Beritakoperasi, Jakarta – RUU Perkoperasian saat ini menjadi seksi setelah diputuskannya Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi UU Nomor 4 Tahun 2023 (UU No.4/2023). Pengesahan UU tersebut dilakukan Presiden pada Kamis malam (12/1). 

Pelaku koperasi sangat berkepentingan atas pengaturan koperasi yang lebih teknis di RUU Perkoperasian yang baru. Forum Koperasi Indonesia (Forkopi) yang terdiri dari berbagai elemen koperasi menjadi representasi koperasi di Indonesia, oleh karena itu Forkopi merasa bertanggung jawab untuk terus mengawal agenda RUU Perkoperasian.

Seperti diketahui, Sabtu-Ahad, (7-8/1) di Yogyakarta digelar FDG yang menghadirkan tim kecil penyusun RUU Perkoperasian dari Kemenkopukm, Dr. Agung Nur fajar.

Hari ini Kembali Forkopi helat Sarasehan RUU Perkoperasian yang menghadirkan tim kecil (tim 5) penyusun RUU Perkoperasian Kemenkopukm dengan tujuan memberikan masukan dan memberikan pesan bahwa Forkopi sangat konsen mengawal RUU Perkoperasian yang baru. Sarasehan ini menghadirkan Tim 5 Penyusun RUU Perkoperasian Noer Soetrisno, Suwandi, Agung Nur Fajar, Arpian fajar dan Firdaus Putera.

Baca juga:  KemenKopUKM Berupaya Lahirkan Wirausaha Andal Melalui Entrepreneur Hub

Andy A Djunaid, Ketua Forkopi menyatakan Forkopi hari ini kembali menggelar sarasehan untuk membangun koperasi Indonesia yang lebih baik, bahkan sejak UU PPSK Forkopi memberikan masukan untuk pemerintah dalam hal ini Kemenkopukm.

“Kita ini pelaku koperasi yang tentunya akan menjadi subjek UU Perkoperasian, oleh karena itu Forkopi yang terdiri dari berbagai elemen kembali ingin memberikan masukan. Dan kami yakin karena di Forkopi tergabung pelaku, akademisi, advokat dan jika dilihat elemen koperasi ada KSP, Kopdit dan Koperasi Syariah, hal ini menunjukkan masukan kita akan lebih komprehensif” ujar Andy.

Andy menyambut baik peran serta elemen Forkopi dari berbagai wilayah di Indonesia yang datang langsung ke Harrys Hotel Kelapa Gading maupun yang ikutan melalui zoom meeting.

Diskusi dipandu oleh Budi Santoso dari BMT Tamzis Bina Utama.  Diskusi yang mengemuka menyorot defenisi koperasi yang menghilangkan istilah gotong-royong, terkait masa bakti kepengurusan, otoritas pengawas koperasi dan beberapa isu lain.

Dr Agung Nur Fajar memberikan tanggapan istilah gotong-royong dihilangkan karena sudah tercermin dalam istilah kekeluargaan. Istilah gotong-royong seakan-akan mengeliminasi nuansa ekonomi atau bangun perusahaan yang juga menjadi nilai bagi koperasi.

Baca juga:  KemenKopUKM Dorong Penerapan Dan Sertifikasi K3 Pada Pelaku UKM

Terkait dengan istilah gotong-royong yang dihilangkan Kamaruddin Batubara meminta istilah gotong-royong tidak dihilangkan. ”Saya kira istilah kekeluargaan itu soal rasa dan gotong-royong ini caranya. Jadi baiknya istilah kekeluargaan dan gotong tetap ada” ujar tokoh koperasi asal Tangerang. Kamaruddin juga menyoroti pentingnya penguatan koperasi syariah melalui keharusan adanya dewan pengawas syariah, sehingga di RUU Perkoperasian ini harus tetap mengakomodir adanya dewan pengawas koperasi syariah.

Senada dengan Kamaruddin, Abdul Madjid Umar, Ketua BMT UGT Sidogiri menyatakan tetap mempertahankan defenisi koperasi dengan istilah kekeluargaan dan kegotong-royongan.  Abdul Madjid menyampaikan dalam syariah gotong-royong menjadi konsep utama koperasi syariah dengan konsep ta’awunnya. (Diah S/Beritakoperasi)