Bumiayu - Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SeskemenkopUKM) Arif Rahman Hakim menekankan bahwa koperasi bisa menjadi motor penggerak dalam pendirian bank sampah di tingkat komunitas di tengah masyarakat. 

SeskemenkopUKM mencontohkan keberadaan Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Purwakarta yang menuai keberhasilan sejak memutuskan diri membentuk koperasi.

"Koperasi dan bank sampah memiliki kaitan erat dalam konteks pengelolaan sampah plastik dan pembangunan berkelanjutan. Koperasi dapat juga terlibat dalam pendirian dan pengelolaan bank sampah," kata SeskemenkopUKM Arif Rahman Hakim dalam acara Diskusi Pengaduan dan Serap Aspirasi Publik Bidang Koperasi dan UMKM tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Koperasi di Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah, Jumat (9/2).

Dengan begitu, kata Arif, anggota koperasi dapat bersama-sama mewujudkan bank sampah sebagai langkah untuk meningkatkan pengelolaan sampah dan menciptakan sumber daya baru untuk anggotanya.

Bagi Arif, pengelolaan sampah merupakan tantangan serius yang dihadapi Indonesia saat ini. Dengan pertumbuhan populasi dan perubahan gaya hidup, volume sampah terus meningkat. "Dan hal ini menuntut solusi yang cerdas dan berkelanjutan. Inilah sebabnya mengapa pendekatan berbasis koperasi sangat relevan," ucap SeskemenkopUKM.

Baca juga:  KemenKopUKM dan OJK Perangi Koperasi Ilegal

Menurut Arif, meskipun Indonesia sudah memiliki beberapa tempat pembuangan akhir yang besar dan juga tempat pengolahan sampah, namun hal tersebut masih belum sepenuhnya efektif. Untuk itu, pemerintah terus mencari berbagai solusi dan salah satu cara yang banyak diterapkan saat ini adalah membuat sebuah tempat pengolahan sampah berskala kecil hingga besar yang disebut Bank Sampah.

"Pendekatan ekonomi sirkular memberikan dampak berarti bagi ekonomi, lingkungan, dan sosial," kata Arif.

Berdasarkan data Kementerian PPN/Bappenas, dari segi ekonomi, ekonomi sirkular berpotensi menumbuhkan PDB senilai Rp593 triliun sampai Rp638 triliun pada 2030. Dari situ sektor lingkungan dapat berkontribusi melalui pengurangan volume sampah hingga 18,53 persen pada 2030 dan menyerap tenaga kerja 4,4 juta orang.

Lebih dari itu pula, melalui koperasi, tidak hanya masalah sampah yang teratasi, tetapi juga fondasi yang kuat untuk kemandirian ekonomi dapat dibangun. Koperasi memberdayakan warga setempat untuk bekerja sama, berbagi pengetahuan, dan bertanggung jawab bersama-sama untuk membangun masa depan yang lebih baik.

"Dengan cara, antara lain mendaur ulang plastik, upcycling plastik sebagai campuran aspal, mengubah plastik bernilai ekonomi rendah menjadi bahan bakar atau energi, dan sebagainya," kata SeskemenkopUKM.

Baca juga:  MenKopUKM: Pengembangan KUMKM Harus Adaptif Kontributif Dan Berkelanjutan Dan Berdampak Untuk Lingkungan

Memilah dan Mengolah 

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Purwakarta, Jawa Barat, H Castono menjelaskan, koperasi yang dipimpinnya kini mengelola sampah di Pasar Induk Cikopo Purwakarta sebanyak 50 ton perhari. "Kita harus sudah melakukan gerakan untuk memilah dan mengolah sampah," kata Castono.

Bagi Castono, selain sudah didukung regulasi kuat yakni UU Nomor 18 Tahun 2008, memilah dan mengolah sampah juga bisa mendapatkan cuan atau penghasilan tambahan. "Berdasarkan amanat UU tersebut, seharusnya TPA atau tempat pembuangan akhir sudah tidak ada lagi," ucap Castono.

Bahkan, lanjut Castono, setiap kawasan perumahan harus sudah memiliki pengelolaan sampah mandiri. "Alhamdulillah, di setiap kabupaten/kota di Jabar, sudah memiliki Primer Koperasi Pengelola Sampah dengan motto Olah Sampah Menjadi Berkah," kata Castono.

Namun, Castono mengakui, terkadang pengelolaan sampah mendapat kendala justru dari anggapan yang keliru. Karena, masih banyak yang menganggap bahwa pengelolaan sampah dengan cara seperti itu bisa menurunkan angka retribusi sampah daerah. "Padahal, ini ibarat kita mengganti pintu yang rusak dengan pintu yang lebih bagus," kata Castono.

Baca juga:  Forkopi Kawal RUU Perkoperasian, Gelar Sarasehan Lanjutan Yogyakarta

Castono mencontohkan di negara-negara maju, dimana sampah (botol plastik) bisa ditukar dengan uang. "Di sana, ketika kita memasukkan botol plastik ke dalam sebuah kotak, maka akan keluar uang. Karena, logikanya, kita membeli air mineral, bukan botolnya," papar Castono.

Namun, lagi-lagi, Castono mengakui untuk diterapkan di Indonesia masih sulit. Pasalnya, para pengusaha besar produsen air mineral dalam kemasan seperti tidak rela uangnya harus dikembalikan kepada konsumennya. "Itu juga sudah diatur dalam UU," kata Castono.

Sementara Koordinator Relawan Lingkungan Hidup dan Kebencanaan, Kecamatan Bumiayu, Elvin Kristian mengatakan, ada sekitar 15 ton sampah perhari yang ada di Kabupaten Brebes, dan hanya 53 persen yang sudah dikelola dengan baik. Sedangkan khusus di Brebes Selatan, terkumpul sampah sebanyak 150 ton perhari.

"Kita tidak mungkin meminta masyarakat untuk berhenti membuang sampah. Namun, kami selalu mengajak masyarakat untuk mulai memilah sampah sejak dari rumah," ujar Elvin. (Sumber : Kemenkop)