan pengelola, serta penerapan prinsip-prinsip manajemen risiko yang ketat.

Prof. Subagyo juga menyoroti pentingnya digitalisasi dalam sektor keuangan mikro. Menurutnya, regulasi baru harus mendorong KSP/KSPPS untuk mengadopsi teknologi digital dalam operasional mereka, seperti layanan keuangan digital, pembayaran digital, dan lain-lain.  “Digitalisasi akan memungkinkan KSP/KSPPS untuk menjangkau lebih banyak masyarakat, terutama di daerah terpencil, serta meningkatkan efisiensi dan daya saing mereka,” kata Prof. Subagyo. “Ini adalah langkah penting untuk memastikan relevansi dan keberlanjutan sektor keuangan mikro di era digital.”

Baca juga:  OJK Luncurkan Peta Jalan Pengembangan Keuangan Digital dari 2024 hingga 2028

Meskipun mengakui manfaat regulasi baru, Prof. Subagyo juga mengingatkan tentang tantangan dalam implementasinya. Salah satu tantangan utama adalah memastikan keseimbangan antara regulasi yang ketat dan fleksibilitas bagi KSP/KSPPS untuk beradaptasi dengan kondisi lokal dan kebutuhan anggota mereka.

“Regulasi harus cukup fleksibel untuk mengakomodasi keragaman KSP/KSPPS di Indonesia, baik dari segi skala usaha, model bisnis, maupun karakteristik anggota,” tegas Prof. Subagyo. “Pendekatan ‘one size fits all’ tidak akan efektif dalam konteks ini.”

Selain itu, Prof. Subagyo juga menekankan pentingnya sosialisasi dan pendampingan bagi KSP/KSPPS dalam mengimplementasikan regulasi baru. Ini diperlukan untuk memastikan pemahaman yang baik dan kepatuhan terhadap aturan baru, serta memfasilitasi transisi yang lancar bagi koperasi.

Dalam pandangannya, keberhasilan implementasi regulasi baru tidak hanya bergantung pada KSP/KSPPS itu sendiri, tetapi juga pada dukungan dan kerjasama dari pemerintah serta pemangku kepentingan lainnya, seperti asosiasi koperasi, lembaga pendidikan, dan masyarakat.

“Pemerintah harus berperan aktif dalam menyediakan program pendampingan, pelatihan, dan akses pendanaan bagi KSP/KSPPS yang membutuhkan,” kata Prof. Subagyo. “Selain itu, kerjasama dengan asosiasi koperasi dan lembaga pendidikan juga penting untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di sektor ini.”

Baca juga:  Teten Masduki: Skema Credit Scoring Dorong Penyaluran KUR Naik 5%

Dengan kolaborasi yang erat antara semua pihak, Prof. Subagyo optimis bahwa regulasi baru akan membawa dampak positif bagi keberlangsungan dan pertumbuhan KSP/KSPPS di Indonesia, serta memperkuat peran sektor ini dalam mendukung perekonomian dan pemberdayaan masyarakat. (SAH/Beritakoperasi)